"Kerangka bahagia?" ucap Kei sedikit bingung ketika membaca tulisan yang Kinan tunjukkan padanya.
"Iya." jawab Kinan singkat dan sambil mengangguk.
"Maksudnya?" tanya Kei belum mengerti.
Kinan menghela napas sejenak sebelum menjawab dan sesaat ia hening. Dan tidak lama ia menjelaskan semuanya.
"Kemarin aku baru menyadari sesuatu hal, Kei," ucap Kinan kemudian memulainya."Ketika kamu berkata bahwa kamu takut untuk bertemu lagi dengan kehilangan... aku menutupinya." ujarnya.
"Aku sama halnya dengan kamu, Kei. A-aku juga takut jika sewaktu-waktu kehilangan itu datang. Aku benar-benar tidak mau menerima kehadirannya. Aku tidak bisa." jelas Kinan.
"Walau begitu kita pasti tahu, mau bagaimanapun juga dunia tidak bisa memberi semua apa yang kita mau, kan? Salah satunya, keabadian." ujar Kinan kemudian.
Kei terpaku dan mengaduk-aduk makanannya. "Iya, kamu benar." ucap Kei dengan wajah berubah murung.
"Tapi, Kei..." ucap Kinan sambil memandang wajah Kei. Ditatap matanya."Kita tidak boleh tenggelam pada rasa takut akan kehilangan." ujar Kinan.
"Kerangka bahagia ini yang nantinya akan jadi obat, Kei. Obat yang sewaktu-waktu yang akan dibutuhkan. " ucap Kinan penuh keyakinan.
"Kita lakukan ini bersama, ya, Kei. Buat kerangka ini menjadi kenyataan yang benar-benar bahagia." lanjut Kinan sambil menatap serius wajah Kei.
Kei membalas tatapan Kinan. Wajahnya masih dipenuhi keraguan. Tapi, sebisa mungkin Kei segera menenangkan dirinya dan mempercayai setiap kata yang baru saja Kinan katakan. Dirinya pun melepaskan ikatan keraguan yang selama ini masih mengikatnya kuat.
"Baik, aku akan melakukannya." jawab Kei dan kemudian tersenyum dengan perasaan lega sepenuhnya.
Kinan pun yang mendengarnya juga langsung merasa begitu tenang. Akhirnya, Kei bisa menerima garis yang memang sudah menjadi sebuah kepastian. Kinan juga telah bisa mengikhlaskan apapun yang dimana telah ditakdirkan kepadanya. Mulai saat itu, mereka telah berhasil melawan ketakutan akan kehilangan dan dijelmakannya menjadi sebuah penerimaan penuh akan keyakinan.
***
"Hana, sepertinya akan sangat senang jika dia tahu tentang ini," ujar Kei sambil masih menatap lagi kertas yang diberikan Kinan itu.
"Tentu. Aku yakin dia sudah bosan berada di rumah sakit terus-menerus." balas Kinan.
Namun, tiba-tiba Kei menghentikan langkahnya. Sehingga Kinan juga harus menunda perjalanannya menuju kelas. Kinan kemudian menatap Kei yang terlihat cemas."Ada apa, Kei?"
"Aku baru saja terpikir suatu hal. Apa... Hana bisa melakukan ini semua dengan kondisinya sekarang?" ujar Kei.
"Kei, sudahlah, jangan seperti ini terus. Kamu harus yakin, jika Hana bisa melakukannya juga, Kei." ucap Kinan.
"Kamu hanya butuh yakin, Kei. Keyakinanmu itu yang akan mengubah segala keadaan yang kamu anggap tidak mungkin untuk dilakukan menjadi sebuah kemungkinan yang dapat dilakukan" lanjut Kinan berusaha mengembalikan keyakinan dalam diri Kei.
"Ya... kamu benar, Kinan." ujar Kei sambil menganggukan kepalanya beberapa kali karena ia sangat setuju dengan pernyataan Kinan.
"Kita pasti bisa melakukan ini bersama-sama. Hana, Keyko, Haru, aku, dan kamu akan jadi memori. Memori itu yang nantinya buat kita memenagkan perlawanan akan kejamnya kehilangan." jelas Kinan.
Tak lama terukir sebuah simpul senyuman di ujung bibir Kei setelah mendengarnya."Terima kasih, Kinan."
"Tidak perlu berterimakasih, Kei. Aku lakukan ini tulus. Aku hanya ingin kita abadi." ujar Kinan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perspektif
Teen FictionSemesta buat mereka bertemu. Menyatukan apa yang belum menjadi satu dan padu. Mengerti dan memahami masa lalu yang pilu. Ada yang membantu dan dibantu keluar dari rasa sakit yang tak pernah bersurai temu. Kei dan Kinan akan menyatu walau perpisahan...