Bab 10 : Cahaya Diantara Kegelapan

49 4 0
                                    

Netra gadis kecil itu perlahan tertutup. Bukan, ia tidak kembali tertidur panjang. Namun kini kantuk melandanya. Kinan pun membenahi selimut yang masih sedikit terbuka agar menutupi tubuh Hana.

"Hana sudah tertidur," ujar Kinan kepada Kei yang sedang bersandar di sebuah sofa sembari melukis sesuatu di atas buku gambarnya. Kei pun mengangguk setelah mendengar pernyataan Kinan itu.

Kemudian ia menghentikan kegiatan menggambarnya. Kei menutup buku gambar miliknya dan beranjak berdiri."Aku sedaritadi hanya melihatmu bermain dengan Hana sampai kamu melupakan sesuatu." ujar Kei kemudian.

Kinan tampak bingung akan ucapan Kei. Ia berusaha mengingat-ingat 'sesuatu' yang Kei katakan itu. Kinan yakin bahwa dirinya sama sekali tidak melupakan sesuatu hal apapun.

"Ikut aku," ucap Kei menyuruh Kinan yang belum selesai mengingat sesuatu hal itu. Kinan pun pada akhirnya menurut.

Mereka berdua berjalan beriringan menyusuri lorong rumah sakit. Tanpa suara hanya hening yang ada diantara mereka. Sampai mereka tiba pada sebuah tempat dimana disana terdapat beberapa kios yang menjual makanan. Dan mereka pun tiba di kantin rumah sakit.

"Tunggu disini." ujar Kei memberi perintah.

"Baik." jawab Kinan dan kemudian duduk di bangku yang sudah Kei pilihkan.

Sekitar lima belas menit Kei pun kembali dengan membawa makanan dan kemudian ia duduk di bangku satunya sehingga posisi mereka sekarang saling berhadapan.

"Makanlah." ucap Kei.

Kinan sesaat hanya menatap makanan itu. Ia sedikit terkejut terhadap sikap Kei itu. Kinan menyadari bahwa perlahan Kei telah keluar dari jeratan kekhawatirannya akan kehilangan.

"Kamu tidak suka?" tanya Kei setelah menyadari sikap Kinan itu.

"A-ah, tidak. Aku sebenarnya tidak lapar." ujar Kinan berbohong.

Namun, tak lama setelah itu, terdengar suara dari arah perut Kinan. Semburat merah pun kemudian muncul di pipi Kinan. Ia lalu menundukkan kepala berusaha menutupi wajahnya yang sudah memerah. Kei kala itu hanya tersenyum kecil melihat tingkah Kinan.

"Membuat seseorang kembali tersenyum juga butuh energi bukan?" ujar Kei kemudian.

"Mungkin kamu tidak menyadarinya. Ketika kamu berusaha membuat Hana kembali tersenyum, selama itu pula kamu berusaha untuk ikut merasakan kesedihan yang sedang Hana rasakan. Kini kesedihan itu juga ada padamu. Dan kesedihan yang ada pada dirimu telah menguras energimu." ucap Kei.

Kinan seketika tercekat mendengarnya.

"Jadi, makanlah untuk mengembalikannya." ujar Kei menutup pembicaraannya kala itu. Setelahnya Kei fokus menghabiskan makanannya.

Kinan sesaat mencerna setiap kalimat yang Kei katakan. Kei benar akan setiap perkataannya. Dan tidak terbayang olehnya jika seorang laki-laki yang begitu menutup diri pada dunia kala pertama kali bertemu dengannya itu mampu memahami dirinya. Kei perlahan telah berubah.

***

Setelah makanan mereka habis, mereka beranjak pergi dari kantin rumah sakit.

"Ingin ke taman sejenak?" tanya Kei.

"Bagaimana dengan Hana?" ujar Kinan justru kembali bertanya.

"Tidak perlu khawatir. Aku yakin Hana masih terlelap dalam tidurnya." jawab Kei menyakinkan Kinan.

Kinan pun mengangguk paham,"Baiklah, aku percaya padamu, Kei. Tapi ... aku tidak akan memaafkan jika dugaanmu itu salah."

Kei hanya tersenyum kecil lagi mendengarnya. Kinan sesaat menjadi sedikit salah tingkah dan wajahnya kembali memunculkan semburat merah. Pertama kalinya Kinan melihat Kei tersenyum seperti beban di hidupnya selama ini telah sirna. Namun, Kinan bersyukur jika memang sekarang Kei sudah mampu melepas segala beban di hidupnya itu dan bersyukur Kei berhasil pula menjemput senyumnya kembali.

PerspektifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang