2. Reuni Akbar

279 59 12
                                    

2. REUNI AKBAR

Di minggu-minggu pertama masuk dalam kepanitiaan reuni, divisi konsumsi memang tidak banyak dilibatkan. Tapi di minggu terakhir menjelang acara reuni digelar, divisi konsumsi dibuat sibuk setengah mati oleh si Bagas.

Penjaga semangka sepertiku saja dibikin tak bisa membalas chat dari pacarku sendiri. Aku sibuk mencari taplak meja, ke tempat londri, atau bulak-balik swalayan untuk membeli keperluan divisi konsumsi. Dan siang ini usai dari swalayan di bilangan Taman Mini, aku dan Syahnaz kepanasan lengkap dengan belanjaan kami, sambil menunggu taksi online yang kami pesan datang.

"Kemarin si Bagas keringetan, Dy!" kata Syahnaz dengan girang menceritakan perihal air keringat si Bagas. Sudah tiga jam aku bersamanya, topik yang ia bicarakan hanya perihal momen memasang lampu bareng Bagas, keringat Bagas, dan senyumnya Bagas.

"Percaya gak sih, keringatnya itu, lhooo," katanya lagi dengan intonasi nada melengkung tinggi di akhir kata.

"Kenapa? Rasa coklat tuh keringat?" kataku seadanya tanpa sibuk melihat ke Syahnaz. Bodo amat! Mataku sibuk mencari plat nomor taksi online yang kami pesan.

"Dia tuh, Dy, biarpun pintar, tapi ngomongnya gak tinggi. Dia cuma ngomongin soal warna lampu tumblr yang lagi gue sama dia pasang,"

"Ya kan lu emang lagi masang lampu tumblr sama dia, Naz. Bukan lagi cerdas cermat. Masa iya dia ngomongin Thomas Alfa Edison di situ?"

"Tapi, Dy, begitu Bagas senyum. Aduuuuuh," kata Syahnaz tanpa sedikitipun menggubris tanggapanku.

Kutanggapi ataupun tidak, Syahnaz akan tetap berbicara apapun soal momen memasang lambu tumblr bareng Bagas kemarin. Jadi untuk menghemat energi di cuaca yang terik begini, aku puasa bicara.

Benar saja, lima belas menit selanjutnya sebelum taksi online kami tiba, Syahnaz terus saja mengoceh soal Bagas. Ia hanya berhenti bicara di saat taksi online kami datang, kami masuk ke dalamnya, dan lalu taraaaa, Syahnaz melanjutkan ceritanya. Kalau saja saat itu di dekatku ada roket, sudah kumasukkan Syahnaz ke dalamnya dan kukirim ia ke Venus. Biar gosong di sana sekalian.

Di dalam mobil, kudengar sayup-sayup Syahnaz masih mengoceh soal Bagas, tapi mataku tak bisa terbuka, aku ngantuk sekali. Samar-samar kulihat hapeku: 21 kali panggilan tak terjawab dari Rafi. Rafi pasti rindu padaku karena hampir seminggu ini aku sibuk di dalam kepanitiaan reuni, tapi aku ngantuk sekali. Ocehan Syahnaz soal Bagas bagaikan lulabi di siang ini bagiku.

Maaf ya, Rafi. Maaf ya, Syahnaz. Aku lelah dan ngantuk sekali. Kutinggal sejenak kalian berdua.

Berderit-derit suara ban mobil terdengar olehku. Masih sayup-sayup kubuka perlahan mataku.

"Bangun, bangun, Dy! Udah sampe," kata Syahnaz.

Aku segera melongok ke arah jendela mobil: iya, kami sudah sampai di sekolah. Aku bersiap turun sementara Syahnaz segera membayar taksi online kami.

"Makasih ya, Pak!" kata Syahnaz ke pak sopir.

"Iya, Neng, sama-sama. Salam buat si Mas Bagas!"

Aku sedikit kaget begitu Pak sopir mengucap nama Bagas. Berarti mungkin selama aku tidur, Syahnaz tak berhenti sedetikpun membicarakan Bagas. Dan pak sopir tadi, nyata-nyatannya dibuat jadi pendengarnya. Hahaha, Syahnaz gelo!

Sesampainya kami, Bagas langsung memberi kami instruksi ini itu untuk mempersiapkan segala kebutuhan. Aku benar-benar tak punya waktu membalas telepon Rafi. Aku maklum Bagas berlaku begitu, karena acara reuninya akan digelar malam ini. Seluruh alumni dari angkatan jadul sampai yang baru tahun kemarin lulus akan hadir.

Zenith [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang