12. Rasi Orion

158 29 0
                                    

12. Rasi Orion

Di saat pikiranku sedang dipenuhi Kak Rumi, aku malah ditelepon Kak Davis lama sekali. Sudah setengah jam dia meneleponku buat tanya hal-hal yang sama sekali gak penting buatku. Dia juga cerita soal motor Ninja merah terbarunya, cerita kalau dia masih jomblo, ada cewek kampus naksir tapi dia tolak. Semua semua yang diceritakannya membuatku muak.

Sudah berkali-kali aku ingin matikan saja teleponnya, tapi Kak Davis selalu saja beralasan ini itu yang membuat aku--mau gak mau--harus dengarin dia sampai jamuran.

Dia juga--entah dari mana--tahu perihal Rafi yang membuat onar di sekolah. Ini dijadikan bahan obrolan oleh Kak Davis ke aku. Dia tanya apa aku gak terluka, suruh aku jangan dekat-dekat Rafi lagi, bahkan sampai dia nawarin aku diantar-jemput sekolah sama dia.

Mahasiswa macam apa Kak Davis itu? Banyak sekali waktu luangnya! Tanpa kuminta, dia menawarkan diri ngajarin aku belajar, jadi tukang ojek, jadi bodyguard! Kak Davis, lihat berita sana! Banyak sekali koruptor di negeri ini, urusin mereka, jangan urusin aku terus!

Kalau bukan karena kata-kata Kak Rumi kemarin malam, pasti sudah kumatikan telepon ini. Kata-kata yang membuatku mau menundukkan hatiku pada orang lain, bukan karena suka, tapi karena menghargai sebagai sesama manusia.

Jadi, daripada kalian kuceritakan soal obrolan Kak Davis yang membosankan ini ditelepon, kalian harus kuceritakan perihal kejadian yang menimpa Kak Rumi dan Ayahnya Bagas. Jadi kemarin, setelah polisi meminta keterangan kami (aku, Syahnaz, dan Bagas) Ayahnya Bagas segera menceritakan duduk perkaranya. Beliau bercerita di saat Kak Rumi sedang mendapatkan pertolongan pertama di klinik dekat kantor polisi.

"Tiba-tiba pas mau masuk mobil, dateng anak SMA. Wah, mereka (Rafi ce-es) mukanya layu semua. Bilang habis diculik, mau numpang kalau boleh,"

"Terus Ayah langsung bilang iya gitu?" kata Bagas heran.

"Ya enggak, tapi mereka bilang ke Den Rumi kalo mereka sekolahnya di SMA Den Rumi dulu,"

"Licik banget mereka!" gerutu Syahnaz.

"Kak Rumi pasti langsung ngizinin mereka ikut deh ya, Pak?" tanyaku.

Ayahnya Bagas mengangguk. "Abisan yang satu orang bilang kalo mereka kenal Neng Maudy katanya," kata Ayahnya Bagas sambil menunjukku. Ngomong-ngomong, Ayahnya Bagas sudah tahu kalau aku ini pacaran sama Kak Rumi.

"Siapa yang ngomong gitu, Pak??" kataku dengan sangat kaget.

"Rafi pasti!" seru Syahnaz.

Jelas itu Rafi! Kak Rumi pasti tahu siapa Rafi! Dia kenal wajah Rafi, dulu Kak Rumi pernah tahu aku ikut konvoi Vespa bareng Rafi. Karena kenal wajah, sudah pasti itu alasan kenapa Kak Rumi membolehkan Rafi ce-es ikut masuk ke mobilnya.

"Nah! Iya itu namanya, Rapi!"

"Bapak gak lihat mereka bawa-bawa samurai?" tanyaku.

"Bapak sama Den Rumi gak tahu dia bawa samurai, tahunya bawa gitar disarungin,"

"Di dalemnya pasti gak ada gitar, tapi samurai!" seru Bagas geram.

"Mereka minta dianter ke sekolah, ya udah Bapak anterin. Tahu-tahunya pas Bapak berhenti cari toilet, ada satu orang yang duduk di bangku sopir. Bapak lihat, Den Rumi udah disekap di belakang,"

"Ya ampun!" kataku dengan ngeri.

"Bapak disuruh naik, diancam-ancam. Akhirnya mobil jalan ke sekolah,"

"Terus pas di gudang sekolah, Bapak sama Kak Rumi diapain sama mereka?" tanyaku lagi tanpa sabar, suaraku parau.

"Pak Maman!" seru seseorang dari kejauhan memotong. Ia menggeleng ke Ayahnya Bagas.

Zenith [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang