.
.
.
.
.
Jungkook menunggu dengan tawa yang begitu sumringah, hatinya yang sempat sedikit mendung karena tingkah sang kakek kini mulai cerah hanya karena pesan-pesan konyol yang Taehyung kirim padanya. Seorang pelayan datang dengan ramah, memberi satu buku menu lengkap dengan kertas kecil berisi nomor telepon. Tch, masih ada saja manusia buta yang terpikat dengan visual Jeon Jungkook bin tsundere ini.
.
Jungkook meyambut ramah, tersenyum seadanya sebab rasa bahagia yang membuncah di dadanya terlampau menyenangkan untuknya. "Terimakasih." Ucap Jungkook kemudian setelah memesan beberapa minum serta kue. Pelayan itu pergi dengan tawa sumringah pula berharap nomornya akan di tindak lanjuti tapi hm, hanya Tuhan yang tahu bagaimana kelanjutan kertas berisi nomor pelayan itu akan bermuara.
.
Pintu café terbuka, Jungkook menyambut Taehyung yang datang dengan senyum cerah. Namun, senyum itu luntur satu detik kemudian saat matanya bersibobrok dengan mata seseorang yang masih tampak begitu gagah di umurnya yang tak bisa lagi dikatakan tua. "Kakek?" manusia dengan label kakek Jeon Jungkook itu sudah tal bisa lagi dikatakan tua. Manusia itu sudah terlampau renta namun sulit untuk tidak mengerocoki masalah asmara cucu satu-satunya keluarga Jeon yang konon katanya masih keturunan ningrat nan konglomerat.
.
"Oh, apa kau sudah memesan?" bertanya seolah kakek itu diundang saja dalam acara temu kangen Jungkook dengan Taehyung tercinta. Manusia renta yang sudah seharusnya diam dan mendekam saja di rumah daripada encok dan sakit rematiknya kambuh itu benar-benar. Hh, Jungkook sampai tak bisa berkata karenanya.
.
"Taehyung tadi tidak sengaja bertemu dengan kakek loh diluar." Jelas Taehyung sembari mencium mesra pipi Jungkook. Jungkook yang pada dasarnya tahu akal licik nan tipu muslihat sang kakek hanya tersenyum jumawa. Dalam kamusnya, tidak aka nada kata kebetulan bagi kakeknya itu. Semua itu di sengaja! Kakeknya mensabotase pertemuan mereka!
.
"Benarkah?" namun Jungkook hanya pura-pura terkejut saja daripada berurusan lebih panjang dengan kakeknya, sudahlah biarlah kakeknya bahagia hari ini saja. Taehyung mengangguk antusias. Duduk dengan anggun di apit Jungkook serta kakek. "Iya, untung tadi kakek bertemu Taehyung. Kalau tidak ketemu Taehyung dan malah ketemu penjahat lalu kakek di culik bagaimana. Nanti Jungkook jadi tidak punya wali waktu di altar bersama Taehyung."
.
Dan pemikiran lain macam di culik itu sungguh menggelikan, yang ada kakek datang untuk menculik Taehyung dari sisinya. Sialan, itu juga kenapa tangan kakek mengusap-usap kepala Taehyung begitu!
.
"Silahkan menikmati." Pelayan yang sama datang, masih coba mencuri pandang pada Jungkook yang sudah terlampau kesal karena tingkah polah Kakek. "Kakek tidak ada rapat?" Jungkook coba mengusir, namun sang kakek punya lebih dari seribu lebih satu juta macam alasan untuk menghindar. "Sudah ada seseorang yang menangani itu semua, salahkan saja cucu kakek satu-satunya yang lebih memilih mangkir dari tanggung jawab dan menjadi penulis itu."
.
Skak mat, Taehyung terkekeh geli sembari menarik sepiring kue untuk dia comot. "Kakek bisa cari cucu lain yang mau membantu kakek loh."
.
Nah, Taehyung dan segala gagasan absurd yang selalu mmembuat wajah tua kakeknya tampak lebih muda. Jungkook heran, bagaimana dua manusia beda generasi itu terkadang tampak begitu cocok, begitu kompak, begitu bahagia layaknya sebuah keluarga yang sebenarnya.
.
"Oh, Taehyung punya calon lain yang lebih mumpuni daripada Jungkook ya! Sini kenalkan sama Kakek siapa tau jodoh."
.
Taehyung tertawa renyah, menjabarkan seseorang yang berdedikasi penuh pada bisnis dengan segala keuletan yang membuat kakek seolah tersihir karena hasutan Taehyung yang Jungkook sendiri mengerti itu tentang siapa. "Jadi, itu siapa?" tanya Kakek pada akhirnya.
.
Taehyung memamerkan senyum kotak beserta deretan gigi putih yang lucu dengan begitu menggemaskan, Ya Tuhan, Jungkook jadi ingin segera menjalin bahtera rumah tangga dengan manusia manis bernama Jeon Taehyung ini. Ah, masih Kim ya.
.
"Abang nya Taehyung.. hehehe." Kakek diam, Taehyung masih meringis. Dan Jungkook sudah mau menghabiskan setengah isi cangkirnya mendengar dua manusia itu bercengkrama. "Jadi Taehyung mau kakek bantu hubungan Taehyung sama kakak Taehyung sendiri?"
.
Taehyung lagi-lagi tergelak sedang Jungkook sudah menghela nafas lelah karenanya, serius. Kakeknya ini lama-lama jadi mirip sekali dengan Taehyung. Omong kosong apalagi itu. "Kek, sekertaris Kim mengirim pesan darurat, dia menunggu kakek di kantor. Ada investor dari Jepang katanya."
.
Kakek hanya mengernyit, hendak melancarkan senjata lain untuk melawan Jungkook tapi Taehyung sudah buu-buru menyela. "Astaga, kakek sibuk sekali ya. Kalau begitu kakek harus cepat-cepat pergi dong. Taehyung antar mau?"
.
Hm, lagi-lagi. Jungkook lagi-lagi tak habis pikir bagaimana otak pikiran serta ucapan Taehyung itu bekerja. Kenapa selalu saja membawa Jungkook dalam persimpangan antara hati dan nuraninya. Dia bermaksud mengusir kakek kok ya malah dia yang merasa terusir. "Memang Taehyung tadi naik apa kemari?"
.
"Memangnya Kakek percaya kalau Taehyung nyetir mobil sendiri." Kakek tersenyum. "Jadi Taehyung mau antar kakek pakai apa?"
.
Taehyung menggenggam jemari Jungkook tiba-tiba. "Kan ada calon ayah dari anak-anak Taehyung yang siap mengantar Kakek disini."
.
.
.
.
.
[a/n : saya kembali dengan ff yang genre nya gatau apa. Hm, yaudah... semoga suka, semoga ga lupa dengan cerita ini. Salam Go Green! TianLian]