Believe Me #prolog

49 2 0
                                    

February, 2016

Suasana disekitarku sangat ramai, mereka yang berada disini datang untuk mengisi perut mereka yang sudah kelaparan. Dentingan suara sendok yang beradu dengan piring terdengar di telingaku, kemudian suara orang – orang yang sedang mengobrol dan suara orang – orang yang sedang tertawa juga tertangkap oleh telingaku.

Meskipun disini ramai, tapi aku tak terpengaruh dengan keramaian ini. aku duduk sendiri dipojok kantin, menatap kearah gelas berisi es teh manis yang tinggal setengahnya dengan pikiran yang melayang jauh. Masuk kedalam duniaku sendiri.

Aku hanya sedang mamikirkan banyak hal. Tentang kejadian yang beberapa menit lalu terjadi dalam hidupku. Ketika pagi tadi aku masuk kedalam gedung ini bersama Ravi untuk melakukan Interview tahap kedua. Sesi interview itu memakan waktu yang tak sedikit tapi juga tidak terlalu lama. Untunglah aku bisa menjawab semua pertanyaan dengan baik, menurutku. Sampai ketika sesi interview berakhir dan akhirnya aku mendapatkan pekerjaan ini. Ya, aku diterima di perusahaan ini dan mulai besok aku bisa bekerja disini. Tentu saja aku merasa bahagia. Bagaimana tidak? Aku diterima disalah satu perusahaan IT yang terkenal dengan banyaknya cabang diberbagai kota.

Bersyukur pada Allah, itulah yang pertamakali aku lakukan dan yang kedua akan aku lakukan adalah berterimakasih pada Ravi. Karena peranan Ravi sangat berarti bagiku. Ravi yang memberikan info loker ini, Ravi yang meyakinkanku, Ravi juga membantuku untuk memasukkan lamaran ketempat ini. Aku sangat bersyukur karena Allah memberikan Ravi untukku.

“Ara….” Suara itu seperti suara Ravi. Apa karena aku sedang memikirkannya? Jadi aku bisa mendengarnya memanggilku?

“Hey, Ara!! Bengong aja. Kesambet lho.” Bukan halusinasiku. Ternyata itu benar Ravi, Dia mengibaskan tangannya didepan wajahku membuatku tersadar dari lamunanku. Sekarang dia sudah duduk didepanku sambil meminum es teh manisku. Entah kapan dia mengambilnya, tapi tak menjadi masalah untukku.

“Gimana?” tanya Ravi Padaku.

“Apanya?”

“Interview kamulah, Ara sayang. Emangnya apa lagi?”

Aku menyengir mendengarnya “Alhamdulillah lancar, besok aku udah mulai kerja.”

“Alhamdulillah syukurdeh kalo gitu.” Ucap Ravi yang diangguki olehku.

“Eh tunggu… tunggu.” Ravi menggantungkan ucapannya membuatku menatapnya penuh perhatian “Itu artinya kita bakal barengan lagi dong? Duh bosen akutuh bareng kamu mulu.”  Lanjutnya dengan nada dibuat sedikit kesal.

Aku mencebikkan bibirku “Ihh!! Pikasebelen.”

“Yaampun gitu aja ngambek. Jangan ngambek dong! Kan jadi jelek tuh mukamu.” Ucapnya menggodaku.

“Bodo.”

“eh beneran ngambek. Yaudah, aku minta maaf deh kalo gitu.”

“Yang Ikhlas dong minta maafnya.” Pintaku. Sekarang giliran Ravi yang mencebikkan bibirnya. Aku mengulum senyumku melihatnya seperti itu.

“Iya iya…… Adara sayang, aku minta maaf. Nanti aku beliin permen loli yang gopean deh satu, jangan gambek lagi ya.” Ucapnya dibuat semanis mungkin.

“Nggak mau satu, maunya sebungkus.”

“Yaudah Iya, sebungkus. Khusus buat Ara tersayang.”

“Permintaan maaf diterima.” Ucapku sambil mengembangkan senyumanku.

Ravi bercegih “Giliran dikasih permen loli aja mau maafin.” Protesnya membuatku terkekeh pelan.

Btw, thanks Ravi.” Ucapku. Ravi menaikkan sebelah alisnya, kebiasaannya jika dia tak mengerti.

“Buat?”

“Hmm semuanya. Info lokernya, bantuan dan dukungannya. Tanpa kamu mungkin aku masih jadi pengangguran.”

“oohh….”

“Oh doang?”

“Terus aku harus ngomong apa?”

“Nggak. Nggak usah ngomong apa – apa.”
                                           ^.^

BELIEVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang