38. Beri semangat untuk Rafa

9.9K 616 218
                                    

'Aku yakin kamu pasti bisa!'

________________


Sejak kesadarannya telah kembali, Rafa belum juga mau berbicara. Memang karena kondisinya yang masih lemah, dan juga Rafa yang terlalu malas menanggapi semua orang yang kini sedang mengerumuninya, membuat kepala pusih dan juga risih. Rahasia yang selama ini Rafa sembunyikan pasti sudah di ketahui oleh mereka, nampak dari raut wajah yang sengaja di buat-buat agar terlihat bahagia Rafa bisa mengetahui itu.

"Raf, masih haus gak? Mau gue kupasin buah gak? Atau mau makan bubur enggak?" Tanya Malvin yang sedari tadi menghibur Rafa, tapi hanya diam yang ia dapat.

"Berisik!" Rafa tampak marah, membuat teman-temannya terkejut. Mereka sontak mengernyitkan dahi, dalam hati mereka bertanya-tanya  'Rafa kenapa?'

"L-lo kenapa?" Tanya Nazwa takut.

"Pergi!" Sentak Rafa, Nazwa yang hendak maju selangkah pun mundur kembali.

Dengan tak enak hati, Lisa menyuruh semua yang ada di ruangan untuk keluar. Mungkin Rafa hanya sedang ingin sendiri. Alfa yang berada di sana pun bingung dengan sikap Abangnya.

"Maafin sikap Rafa, ya. Mungkin Rafa lagi butuh sendiri," ucap Lisa yang merasa tidak enak.

"Gapapa Tan," jawab Alex.

"Tan, mungkin sekarang mood Rafa lagi gak baik. Kita pamit pulang dulu, besok kesini lagi, kali aja besok mood Rafa udah balik lagi." ujar Nazwa.

"Yaudah, kalian hati-hati di jalan." ucap Lisa sambil tersenyum.

Setelah mengantar teman-teman Rafa keluar, Lisa kembali ke dalam untuk menemani Rafa kembali. Sungguh di luar nalar Rafa bersikap kasar kepada teman-temannya.

"Rafa, kamu kenapa?" tanya Lisa heran.

"Ma, maaf udah bohongin kalian. Aku sadar penyakit yang aku derita bukan penyakit biasa. Aku gak mau jadi beban semua orang, " ucap Rafa lirih.

"Raf, jangan pernah kamu berpikir kamu itu beban kami. Kamu gak pernah membebani kami. Jujur, Mama kecewa sama kamu. Tapi Mama ngerti kok maksud kamu. Mulai sekarang jangan pernah menutupi masalah yang kamu punya, bagi semuanya ke Mama,  ke Alfa, ke temen-temen kamu." Lisa menggenggam tangan Rafa yang terbebas dari infus.

"Maaf," ujar Rafa pelan.

"Jangan hanya minta maaf ke Mama, minta maaf juga ke temen-temen kamu. Barusan Mama gak suka ya liat kamu marah gak jelas kayak tadi. Apalagi kamu ngusir mereka dengan cara yang gak baik." perintah Lisa yang langsung di balas anggukan oleh Rafa.

***

Sudah beberapa hari ini rumah megah milik Dirgantara sepi, hanya ada Dirga saja di rumah. Lisa dan Alfa sibuk menemani Rafa, sedangkan dirinya menyibukan diri di kantor dan juga ruang kerja di rumahnya.

Seperti sore ini, setelah pulang kerja ia langsung membersihkan diri lalu masuk ke ruang kerja. Ketika hendak membuka laptop matanya terpaku melihat sebuah map coklat berukuran besar. Karena penasaran ia pun membukanya, yang pertama ia lihat adalah logo rumah sakit besar. Seketika tubuhnya menegang, lemas yang ia rasa ketika membaca isi surat dari amplop tersebut.

"Gak! Ini gak mungkin..." Dirga terduduk lemas di kursi kebesarannya dengan mata memerah.

Amplop itu berisi surat kesehatan milik Rafa, entah siapa yang telah menaruhnya di meja kerja. Namun, Dirga tidak mau terlalu percaya bisa jadi itu hanya alibi Rafa yang hanya ingin mendapat rasa iba-nya saja.

"Kamu terlalu bodoh untuk membodohi saya. Gak mungkin kamu dapat penyakit sama seperti Anggun." gumam Dirga.

Brak!

Tiba-tiba pintu ruang kerja Dirga terbuka lebar dengan begitu kasar. Baru saja Alfa membukanya dengan kasar. Dengan wajah memerah karena marah Alfa mendekati Dirga yang tengah terkejut.

"Apa-apaan kamu, Alfa?" tanya Dirga dengan emosi yang membara.

"Papa yang apa-apaan, surat itu memang benar milik Abang. Tapi Papa malah gak percaya. Terus apa Papa pikir sekarang Abang lagi di Rumah sakit juga itu hanya pura-pura biar Papa kasihan sama Abang? Enggak Pa, Abang gak pernah berpikiran seperti itu. Abang emang beneran sakit. Papa puas?! Akhirnya keinginan Papa akan segera terwujud." setelah selesai bicara meluapkan isi hatinya, Alfa keluar dari ruang kerja Dirga. Sambil menangis tersedu ia memasuki kamarnya.

Dirga masih terpaku di tempatnya, otaknya penuh sampai ia tak bisa berpikir dengan kejadian barusan.

"Ini apa?" tanya Dirga pada angin.

***

Rafa tampak lelap dalam tidurnya, setelah tadi mendapat serangan kembali akhirnya Rafa dapat tertidur dengan tenang, peluh masih saja membasahi kening Rafa, bahkan baju yang Rafa kenakan pun sampai basah karena keringat.

"Anak Mama kuat, kamu pasti bisa melewati ini semua. Jangan menyerah Nak!" ujar Lisa sambil mengusap rambut Rafa yang lepek.

"Mbak, kita harus segera mengambil tindakan." kata Farhan yang sedari tadi masih di sana setelah memberikan suntikan kepada Rafa.

"Mbak, harus gimana? resikonya sangat tinggi kalau Rafa di operasi, iya kan?" Farhan menganggukan kepala lesu.

"Apa kemo tidak bisa membantu kesembuhan Rafa?" Farhan menatap wajah Lisa dengan raut yang tak bisa di jelaskan.

"Kemo tempo lalu pun tidak berhasil, Mbak. Tapi tenang, aku akan melakukan apa saja demi kesembuhan Rafa. Aku akan cari solusinya," ucap Farhan penuh keyakinan.

"Mbak mohon sama kamu, tolong sembuhin Rafa. Mbak gak mau kehilangan Rafa, dia gak boleh pergi sebelum bahagia."

"Iya mbak. Aku juga merasakan apa yang mbak rasa. Ayo kita berjuang bersama-sama, beri Rafa semangat untuk sembuh!" kata Farhan dengan begitu semangatnya.

***

Sudah satu jam Dirga menatap pintu itu tanpa ada niat untuk masuk barang melihat orang yang sedang terbaring sakit di atas brankar. Setelah perdebatan dengan Alfa di rumah, dengan pertimbangan yang cukup lama akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke Rumah sakit untuk memastikan. Dan di dalam sana Dirga melihat tubuh yang selalu ia sakiti dengan tangannya kini sedang terbaring lemah tak berdaya.

Hati Dirga mencelos sakit melihatnya, sekarang ia baru sadar betapa kejamnya dia memperlakukan Rafa, anaknya sendri, darah dagingnya sendiri bersama Anggun mantan istrinya yang telah lama tiada.

Ada rasa ingin memeluk tubuh yang sedang terbaring itu. Namun, apakah masih pantas ia memeluk tubuh yang selalu ia sakiti. Apakah masih pantas ia di beri maaf setelah apa yang telah ia lakukan kepada Rafa.

Tanpa Dirga sadari, dirinya menangis menitikan air mata. Rafa telah berhasil meruntuhkan tembok yang dulu membentengi hati Dirga. Dan yakinlah, saat ini Dirga sangat takut kehilangan Rafa. Anaknya, darah dagingnya.

***

Udah lama ga nulis, sampe lupa sama alurnya:'))

Makasih buat yang udah baca cerita aku, dan sampai saat ini masih nunggu cerita aku. Btw, ini menuju ending guys.

Ayo tebak sad ending atau happy ending?

Vote & coment

Tbc

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 27, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WHEN?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang