.
.
.
.
.
Bukan hal aneh bagi Jungkook saat mendapati wajah sumringah Taeyung yang menyeruak tanpa sebab seperti ini, hal itu sudah bukan hal aneh lagi sejak Jungkook memutuskan untuk jatuh mencintai pemuda dengan senyum kotak menggemaskan yang ingin dia kantongi dalam aku setiap kali memikirkan nasib pernikahannya yang di tangguhkan karena abang Namjoon gencar sekali meminta di carikan jodoh. Oke, tapi senyum Taehyung kali ini sedikit ambigu.
.
Jadi, bolehkan Jungkook sedikit khawatir. Apa efek obat pencahar yang tak sengaja Taehyung makan sudah mengkontaminasi otaknya?
.
"Taehyung sehat?" oke, ini masih pertanyaan wajar. Taehyung mengangguk antusias tanpa menoleh. Tangannya bergerak lucu pada jendela mobil, membuat pola-pola abstrak sembari bersenandung.
.
"Taehyung masih ingat kan pernikahan kita kurang dari tiga minggu kan?" nah, ini pertanyaan sedikit menyimpang dari apa yang dia khawatirkan namun masih dalam batas wajar. Taehyung berbalik menatap Jungkook tajam sebelum membalas. "Jungkook ngatain Taehyung pikun?"
.
Hm, gawat. Satu hal tentang Kim Taehyung yang begitu dia cintai. Dia, si anak paling bontot bunda Kim itu sensitive sekali seperti kulit bayi. Gesek sedikit baret, di tanya sedikit baper, di bentak sedikit ngambek. Nah, ini salah satu contohnya. Dan Jungkook, dia sudah terlatih untuk hal semacam ini sejak dia mengenal pemuda itu.
.
"Jungkook kan cuma ngingetin Taehyung, jaga kesehatan. Taehyung mau pas acara pernikahan kita Taehyung sakit, nggak datang terus Jungkook di nikahi tamu yang nggak sengaja kesemsem sama ketampanan Jungkook."
.
Hm, sejak kapan pula Jungkook jadi alay macam ini?
.
"Jadi Jungkook doain Taehyung sakit?" hadeh, apalagi ini..
.
Jungkook menghentikan mobil di pinggir jalan, menghela nafas perlahan sebelum berbalik menatap lembut Taehyung yang kini telah menatapnya kesal. Taehyung dan segala hal yang membingungkan itu adalah cintanya, semua hal. Maka, saat jemari panjangnya menuntun membimbing jemari Taehyung untuk andil dalam satu genggaman hangat. Jungkook tersenyum, membawa satu kecupan tersemat disana sembari berujar.
.
"Karena Kim Taehyung adalah perwujudan kalahku yang sempurna, maka dengan segenap kasih yang tak terkira ku sematkan berbagai macam doa. Tentangmu, tentang kita. Yang akan selalu berbagi suka dan duka. Selamanya.. Akan ku temani kamu, selamanya. Tanpa perlu kamu meminta ataupun bertanya."
.
Taehyung menatap Jungkook tak berkedip, dia terlalu tersenyuh dan merasa begitu sempurna. Jungkook, pemuda itu adalah satu yang tak akan pernah bisa dia gadaikan dimanapun di sudut dunia. Dia beruntung, sungguh beruntung menemukan Taehyung di depan sekolah tempat dia mengajar waktu itu.
.
"Taehyung bersyukur Jungkook mulung di depan sekolah Taehyung waktu itu." Lantas, pembicaraan itu kian melebar. Taehyung dan semua dunianya yang begitu membingungkan. Entah bagaimana Jungkook hanya bisa tertawa bahagia karenanya.
.
"Aku nggak mulung Tae, aku ikut membersihkan lingkungan bersama─"
.
"Iyaaa, Tau. Tapi yang namanya ambil sampah-sampah bekas itu namanya tetep mulung Jungkook sayang. Udah. Kenapa kamu nggak jalan aja. Taehyung kangen Abang. Heheeh."
.
Oke, percuma. Iyakan saja. Toh, taehyung bisa terseyum bahagia dengan begitu adanya. Cukup dia, cukup hatinya, tidak perlu mengklarifikasikan sesuatu yang hanya akan berakhir percuma. Karena dengan atau tanpa Taehyung mengerti Jungkook sudah bahagia. Sebab Taehyung memilihnya. Pemuda itu telah sukses mengenggam tangan serta seluruh hatinya. Sekarang dan selamanya.
.
.
.
.
.
[a/n : lalalalalaaa... balik lagi, oke. Ini kan emang ff selingan yang ringan kek kerupuk ya. Jadi dibawa santai saja. Dan terimakasih sudah mau mampir! Semoga suka! Salam Go Green! TianLian]