Believe Me 18.2 #Kejutan Ultah

9 0 0
                                    

Selalu seperti itu, tak mudah untuk melakukan apa yang sudah di niatkan. Seperti halnya niatku untuk melupakan perasaanku pada Dia. Tak semudah ketika aku jatuh hati pada Dia.

^.^

Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam, namun aku masih terjaga. Mataku terasa berat tapi aku tak mau tertidur, pikiranku masih berkeliaran dan hal itu lah yang membuatku tak bisa tertidur. Akhirnya aku memutuskan untuk keluar kamar, menyendiri di balkon sepertinya akan membuat pikiranku jadi lebih tenang.

Aku menutup pintu kamar dengan hati – hati takut jika Rita terbangun dari tidur pulasnya. Aku berjalan melewati ruangan yang tak kalah luas dengan ruang Tv lalu membuka pintu kaca yang tersambung dengan balkon. Aku duduk di kursi yang ada di balkon itu dan mengeluarkan ponselku untuk kemudian menghubungi seseorang yang mungkin masih bangun di jam segini.

"Assalamualaikum.." Sapa seseorang di sana tak lama setelah aku menghubunginya.

"Waalaikumsalam.. Mas Niko masih bangun?"

"Masih lah Dek, kalo udah tidur nggak akan angkat telpon kamu." Jawab Mas Niko membuatku terkekeh pelan. Lalu kami saling terdiam, tak ada yang mengeluarkan suara.

"Kamu nggak apa – apa kan Dek?" Tanya Mas Niko setelah beberapa menit terdiam.

"Mas, kalo suatu hari nanti aku mau tinggal sama Mas. Mas Niko nggak keberatan kan?" Tanyaku balik.

"Oke, itu udah menjawab pertanyaan Mas sebelumnya. Dek rumah Mas selalu terbuka buat kamu sayang. Apa yang udah dia lakukan sama kamu?"

Aku tak langsung menjawab, membayangkan kembali kejadian yang membuat hatiku patah "Dia bilang aku nggak boleh jatuh cinta sama dia. Dia nolak aku mas, bahkan sebelum aku mengatakan perasaanku sama dia." Ucapku dengan suara serak menahan tangis.

"Itu lah kenapa Mas nggak mau kamu terlalu dekat sama dia. Mas takut dia nyakitin kamu kayak gini, apalagi Mas nggak ada di sana buat meluk kamu."

"Maaf Mas.." Cicitku, entah maaf untuk apa. 

"Kenapa minta maaf? Nggak usah minta maaf. Mas nggak ngelarang kamu buat suka sama Ravi atau siapapun itu, Cuma ya gini kamu harus siap patah hati kalo kamu udah jatuh cinta."

"Iya Mas."

"Yaudah sekarang kamu tidur ya Dek, udah malem juga. Mas nggak mau kamu sakit. Insyaallah Kalo kerjaan mas udah bisa di tinggal, Mas ke Bandung. Kamu mau di bawain apa?"

"Semoga kerjaan Mas bisa cepet di tinggalin, Aamiin. Mas cukup bawa makanan yang banyak aja." Ucapku dengan nada riang dan aku mendengar Mas Niko terkekekh di seberang sana.

"Dasar kamu nih ya, doyan banget makan. Yaudah nanti Mas bawain makanan banyak buat kamu. Sekarang kamu tidur ya Dek, Mas juga mau tidur besok ada meeting pagi. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Aku pun mengakhiri sambungan telpon dan menyimpan ponselku di saku celana yang aku kenakan. Aku tak langsung masuk ke dalam dan tidur seperti yang Mas Niko minta dan yang aku lakukan justru kembali termenung. Aku menatap langit yang di hiasi bintang sambil memeluk kakiku.

Ketika aku sedang asik termenung tiba – tiba aku mendengar suara ketukan di belakangku. Seketika jantungku berdetak dengan cepat, jujur saja aku takut. Saat ini sudah lewat tengah malam dan aku berada di luar sendirian. yang aku pikirkan sekarang adalah ada yang 'menemaniku' dan pemikiran itu membuatku semakin takut. Jantungku semakin berdebar dengan cepat karena takut.

BELIEVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang