23. Rumah adalah lukaku

7.2K 643 49
                                    

'Tempat paling nyaman memang rumah. Mau semenyeramkan apa rumah itu. Tetap! Rumah tempat paling nyaman'

___________________________


Setelah beberapa kali merengek untuk tidak kemo, akhirnya hari ini Rafa telah selesai melakukan kemo pertamanya. Efek setelah kemo baru ia rasakan setelah beberapa jam kemo selesai.

Sulit untuk memprediksi seberapa berat seseorang akan mengalami efek samping dari kemoterapi, sebab tiap orang memiliki reaksi yang berbeda terhadap pengobatan tersebut. Ada yang mengalami kerontokan yang parah, mual dan muntah hebat, nafsu makan yang berkurang, pusing dan lain sebagainya.

Efek samping kemoterapi muncul karena obat-obatan tersebut tidak memiliki kemampuan membedakan sel kanker yang berkembang pesat secara abnormal dengan sel sehat yang secara normal juga memiliki perkembangan pesat. Misalnya sel darah, sel kulit, serta sel-sel yang ada di dalam perut akan mengalami efek negatif akibat kemoterapi.

Seperti saat ini yang tengah Rafa rasakan, mual-mual. Perutnya terasa diaduk-aduk seperti sudah menaiki wahana ekstrim yang membuatnya mual dan ingin muntah.

Sudah beberapa kali Rafa membungkukan tubuhnya di atas brankar karena rasa mual yang masih saja terasa. Padahal ia belum makan apa-apa lagi setelah kemo berlangsung, yang ia muntahkan hanya cairan putih bening saja.

Jika Rafa tau efek kemo akan semenyakitkan ini, ia akan menolak mentah-mentah tawaran Om Farhan. Setelah Om-nya menyuntikan obat kemo kedalam tubuhnya, barulah obat itu bereaksi dengan cepat. Tubuhnya terasa terbakar, panas dan sakit. Karena merasa tidak kuat lagi, di dalam ruangan Rafa menangis. Farhan yang setia menemani Rafa hanya mampu menggenggam tangan Rafa, memberi kekuatan untuk Rafa. Karena lelah Rafa pun tertidur, dan bangun ketika merasakan mual.

"Om, sakit. Aku gak mau lagi!" Rafa merengek kepada Farhan yang tengah duduk mengelus perut Rafa agar merasa nyaman.

"Ini baru awal, dan kamu sudah menyerah? dengar Rafa! Banyak orang diluar sana yang tidak seberuntung kamu. Kamu masih bisa berobat, sedangkan yang lain? Untuk membeli obat saja mereka tidak mampu, sampai membuat mereka meninggal tanpa pengobatan." Farhan menatap lamat mata legam milik Rafa. Mata itu terlihat redup tidak bersinar seperti biasanya.

"Percuma Om, semuanya percuma. Kalo seandainya aku gak sembuh gimana? Penyakit ini makin bikin aku lemah. Suatu saat nanti kalo aku udah sekarat, apa Papa mau peluk aku?" Rafa meneteskan air mata ketika membicarakan penyakitnya dan Papa-nya.

"Kamu jangan ngomong gitu! Kamu pasti sembuh, Om yakin itu!" Farhan memeluk Rafa, meminjamkan bahunya untuk Rafa yang sedang goyah. Bahunya terasa basah, Rafa menangis sejadi-jadinya.

***

Keesokan harinya, Rafa sudah diperbolehkan pulang. Sebenarnya bukan diperbolehkan, hanya saja Rafa memaksa untuk pulang. Alasannya, takut membuat cemas Mama Lisa dan yang lain.

Kini Rafa sudah siap dengan kaos oblong berwarna hitam dengan dibalut jaket denim dan celana jeans berwarna hitam pula.

"Nih pake, biar gak gampang sakit." Farhan menyodorkan topi dan masker kepada Rafa. Tanpa banyak bertanya, Rafa pun memakainya.

Setelah keluar dari rumah sakit ini, Rafa akan kembali memakai topengnya. Topeng yang selalu orang lihat sebagai Rafa yang kuat, jahil, ceria dan mempesona.

Sesampainya di parkiran ia melihat Sandra yang baru saja keluar dari mobilnya. Mungkin ia akan pergi menemui suaminya. Rafa dan Farhan melempar pandangan. Apa yang harus mereka lakukan? Alibi apa yang harus ia sampaikan kepada Sandra agar ia tidak menaruh kecurigaan.

WHEN?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang