Satu hal yang seharusnya selalu aku ingat. Hangan pernah mempunyai perasaan lebih pada Dia. Karena pada akhirnya aku yang akan kecewa meskipun Dia memberikan perhatian lebih.
^.^
Pemandangan sore hari di balkon kamar Ravi terlihat begitu indah. Langit yang berubah warna menjadi jingga dihiasi awan putih di tambah dengan segerombolan burung yang sedang terbang menjadikan pemandangan langit yang luar biasa indah.
Masyaallah.
Aku dan Ravi hanya tediam menatap langit sambil mendengarkan lagu memakai earphone, aku memakai yang sebelah kanan sedangkan Ravi yang sebelah kiri. Saat ini aku sedang berada di balkon kamar Ravi, tadi setelah Ravi selesai berdebat dengan Kak Kai, dia membawaku masuk ke dalam kamarnya melihat keadaan kamarnya dengan keadaan pintu yang terbuka. Lalu setelah melihat dan mengomentari kamarnya kami lanjut nongkrong di balkon, awalnya kami mengobol ringan hingga akhirnya kami hanya saling terdiam, menikmati musik sambil menikmati keindahan langit di sore hari.
"Ini rumahku yang sebenarnya." Aku menolehkan kepalaku padanya ketika mendengar Ravi memulai kambali pembicaraan.
"Kamu boleh nanya apapun sama aku." Ucap Ravi tanpa mengalihkan pandangannya padaku.
"apapun?" Ulangku memastikan.
"Hmm, apapun."
"Kalo aku minta kamu jelasin bisa?"
Kali ini Ravi menoleh hingga mata kami bertemu pandang, aku melihat ekspresinya berubah sendu tapi hanya beberapa detik saja. detik berikutnya dia sudah membuat ekspresinya kembali datar. Ya, begitulah Ravi pintar mengendalikan ekspresinya.
"Oke.." Ravi menganggukkan kepalanya "..aku dan kak Kaila saudara seayah. Ibu kandungku itu orang yang aku kenalkan sebagai ibu padamu tadi dan ayah kandungku ya ayahku yang di sini."
"Oh...." Hanya itu tanggapan yang bisa aku ucapkan, karena jujur saja aku tak tahu harus bagaimana menanggapinya. Dan untuk beberapa menit suasana menjadi hening, kami masih saling menatap seakan mencari tahu pikiran masing – masing. Hingga akhirnya Ravi mengulas sebuah senyuman dan memalingkan wajahnya, kembali menatap kearah langit.
"Dari kecil aku udah tinggal bareng sama ayah dan bunda. Jadi aku pikir mereka memang orang tua kandungku, hingga akhirnya waktu itu aku masih SMP kalo nggak salah. Di situ Bunda mengajakku bertemu dengan seorang wanita paruh baya yang bunda kenalkan sebagai ibu kandungku. Awalnya aku nggak mau percaya karena yang aku tahu Bunda itu ibu kandungku dan nggak ada yang bisa gantikan bunda. Tapi lambat laun setelah bunda selalu menjelaskan dengan pelan padaku pada akhirnya aku bisa menerima kenyataan itu." Jelas Ravi.
Aku masih terdiam dengan tangan saling memilin, aku tak tahu harus bicara apa dan merespon seperti apa. yang jelas aku takut jika salah ucap atau ucapanku menyakiti hatinya.
"Kata Ayah aku di bawa ke sini saat umurku masih enam bulan dan di asuh oleh Bunda. Aku baru tahu kalo Bunda bukan ibu kandungku saat umurku dua belas tahun, lalu aku di kenalkan dengan ibu di umur segitu juga. Awalnya aku nggak mau nerima ibu karena yang aku tahu ibuku ya Bunda. Saat itu adalah saat terberat untukku, mengetahui jika aku bukan anak kandung Bunda dan kenyataan kalo Ibu sengaja menjebak ayah dengan motif menghancurkan rumah tangga ayah membuatku semakin enggan mengakui Ibuku." Ravi menghela napasnya dan terdiam sejenak. "Tapi setelah bunda ngasih pengertian terus menerus sama aku barulah aku bisa terima Ibu dalam hidupku." Lanjut Ravi dan kini menatapku dengan tatapan sendunya, kali ini Ravi membiarkanku untuk melihat sisi lain dirinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
BELIEVE ME
RomantizmMemendam perasaan selama bertahun - tahun pada orang yang mengenal kamu dan benar - benar mengerti dirimu atau bisa di katakan 'you know me so well' itu bener - bener nggak mudah. Apalagi orang itu bersikap biasa dan selalu membuat baper. Itu yang...