36. Amarah

8.1K 500 65
                                    

"Jika ini akhir perjalanan hidupku. Satu Yang aku mau, aku ingin engkau memeluk ku satu detik saja."

_______________________

Setelah 15 menit Gara menunggu, akhirnya Rafa keluar dengan wajah dan rambut yang basah. Rafa terkejut karena ada Gara di depan toilet menatapnya dengan serius.

"Kenapa?" tanya Rafa.

"Lo, gak kenapa-napa kan?" selidik Gara yang nampak curiga.

"Emangnya gue kenapa?" bukannya menjawab, Rafa malah balik bertanya.

"Eh kutu kupret! Malah balik nanya, lo. Tadi gue lihat lo kayak nangis gitu, makanya gue nanya. Kali aja lo abis ketemu mantan pacar lo jalan sama cowo barunya gitu," ucap Gara bergurau. Candaan Gara terselip rasa khawatir yang melanda ketika tadi ia melihat wajah Rafa yang suram.

"Dih. Ngapain juga gue nangis, tadi gue kecolok apaan dah gak tau, perih mata gue sampe nangis nih." alibi Rafa agar tak membuat Gara cemas.

Belum saatnya Gara tahu akan masalah hidup Rafa yang begitu pelik, banyak lika-liku disetiap jalan hidupnya yang rumit.

"Yaudah, balik kerja lagi." Gara melenggang pergi kedepan meninggalkan Rafa yang masih mematung di depan toilet.

Rafa sedang memikirkan bagaimana nasibnya nanti ketika ia bertemu dengan Dirga. Rasa takut untuk pulang kini mendominasi pikirannya. Ia takut jika nanti Dirga main tangan kepadanya, walaupun memang sudah terbiasa dengan rasa sakitnya.
Namun, rasanya ia belum juga terbiasa dengan perlakuan Dirga padanya.

***

Rafa pulang seperti biasa ketika seisi rumah sudah mengelabui mimpi indah. Ia menapakan satu persatu anak tangga menuju kamarnya. Namun, ketika sampai di depan kamarnya ia mengernyitkan dahi. Ia merasa heran karena lampu kamarnya menyala, sedangkan dirinya terbiasa mematikan lampu ketika dirinya tak ada dirumah.

Perlahan Rafa membuka pintu kamarnya. Mata Rafa membulat ketika apa yang ditakut-takutinya kini ada didepan matanya. Dirga sedang duduk di tepi kasur  membelakanginya.

"Pa?" dengan sedikit ketakutan, ia memanggil Dirga.

"Jadi ini yang kamu perbuat? Pulang malam seenaknya. Kamu memang hanya membuat keluarga ku malu dengan kelakuan mu!" ujar Dirga. Wajahnya terlihat sudah merah akibat amarah yang ia tahan sedari tadi. Sedangkan Rafa tak berani menatap wajah Dirga karena takut.

"Kenapa sih kamu harus hadir di kehidupan saya?! Saya muak melihat kamu, melihat matamu hanya akan mengingatkan aku dengan ibumu yang sudah mati itu!" teriak Dirga di depan wajah Rafa. Dengan teganya Dirga menjambak rambut Rafa sampai ia terpaksa menatap wajah dingin Dirga.

"Maaf, Pa." ucap Rafa lirih. Namun, Dirga seolah tuli tak mau mendengar. Dirga menyentakan tubuh Rafa sampai tersungkur kelantai.

"Kamu, tahu? aku malu mengakui mu sebagai anak karena kamu terlahir bukan dari wanita yang aku cinta! Ibumu adalah wanita penggoda!" ujar Dirga, Rafa mendongakan kepalanya. Wajah yang tadinya terlihat ketakutan kini terlihat menyeramkan di mata Dirga. Rafa tak suka jika ada yang menghina Ibunya, ibu yang sudah melahirkannya, memperjuangkan hidupnya sebatang kara.

"Kenapa? Kamu mau marah? Memang itu kenyataannya, Ibumu memang seorang jalang." entah mendapat keberanian dari mana, tiba-tiba Rafa berdiri sambil mengepalkan tangannya. Lalu, ia menghantam pipi kanan Dirga dengan pukulannya sampai Dirga terhuyung kesamping. Rasa perih kini terasa di pinggiran bibir kanannya, sepertinya sedikit sobek karena ulah Rafa yang memukulnya dengan cukup keras.

WHEN?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang