Believe Me 8 #Masa Lalu 2

8 1 0
                                    

Aku rasa Dia benar, ini kali pertamanya aku mengatakan lebih dari tiga kata padanya dan Dia bilang jika hal ini adalah kemajuan besar.
                            ^.^
Maret, 2012
Suasana kelas terasa sangat sepi, karena semua murid di kelas ini sedang berada di kantin. Hanya aku yang berada di kelas ini, sendirian. aku pun mengambil bekal makanku dan memakannya.

Aku mengedarkan kepalaku ke semua penjuru kelas sambil mengunyah. Entah mengapa aku merasa ada seseorang yang sedang mengawasiku. Tapi aku tak menemukan siapapun di kelas ini. Lalu pikiranku teringat dengan ucapan Rita padaku sebelum meninggalkanku ke kantin.

“Aku denger kelas ini sedikit horror, kamu yakin bakal di sini sendiri? nggak akan ikut aku ke kantin?” Ujarnya sambil berbisik padaku.

“Wah?” Responku acuh.

“Bukan di sawah Adara sayang, tapi di kelas ini.” Ucapnya lagi, aku hanya mendelik mendengar ucapannya itu.

“Kalo mau ke kantin cepet sana! Keburu kantinnya penuh.” Ucapku setengah mengusirnya.

“Yee di bilangin nggak mau, yaudah tanggung sendiri aja yah. Aku ke kantin dulu, cacing di perut aku udah pada demo minta di kasih jatah. Bye.” Ucapnya dan langsung melesat menuju kantin.

Dan sekarang aku menyesal mengacuhkan ucapannya, Rita benar suasana di kelas ini sedikit berbeda. Terasa dingin dan mencekam, seakan ada seseorang yang sedang menatapku dengan tajam.

Dalam hati aku terus membaca surat al- Falaq, Al – Ikhlas dan An-nas berulang kali, mungkin untuk mengusir rasa takut dalam hatiku. Namun nyatanya aku tetap merasa takut, sifat borangan yang aku miliki membuatku tak merasa nyaman dengan situasi horror semacam ini.

Jika biasanya aku akan merasa senang jika berada sendirian di kelas, maka sekarang aku akan senang jika ada beberapa orang di sini. Siapapun itu, asalkan ada orang yang menemaniku meskipun mereka sibuk dengan urusan mereka.

Dan Sepertinya Allah mendengar harapanku, karena seseorang masuk ke dalam kelas membuatku merasa lega.
Alhamdulillah
                      ^.^ --  ^.^

Ravindra duduk di depanku, menopang dagunya dan menatap diriku. Sebelumnya aku pasti akan langsung melahap bekalku dengan cepat jika dia melakukan hal itu, tapi sekarang aku tak lagi berusaha memakan bekalku dengan cepat. Mungkin aku sudah terbiasa dengan apa yang dia lakukan, tiga bulan sudah berlalu sejak aku mengenal pribadinya.

“Udah makannya?” Tanyanya ketika aku membereskan bekalku.

“Udah…” Jawabku sambil mengangguk pelan.

Tak ada pembicaraan lagi setelah itu, Dia sibuk dengan ponselnya dan aku sibuk dengan piikiranku sendiri.

Aku ingin bertanya padanya, tapi aku ragu. Hal itu lah yang membuatku mencuri pandang padanya beberapa kali. Kemarin ketika kumpul ekskul aku mendapat tugas meminta kesediaan Ravindra untuk menjadi narasumber di sesi School Star edisi minggu ini dan hari ini kesempatan terakhirku untuk bertanya padanya. Karena siang hari aku sudah harus melapor pada Sania perihal ‘tugas’ yang dia berikan padaku atau bisa dikatakan sebuah beban bagiku.

Aku semakin ragu ketika mengingat rapat minggu kemarin.

Jadi, siapa yang akan kita wawancarai minggu ini?” Tanya Sania, Ketua madding.

“Gimana Kalo Kak Vindra.” Ucap Seseorang yang tak ku ingat namanya.

“Vindra? Hmmmmm..” Sania terlihat sedang berpikir “Usulan bagus, Kalo gitu aku akan memberikanmu penghargaan jika kamu berhasil mewawancarainya.” Lanjutnya.

BELIEVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang