'Entah apa yang terjadi dengan ku nanti, jika suatu saat kamu pergi.'
_____________________
Lisa tampak sedang merenung di depan cermin. Entah, apa yang sedang ia lamunkan sampai-sampai Dirga masuk pun ia tak mengetahuinya. Dirga berjalan ke arah istri tercintanya, lalu memeluknya dari belakang. Tanpa menoleh, Lisa tahu siapa yang memeluknya, tampak terlihat dari cermin Dirga yang sedang memeluknya.
"Kapan datang?" Tanya Lisa, tangannya menggenggam hangat tangan Dirga yang melingkari bahunya.
"Kamu ngelamunin apa sih? Sampai aku datang saja kamu gak tahu," Dirga mengecup lembut kepala istrinya. Dirga selalu senang mencium rambut Lisa yang wangi, harumnya mampu menenangkan.
"Enggak, nggak ada apa-apa kok, Mas."
"Pasti Alfa, Ya?" tanya Dirga yang masih penasaran.
"Bukan, aku gak papa kok." Lisa mengusap lembut tangan suaminya yang bertengger di bahunya.
"Yaudah, mending kamu siapin makan malam." Lisa menganggukan kepala dengan senyum yang terpatri indah di wajahnya.
Lisa membalikan badan untuk melihat wajah lelah suaminya."Kalau ada apa-apa, jangan sungkan untuk minta bantuan sama aku." Ucap Dirga sambil menangkup wajah istrinya yang masih cantik saja walau umur sudah berkepala tiga.
"Iya, Mas." Ujar Lisa sambil memeluk Dirga.
'Tapi aku gak yakin kalau aku bicara tentang Rafa kamu akan membantu,' ucap Lisa dalam hati.
***
Di lain tempat, Rafa sedang bersiap-siap untuk segera pergi ke Cafe. Dia melirik sekilas ke arah jam, waktu sudah menunjukan pukul 07.00 dan itu artinya sudah waktunya ia bekerja. Harusnya ia sudah berada di sana pada pukul 07.00 tapi karena penyakitnya yang tiba-tiba kambuh di waktu yang tidak tepat, makanya ia terlambat.
Rafa berjalan menuruni anak tangga menuju ke lantai bawah. Di pertengahan anak tangga, ia melihat Dirga sedang memainkan ponsel pintarnya. Ia nampak khusu, mungkin masalah pekerjaan. Seketika Rafa tersenyum melihat Dirga dengan wajah seriusnya. Rafa selalu senang melihat Dirga dengan wajah serius ketimbang wajah marah yang selalu ia tampakan di depan wajahnya.
Kalaupun ada waktu, Rafa ingin di hari terakhirnya nanti Dirga dapat tersenyum ke arahnya. Setitik air mata terjatuh dari matanya tanpa ia sadari.
"Cengeng," gumam Rafa sambil menyeka air matanya.
Di lantai atas, Lisa menatap Rafa yang sedang menyeka air mata. Ia pun jadi ikut-ikutan menangis melihat Rafa yang tampak menyedihkan. Ketika anak yang lain bebas menatap Ayahnya sendiri, berbicara dengan Ayahnya sendiri. Tidak dengan Rafa, untuk menatap pun Rafa harus bersembunyi, untuk bicara pun ada harga yang harus ia bayar, yaitu dengan sebuah pukulan atau tamparan dari Dirga.
"Semoga di kemudian hari kamu gak menyesal, Mas." gumam Lisa.
Lisa menghampiri Rafa yang masih saja menatap Dirga.
"Ayo, makan malam." ajak Lisa dengan tangannya yang merangkul bahu Rafa.
Rafa tidak menjawab, ia malah tersenyum. Tanpa menjawab pun Lisa pasti mengerti.
"Ma, aku pergi dulu ya." ujar Rafa sambil meraih tangan Lisa untuk memberi salam.
"Kamu mau kemana? Pulangnya jangan malem terus ya, besok kamu harus sekolah, lho." ucap Lisa mengingatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHEN?
Teen FictionRafa Arkana. Kata Bahagia sangat jauh dalam kehidupannya, yang ada hanyalah Kata Kesedihan, Kerapuhan, dan Kesendirian. Dibenci Ayahnya sendiri tanpa dirinya pun tidak tahu apa sebabnya. Sampai dihari terakhirnya Rafa hanya ingin dipeluk oleh sang A...