Bab 6 : Lukisan Kehilangan

91 10 0
                                    

Kei mengarahkan pandangan matanya pada Kinan sesaat dan kemudian memalingkan kembali pandangannya. Lalu ia menghela napas lagi dan mengembuskannya.

"Aku tidak ingin kembali merasakan kehilangan." ucap Kei.

Kinan sedikit tercekat mendengar kalimat yang keluar dari mulut Kei. Entah Kinan tidak tahu apa yang menyebabkannya mengatakan hal itu.

"Kehilangan memang hal yang paling menyakitkan, Kei," balas Kinan.

"Manusia hanya bisa menerima takdir itu. Tidak diberi pilihan. Semua akan meninggalkan dan ditinggalkan." lanjut Kinan sembari menatap Kei lekat yang sedaritadi hanya menunduk.

Kei menghela napas berat, "Mudah untuk mengatakan hal itu." ucap Kei.

Kinan mengubah posisi kembali bersandar pada dinding. Sesaat ia membenarkan anak rambut yang mengenai matanya.

"Iya, mengatakan hal itu memang mudah." jawab Kinan.

"Dan pada kenyataannya merelakan sebuah kehilangan memang tidak semudah dari apa yang diucapkan." lanjut Kinan.

Kinan berhenti sejenak. Mengangkat kepalanya sedikit lebih tinggi.

"Manusia memang tidak diberi pilihan. Tapi aku yakin, Kei. Alam semesta ini mengetahui segalanya. Mengetahui apa yang terbaik untuk manusia."

"Alam semesta pun tahu. Mereka ambil apa yang kita punya karena kita mampu. Diberi kehilangan agar kita tumbuh kuat dan sadar bahwa dunia dan isinya diciptakan untuk bertemu lalu ditakdirkan untuk pergi." ucap Kinan.

Kei mengarahkan diam-diam intinya kepada Kinan yang berada di sebelahnya. Kei mendapati air mata jatuh mengalir membasahi pipi Kinan. Kei hanya dapat terkejut dan kemudian memalingkan pandangannya. Ia tidak dapat melakukan apapun pada waktu itu dan setelah itu pula diantara mereka hanya ada keheningan tanpa kata yang terucapkan.

***

Kinan menghapus air matanya dan kemudian menarik napas panjang agar perasaannya kembali diselimuti ketenangan. Lalu ia mengingat sesuatu hal yang sedaritadi dirinya lupakan.

Buku gambar itu?!

Kinan pun akhirnya menyadari bahwa ia harus mengembalikan buku gambar milik Kei.

"Kei," panggil Kinan sembari membuka ranselnya dan mengambil buku gambar itu.

"Kamu meninggalkannya di dalam loker mejamu." lanjut Kinan seraya menyerahkan buku gambar itu kepada Kei dan Kei pun menerimanya.

"Oh, iya, kamu tidak perlu khawatir. Aku tidak membuka buku gambar itu satu lembar pun." jelas Kinan kepada Kei karena ia tak ingin terjadi kesalahpahaman.

"Kamu ingin mengetahui isi buku ini?" tanya Kei tiba-tiba.

"Sebenarnya ... aku juga ingin tahu isi buku gambar itu," ujar Kinan mengakui."Jika memang diizinkan, ya, aku ingin mengetahuinya." lanjut Kinan.

Setelah itu Kei membuka satu demi satu lembar buku gambar miliknya. Kinan sedikit mendekatkan tubuhnya agar dapat melihat setiap lukisan di dalam buku gambar Kei itu.

"Ini ayahku," ucap Kei memberi tahu ketika ia membuka lembar pertama yang menampakkan wajah seorang laki-laki dewasa dengan raut wajah begitu tegas.

PerspektifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang