Believe Me 18.1 #Kejutan Ultah

7 0 0
                                    

Selalu seperti itu, tak mudah untuk melakukan apa yang sudah di niatkan. Seperti halnya niatku untuk melupakan perasaanku pada Dia. Tak semudah ketika aku jatuh hati pada Dia.

^.^

"Ara, bangun!!"

Suara itu terdengar samar di telingaku, lalu aku merasakan guncangan di pundakku hingga membuatku membuka mata.

"Ayo, kita udah sampe." Ucap Ravi sambil membuka sabuk pengamannya dan keluar dari mobil. Sedangkan aku masih terdiam di dalam mobil, menatap kearah depan dengan tatapan kosong, aku masih merasa linglung.

Sampai akhirnya aku mendengar suara pintu yang di buka dan mendapati Ravi sudah ada di sana. Jantungku berdetak lebih cepat ketika merasakan kedekatan tubuh Ravi yang saat ini sedang melepaskan sabuk yang masih melekat di tubuhku. Aku yang masih linglung karena bangun tidur bertambah linglung di buatnya. Hingga akhirnya Ravi berhasil membuka sabuk pengaman dan menarik diriku untuk keluar, aku hanya menurut dan mengikuti kemana Ravi menuntunku.

Bahkan aku tidak begitu memperhatikan sekitarku dan malah asik menatap tangan kami yang bertaut. Rasanya senang, bahkan aku melupakan begitu saja tekadku untuk melupakan perasaanku pada Ravi.

"Surprise." Teriakkan itu membuatku tersadar dan menatap ke sekeliling.

Di sana sudah ada keenam sahabatku dengan Rita yang sedang memegang kue di hiasi lilin. Lalu di ruangan sekitar sudah di hias sedemikian rupa, aku hanya menatap bengong kearah mereka tanpa reaksi apapun. Saat ini aku merasa otakku kosong.

"Baby, kok ngelamun sih?" Ucap Tito sedikit keras membuatku kembali sadar.

"Eh maaf.." Ucapku dan menatap satu persatu sahabatku di depan sana dengan perasaan haru "Kalian yang buat kejutan ini?"

"Nya Enya atuh Dora, ari ntos dek saha deui?" Ucap Alfin sedikit sewot. (Ya, iya dong Dora. terus mau siapa lagi)

"Ah Naon teu rame, si Dora na ge kalahka ngalamun tadi. Teu kaci ah." Rava menimpali. (Ah apa nggak rame, si doranya juga malah melamun tadi. nggak jadi ah)

"Iya ih, kamu mah malah ngelamun. Mikiran naon atuh?" kali ini Revi yang berkata. (iya ih, kamu mah malah melamun. mikirin apa sih?)

"Buru atuh lah, ieu aku geus pegel megangin kue." Protes Rita yang sejak tadi memegang kue. (cepet dong, ini aku udah pegel megangin kue)

"Ya Allah, kalian sweet banget sih. Aku terhura..." Ucapku dan menghampiri mereka dan memeluk mereka satu persatu.

"Teu kaci ah, teu kaci. Kamu na teu reuwas, jadian deui ah." Protes Alfin yang menghadangku untuk mendekat dan mendorongku ke tempat semula namun di tengah jalan aku kembali di tarik oleh Rava untuk bergabung bersama yang lain.

"Ntos lah wios, ameh gancang. Abdi tos lapar yeuh." Ucap Rava. ( sudah biar saja, biar cepat. aku udah lapar nih.)

"Enya ih aku ge geus lapar yeuh." Ucap Nina. ( iya ih, aku juga udah laper nih)

"Heu'euh buru atuh, cape yeuh nyepengan boluna. Langsung tiup lilin weh lah teu kudu nyanyi sagala." Kini Rita yang mengungkapkan protesnya.

Melihat kelakuan mereka membuat senyumanku terbit, beberapa jam yang lalu rasanya untuk tersenyum saja terasa sangat sulit. Tapi sekarang hanya beberapa menit bersama mereka aku sudah bisa tersenyum dan melupakan kesedihanku.

"Eh si eta kalahka seuri deuih, buru tiup lilinna cangkeul yeuh nyepengan kuena." Ucap Rita menyadarkanku dari lamunanku. Aku cengengesan sebelum akhirnya meniup lilin yang ada di atas kue itu. ( eh dia malah senyum lagi, cepet tiup lilinnya pegel nih pegangin kuenya.)

BELIEVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang