Believe Me 15 #Masa Lalu 3

5 0 0
                                    

  Tadinya aku bercerita padanya agar dia bisa membuatku merasa tenang, tapi alih – alih merasa tenang ucapannya padaku justru membuatku merasa sakit.

^.^

April, 2012

Bel tanda berakhirnya pelajaran berbunyi dengan nyaringnya, membuat teman – teman sekelasku bersorak gembira, pasalnya kami tak ada jadwal lagi dan ini adalah jam terakhir. Aku memasukkan buku tulis dan buku paket IPA ke dalam tas dan menggendong tas itu di pundak.

Aku pun berjalan keluar kelas bersama dengan teman – teman lainnya. Tiba – tiba seseorang berjalan melewatiku, namun dia sengaja menabrakkan bahunya ke bahuku hingga membuatku hilang keseimbangan dan hampir terjatuh kalau saja saat itu Ravi tak meraih tanganku. Dia –kami biasa memanggilnya Lale- menolehkan kepalanya dan menatapku tanpa ekspresi bersalah sedikutpun.

"Ups Sorry, nggak sengaja." Ucapnya dengan nada setengah ikhlas. Aku hanya tersenyum menanggapi permintaa maafnya.

Sebenarnya aku merasa kesal, bukan hanya sekali dua kali dia memperlakukanku dengan seenaknya. Memang aku tahu Lale itu orangnya jahil, entah pada siapapun itu namun kejahilannya terkadang berlebihan. Sedangkan aku orang yang tak mau cari masalah dan hanya bisa menahan rasa kesal ketika di jahili olehnya.

Aku tak pernah merasa dendam padanya, hanya saja terkadang kejahilannya padaku terlalu berlebihan hingga mendekati Bullying membuatku harus menambah stock kesabaranku dan memaafkan sikapnya walaupun dia tak meminta maaf padaku dengan tulus.

"Kalo jalan hati – hati dong." Ucap Ravi membuatku tersadar dari lamunanku.

Aku mengerucutkan bibirku ketika mendengar ucapannya, padahal dia tahu jika aku hampir terjatuh karena Lale sengaja mendorongku. Aku tak merespon ucapannya dan lebih memilih untuk melanjutkan langkah kami keluar kelas.

^.^ -- ^.^

Saat ini aku dan Ravi sedang berdiri di kedai yang menyediakan pop ice blender. Sudah banyak yang mengantri ketika aku dan Ravi sampai di sana, karena sedang menginginkan pop ice akhirnya aku menunggu bersama Ravi. Ketika aku sedang mengobrol dengan Ravi, seseorang menepuk pundakku. Aku menoleh dan mendapati Lale di sana, sepertinya dia juga sedang menunggu antrian.

"Kenapa Le?" Tanyaku padanya. Dia menjulurkan uang sepuluh ribu padaku

"Mau nuker dong." Ucapnya dengan nada yang menyebalkan. Aku mengeluarkan uang yang ada di saku seragamku dan menghitungnya.

Dia berdecak sebal "Lama banget sih." Ucapnya dengan nada kesal dan menurunkan tangannya yang memegang uang sepuluh ribu.

Setelah aku selesai menghitung, aku memberikan uang sepuluh ribu dengan pecahan lima ribu dan seribuan padanya. dia mengambil uang ditanganku dan kembali menjulurkan uang sepuluh ribu padaku. Ketika aku akan mengambil uangnya tiba – tiba dia sengaja melepaskan uang itu hingga terjatuh.

"Eh jatuh." Ucapnya dengan nada tak berdosa.

Rasa kesal langsung menyerangku ketika dia dengan sengaja menjatuhkan uang itu ketika aku belum sempat mengambilnya. Di tambah dia melakukan hal itu di depan orang – orang yang menunggu pesanan mereka, ingin rasanya aku memarahi dia dan pergi dari tempat ini saat ini juga. Tapi aku tak melakukan hal itu, yang aku lakukan hanya menghela napasku sabar dan mengambil uang yang sengaja dia jatuhkan.

Setelah aku berdiri aku bisa melihatnya tersenyum, jenis senyuman puas karena sudah berhasil mengerjaiku. Rasa kesal, marah dan malu bercampur ketika aku melihat sekelilingku yang melihat diriku dengan prihatin dan yang paling membuatku kesal adalah aku tak bisa melakukan apa – apa selain bersabar dan menekan rasa Maluku dalam – dalam.

BELIEVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang