Terkadang Dia itu menyebalkan, tapi dibalik sifat menyebalkannya ada kepedulian tersembunyi dan aku menyukainya.
^.^
February, 2018“Adara, ini Ravindra udah nunggu dari tadi lho.”
Aku sedang mengucir rambut pajangku ketika Mama memanggilku, ah lebih tepatnya meneriakiku. Pagi ini adalah pagi tersibuk bagiku, bagaimana tidak? Aku baru bangun jam tujuh pagi. Itu artinya aku terlambat bangun, seharusnya jam tujuh aku sudah memakai pakaian kantorku dan sedang duduk di depan cermin untuk memoles tipis wajahku.
Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan, seharusnya aku sudah berangkat. Tapi, karena telat bangun aku baru selesai dengan ritual pagiku. Aku kembali menatap bayangan diriku di depan cermin, memastikan jika semuannya sudah rapi. Setelah puas menatap bayangan diriku, aku pun mengambil tas selempangku diatas kasur dan menyampirkannya dibahuku. Hal yang aku lakukan selanjutanya, menuruni tangga dengan berlari kecil.
Ravindra sudah berada disana, duduk di sofa ruang tamu dengan wajah kesalnya. Dia menatap jam ditangannya, kemudian dia menatapku ketika dia mendengar suara sepatuku yang beradu dengan keramik tangga. Matanya menatap pergerakanku.
Ketika aku akan menuruni tangga terakhir, aku teringat jika ponselku tertinggal dikamarku. Dengan gerakan cepat, aku langsung kembali naik keatas untuk mengambil ponselku. Aku yakin, Ravi pasti sedang menggelengkan kepalanya maklum. Biarlah, toh aku tak setiap hari terlambat seperti ini.Aku kembali turun ketika ponselku sudah berada ditanganku. Ravindra masih menatapku dengan horror. Dia paling tak suka menunggu dan aku sudah membuatnya menunggu selama setengah jam. Aku memberikannya senyuman manisku, berharap dia tak akan memarahiku. Ya, dia memang tak memarahiku tapi dengusan kesal keluar dari mulutnya.
Aku menangkupkan kedua tanganku di depan dan mengatakan ‘Maaf’ dengan gerakan bibir. Ravi hanya menganggukkan kepalanya pelan dan mengedikkan kepalanya.
Setelah berpamitan pada Mama dan Papa, aku pun keluar rumah bersama Ravi untuk berangkat. Ravi menyodorkan salah satu helmnya padaku, aku mengambilnya dan memakainya. Alih – alih menaiki motornya, Ravi justru menatapku dengan lekat seakan sedang memastikan sesuatu.
“Apa?” Tanyaku ketika Ravi tak juga bersuara.
“Semalem tidur jam berapa?” Tanyanya.
Aku tak langsung menjawab, mengingat jam tidurku semalam “Jam Duaan?” Ucapku sedikit ragu, entahlah aku tak melihat jam ketika aku tidur kemarin.
Ravi menggelengkan kepalanya “Yaudah, ayo naik.” Ucap Ravi yang sudah menaiki motornya. Aku pun naik keatas motornya.
“Aku ngebut ya, udah telat. Pegangan aja kalo kamu takut.” Ucap Ravi sebelum melajukan motornya.
Oh no, aku paling takut kalo harus ngebut.
^.^ -- ^.^Sesuai dengan ucapanya, Ravi melajukan motornya dengan kecepatan diatas rata – rata, menurutku. Sepanjang perjalanan aku memejamkan mataku, tak berani menatap jalanan. Jantungku berdetak tak normal seakan sedang lari maraton. Aku yang biasanya tak pernah berpegangan pada Ravi, kali ini dengan sangat terpaksa melingkarkan tanganku dipinggangnya, meremas jaketnya dengan kuat.
Kemudian Ravi menghentikan motornya, namun aku masih tak berani membuka mataku. Mungkin sekarang kita sedang berada diperempatan jalan dan lampu rambu lalulintas sedang berwarna merah.
“Ara…”
Aku membuka mataku ketika Ravi memanggil namaku. Ketika aku menatap sekitarku, kita sudah berada di basemant kantor dan Sudah banyak motor yang terparkir.

KAMU SEDANG MEMBACA
BELIEVE ME
RomanceMemendam perasaan selama bertahun - tahun pada orang yang mengenal kamu dan benar - benar mengerti dirimu atau bisa di katakan 'you know me so well' itu bener - bener nggak mudah. Apalagi orang itu bersikap biasa dan selalu membuat baper. Itu yang...