Believe Me 11 #Pacar Sehari

16 1 0
                                    

Mungkin, karena aku sudah terbiasa bersamamu. Jadi rasanya ada yang kurang jika sehari saja aku tak bersamamu.

^.^

"Kamu nggak apa - apa kan Yo?" Tanyaku setelah membantunya berdiri. Kemudian aku menghampiri Ravi dan memukul pundaknya yang tentunya tak berefek padanya.

"Kamu tuh kenapa sih main pukul aja." ucapku dengan nada kesal. Bukannya menjawab Ravi malah bengong sambil menatap Tito.

"Kok si Tayo ada di sini?" Tanyanya sambil menunjuk Tito.

"Aku abis nganter si dora." Jawab Tito yang tiba - tiba sudah berada di sebelahku.

"Lho kok bisa?"

"Bisa atuh, teu kudu nyaho lah kamu mah." ucap Tito sedikit sewot. "oh jadi ini yang bikin kamu nggak bareng sama si Dora?" Lanjut Tito dengan nada menyindir ketika melihat keberadaan Danela.

"Maksud kamu?" Tanya Ravi

"Tadi pagi aku lihat si Dora lagi nunggu ojek di depan gangnya, katanya lagi nggak pergi bareng kamu. Aku kira ada hal penting yang nggak bisa kamu tinggalin. Ternyata Cuma gara – gara seorang cewek." Ucap Tito lagi sambil menatap Danela dengan tatapan tak sukanya.

Ravi hanya terdiam, tak mengatakan satu katapun sebagai pembelaan. Membuat diriku sedikit kecewa melihatnya. Apa Ravi sudah benar – benar mnejauhiku?

"Yo, Udah! Aku nggak apa – apa." Ucapku sambil menyentuh pundak Tito pelan. Tito menolehkan kepalanya dan mengacak rambutku pelan.

"Kamu itu terlalu baik Ra." Ucap Tito, aku hanya tersenyum mendengar ucapan menenangkannya itu. 

"Makasih Yo." Lirihku

"Nggak perlu bilang makasih. Yaudah kalo gitu aku berangkat ya. Pulangnya aku jemput oke!!" Tito berjalan kearah motornya, memakai helmnya dan menaiki motornya.

"Iya. Hati - hati, jangan ngebut!" pesanku.

"Siap. Bye bye sweetheart." ucapnya sambil melambaikan tangannya dan melajukan motornya. Aku hanya terkekeh sambil menggelengkan kepalaku.

Baru saja aku akan melangkahkan kakiku masuk ke dalam gedung kantor, Ravi sudah lebih dulu menahanku dengan meraih pergelangan tanganku. Mau tak mau aku menolehkan kepalaku padanya sambil menaikkan sebelah alisku.

"Kok dia manggil kamu sweetheart sih?" tanya Ravi dengan nada sedikit jengkel. Aku hanya memutar bola mataku, melepas genggamannya di pergelangan tanganku dan berlalu meninggalkannya tanpa berniat menjawab pertanyaannya.

Entah mengapa aku jadi merasa kesal pada Ravi. Sejak melihatnya datang dengan Danela, lalu dia menyimpan motornya di basement sedangkan Danela menunggu di tempat dia di turunkan. Tak lama kemudian Ravi datang kembali untuk menghampiri Danela, mungkin mereka akan masuk bersama. Aku memang melirik pergerakan mereka sejak aku melihat mereka disela obrolanku bersama Tito tadi.

Aku baru pertama kali melihat mereka bersama sejak seminggu ini aku tak berangkat bareng Ravi dan rasanya sangat menyesakkan. Melihat mereka datang bersama, Danela yang menunggu Ravi dan ketika mereka berjalan beriringan. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang saling mencintai, dan yang membuatku lebih kesal adalah mereka terlihat cocok bersama. Seakan Tuhan memang menciptakan mereka untuk bersanding bersama.

Aku terus berjalan memasuki gedung kantor, menghiraukan panggilan Ravi. Biarlah dia berpikir aku berlebihan atau apapun itu yang dia pikirkan, yang jelas saat ini aku merasa kesal padanya, titik.

^.^--^.^

Hari ini waktu terasa berjalan sangat lambat. Mungkin karena sejak jam sepuluh pagi tadi aku ingin segera pulang. Dan sejak saat itu aku sering melihat jam di dinding, salahkan jam dinding yang letaknya tepat di depan mataku. Jadi aku sering melihatnya, coba jam itu diletakkan di belakang mataku.

BELIEVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang