'Cintailah lelaki yang bisa memegang janjinya,
Bukan lelaki yang hanya mengumbar janjinya'
_____________________Kemarin Setelah bertempur dengan rasa sakitnya, hari ini Rafa memutuskan untuk bersekolah. Tidak dapat ia pungkiri, pusing yang mendera semalaman masih juga terasa walaupun sudah sedikit membaik dari sebelumnya. Dengan berjalan tertatih Rafa bersiap-siap untuk ke sekolah. Tas hitamnya ia sampirkan di lengan sebelah kirinya.
Sebelum berangkat Rafa melakukan ritualnya terlebih dahulu, yaitu menyemprotkan parfum aroma coklat ditangan lalu menempelkan kelehernya. Dan tidak lupa Rafa bercermin terlebih dahulu.
"Siap! Udah ganteng, wangi lagi." Rafa bermonolog menyombongkan dirinya. Tidak dapat dipungkiri juga, memang Rafa cowok ganteng, putih dan dia seorang lelaki yang menomor satukan Wangi tubuhnya. Menurutnya, percuma ganteng kalau badan bau nya kaya bangke.
Tetapi pada saat ia bercermin, Rafa merasa ada yang janggal dengan wajah nya. Kini wajahnya terlihat seperti mayat hidup. Bibir kering dan pucat, Rafa tidak suka melihatnya.
"Hari ini siap-siap aja deh kadar kegatengan gue menurun," gerutu Rafa.
Rafa pasrah dengan kondisinya hari ini, karena dia sedang sakit, jadi wajarkan kalau mukanya sedikit pucat. Toh dia masih tetap ganteng walaupun sedang sakit juga. Perempuan di sekolahnya pun pasti masih akan tetap memujanya, terkecuali Nazwa mungkin.
Mengingat nama Itu, Rafa jadi kepikiran Nazwa.
"Nazwa udah berangkat belum Ya?sekarang masih galak gak Ya? Gue jemput dia, ah." Rafa kebali bermonolog seperti sedang curhat dengan refleksi dirinya di cermin.
"Pokonya gue harus bikin Nazwa jadi jatuh cinta sama gue titik." Katanya penuh penekanan dan penuh penegasan disetiap kata.
Setelah dirasa sudah perfect, Rafa melangkah kakinya menuju keluar kamar. Tangannya sudah bersiap-siap untuk membuka pintu, tetapi ia urungkan karena melihat meja belajar, ia sampai teringat dengan obat pereda nyeri. Mungkin Rafa akan membawa untuk berjaga-jaga, takutnya ia akan tumbang di sekolah.
Rafa keluar kamar dan langsung menuruni anak tangga, tetapi ditengah undakan tangga ia melihat keluarganya yang tidak sehangat seperti biasanya. Apa memang benar ia penyebab papa dan mamanya bertengkar.
Rafa terus saja menatap keluarga Itu, di sana ada Lisa yang lebih banyak diam tidak seperti biasanya, Lisa lebih fokus dengan hidangan yang ia masak. Dirga yang fokus dengan korannya, juga Alfa yang sedang menikmati sarapan paginya tanpa minat.
Ketika Alfa mengedarkan pandangan kearah tangga, Alfa melihat di sana ada seseorang yang saat ini tidak ingin dilihat.
Tiba-tiba Alfa berdiri dan segera menyampirkan tasnya di bahu kiri."Aku berangkat, assalamu'alaikum." tanpa mencium tangan orang tuanya Alfa segera bergegas pergi. Lisa dan Dirga yang sedari tadi fokus dengan kegiatan masing-masing pun menoleh lalu menatap punggung Alfa yang sudah menjauh dari hadapan mereka.
Dirga membanting koran yang sedang di baca, lalu ia berdiri membuat decitan kursi yang lumayan memekakan telinga. Dirga berjalan angkuh menuju pintu keluar tanpa ada sapaan atau pun pamit kepada istrinya, Dirga tetap berjalan.
"Sebegitu bencinya kamu sama anak kamu sendiri mas," gumam Lisa dan pertahanan yang sedari tadi Lisa tahan akhirnya tak terbendung lagi, Lisa menangis tersedu tanpa suara.
"Ma, maaf." dua kata Itu membuat Lisa kaget, dengan cepat Lisa menghapus air mata yang tidak mau berhenti keluar.
"Rafa, kamu mau sekolah? Kamu kan masih sakit. Lihat! muka kamu masih pucat sayang," Lisa membelai pipi Rafa.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHEN?
Novela JuvenilRafa Arkana. Kata Bahagia sangat jauh dalam kehidupannya, yang ada hanyalah Kata Kesedihan, Kerapuhan, dan Kesendirian. Dibenci Ayahnya sendiri tanpa dirinya pun tidak tahu apa sebabnya. Sampai dihari terakhirnya Rafa hanya ingin dipeluk oleh sang A...