Believe Me 2 #Masa Lalu (1)

14 1 0
                                    

Ini memang bukan kali pertama aku bertemu dengannya. Tapi ini kali pertama aku berbicara padanya.

Januari, 2012

Sudah 15 menit sejak aku keluar dari kelasku, begitupun dengan semua siswa di sekolah ini. Karena  memang sudah waktunya untuk semua Siswa kembali ke rumah masing – masing. Hanya ada beberapa siswa yang masih di area sekolah, mereka yang kumpul ekskul.

Aku berada di depan gerbang, tepatnya di sebelah pos satpam yang berada di sebelah gerbang sekolah. Di dalam sana ada Pak Jono yang selalu siap siaga untuk mengawasi situasi di area gerbang sekolah.
Aku disini bukan untuk menemani Pak Jono tentunya, aku sedang menunggu seseorang. Tapi orang yang aku tunggu belum juga menampakkan dirinya. Aku menatap sekeliling mencari sosok yang aku kenal. Namun dari sekian banyak gerombolan murid, mataku tak menemukan sosok itu.

Aku mengambil ponsel yang ada di saku depan seragamku, bermaksud untuk memberikan pesan singkat padanya. Menanyakan keberadaannya, namun belum sempat aku mengetikkan pesanku seseorang menepuk pundakku.
Aku menolehkan kepalaku dan mendapati orang yang sejak tadi aku tunggu akhirnya datang juga. Bibirku menyunggingkan sebuah senyuman lega.

“Oh… Nuri.” Ucapku.

“Udah lama nunggunya?” Tanyanya padaku.

Aku menggelengkan kepalaku sebagai respon, lalu mataku beralih pada sosok lelaki yang berada di sisinya. Sosok yang tak asing lagi bagiku.

    “Oh dia Ravindra..” Ucap Nuri “kebetulan rumahnya searah dengan kita jadi dia mau pulang bareng kita.” Nuri melanjutkan ucapannya.

Ya Aku tahu itu, aku mengenalnya. Hanya sekedar mengenal.

“Dia…..”

   “Adara…” Ravindra memotong Ucapan Nuri ketika Gadis itu ingin mengenalkanku padanya.

     “Kamu mengenalnya?” Tanya Nuri seakan memastikan.

     “Tentu saja, kami satu kelas.” Jawab Ravindra. Nuri melongo, seakan tak mempercayai apa yang diucapkan Cowok itu.

     “Kamu gak keberatan kan kalo aku pulang bareng kalian?” Kali ini Ravindra bertanya padaku sambil menatapku seakan meminta persetujuan.

“Enggak atuh.” Ucapku sambil tersenyum, Dia hanya menganggukkan kepalanya mengerti.

“Yaudah, ayo pulang.” Ajak Nuri.

Nuri berjalan terlebih dulu meninggalkanku di belakang bersama Ravindra.
Aku menatap Ravindra sebelum melangkah dan mendapati dirinya yang juga menatapku, membuatku kikuk sendiri. Kemudian Dia tersenyum padaku dan mengedikkan kepalanya pelan. Aku menganggukkan kepalaku seakan mengerti apa yang Dia maksud. Kemudian aku melangkahkan kakiku mengikuti Nuri yang sudah berjalan di depanku.
                    ^.^ -- ^.^

Nuri sudah berpisah dengan kami sejak 15 menit yang lalu, karena memang rumahnya terbilang dekat. Hanya butuh 20 menit untuk brjalan dari sekolah ke rumahnya. Sedangkan aku membutuhkan waktu setidaknya 45 menit untuk sampai di rumahku. Sebenarnya hanya butuh waktu 25 menit jika memakai angkot, tapi aku lebih memilih untuk berjalan kaki. Alasannya? Aku terlalu malas untuk naik angkot.

Sedangkan Ravindra? Entahlah..  aku belum mengetahui banyak tentangnya selain fakta tentang dia yang satu kelas denganku dan rumahnya yang searah denganku.  Aku juga tak tahu pasti dimana rumahnya karena sejak kami berpisah dengan Nuri kami belum memulai pembicaraan, dan ketika kami masih bersama Nuri pun Dia tak banyak berbicara.

Aku tak tahu apa yang harus aku katakan, karena pada kenyataannya aku bukan orang yang mudah untuk bergaul dengan orang lain. Dia orang baru untukku –terlepas dari fakta jika dia teman sekelasku- dan sulit untukku memulai pembicaraan. Kami hanya berjalan beriringan tanpa kata, tenggelam dalam pikiran masing – masing.

BELIEVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang