"Siapa kamu? Dan untuk apa kamu memanggil?" ujar Kei ketus dengan disertai tatapan dingin dan tidak peduli.
Melihat tatapan itu membuat Kinan agak bergidik. Namun ia terus membulatkan tekadnya untuk tidak mundur.
"Aku Kinan. Aku ingin berbicara denganmu." ucap Kinan dengan wajah serius.
Sesaat Kei hanya menatap Kinan dengan tatapan dingin dan tidak terbaca. Kinan menelan salivanya saat itu juga. Ia terus mencoba melawan ketakutannya.
"Aku tidak ada waktu. Pergilah." ucap Kei setelah itu.
"Tapi, aku hanya ingin berbicara denganmu sebentar saja." ucap Kinan. Suaranya kali ini agak sedikit bergetar.
"Seperti yang sudah aku bilang, aku tidak ada waktu." ucap Kei lagi dengan nada yang mulai meninggi.
"B-baiklah," ucap Kinan dengan nada kecewa. "Permisi." lanjutnya setelah itu Kinan langsung pergi meninggalkan Kei.
Ia masuk ke apartemen dan Kinan langsung melangkahkan kakinya cepat menuju ke kamarnya. Setelah itu Kinan menghempaskan tubuhnya ke atas kasur.
"Lagi-lagi kau melakukan hal yang bodoh, Kinan!" gumamnya sambil mengacak-acak rambut panjangnya.
"Hah, bagaimana ini Kinan?!" ucapnya lagi seraya mengusap wajahnya.
Sembari menatap langit-langit kamarnya, Kinan berpikir apa yang harus ia lakukan setelah kejadian ini. Namun, tiba-tiba muncul sebuah keyakinan dalam diri Kinan bahwa ia tidak salah melakukan hal itu karena sedari awal Kinan hanya berniat mencari tahu apa yang menyebabkan Kei berubah seperti saat ini. Setelah itu kepercayaan dirinya kembali muncul dan ia tetap akan melanjutkan 'misi'-nya itu.
"Kau pasti bisa Kinan!" ucapnya lalu bangkit dan terduduk.
***
Setelah makan malam, Kinan memutuskan untuk menghirup udara segar di luar apartemennya. Dengan mata menatap ke arah langit yang hanya menampakkan warna hitam itu seraya ia pun menenangkan pikirannya. Semilir angin yang berlalu itu pun menambah ketenangan malam. Karena merasa bosan Kinan mengalihkan pandangannya kesana kemari sampai di satu titik ia menghentikan gerakan netranya. Intinya mengarah pada sebuah pintu apartemen yang berada tepat di sebelah apartemennya dan itu adalah pintu apartemen Kei.Secara tidak terduga di dalam hatinya terbesit sebuah keinginan untuk masuk ke dalam apartemen Kei. Kinan beranggapan ia akan menemukan informasi yang dapat mendukung perubahan sikap Kei itu. Namun, sementara itu keraguan menahan langkahnya.
Kinan mengepalkan tangannya dengan bersamaan itu pula ia membulatkan tekadnya untuk melakukan hal itu. Setelah tekadnya membulat akhirnya Kinan melakukan tindakannya itu. Kinan mulai melangkahkan kakinya perlahan dan seraya memperhatikan sekitar karena dikhawatirkan Kei mungkin saja melihat aksinya itu.
Tiba di depan pintu, Kinan tidak langsung berusaha untuk masuk ke dalam namun ia terlebih dahulu mengintip melalui celah kecil dari kain penutup jendela. Mata Kinan menangkap banyak bungkus makanan ringan dan cup mie instan yang berserakan di atas meja.
"Ya Tuhan apa yang dia lakukan selama ini? Kenapa bisa sampai berserakan seperti itu?" gumam Kinan penasaran. Dan hal itu pula yang menambah keinginan Kinan untuk mencoba masuk ke dalam.
Sesaat kemudian ia mengamati sekitar kembali dan lalu Kinan meraih gagang pintu. Ia menurunkan gagang pintu itu perlahan dan pintu tersebut pun terbuka. Kaki Kinan melangkah masuk. Lampu remang dan bungkus-bungkus makan menghiasi apartemen Kei. Pandangan Kinan terus mengamati setiap sudut ruangan yang tidak begitu luas itu. Pada titik tertentu tiba-tiba pandagan mata Kinan terhenti. Arah matanya terpusat pada sebuah bingkai foto yang berada di atas rak. Tidak terlalu tampak foto siapa yang terpajang disana, maka itu membuat Kinan harus sedikit mendekat lagi dan seraya ia menyipitkan netranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perspektif
Teen FictionSemesta buat mereka bertemu. Menyatukan apa yang belum menjadi satu dan padu. Mengerti dan memahami masa lalu yang pilu. Ada yang membantu dan dibantu keluar dari rasa sakit yang tak pernah bersurai temu. Kei dan Kinan akan menyatu walau perpisahan...