.
.
.
.
.
Detik itu masih bisa dihitung, detik yang berlalu bersama pilu yang kini mulai terkenang bersama tangis yang telah lama pudar. Tepatnya seribu empat ratus sembilan puluh dua hari, terhitung tiga puluh lima ribu delapan ratus delapan jam, dan terkenang sebanyak dua juta seratus ribu empat puluh delapan ribu empat ratus delapan puluh menit telah terlewat.
.
Tragedy tenggelamnya kapal sewol diperingati hari ini, hari yang masih cerah seperti biasa, matahari pun masih terbit dari timur dan pasti akan tenggelam di barat. Hari yang diketahui seluruh manusia kota Seoul sebagai hari peringatan bagi para saudara, sahabat, kekasih, anak, ayah, ibu, adik, ataupun kakak mereka yang ikut menjadi korban dalam peristiwa tersebut.
.
Hari yang begitu bersejarah, yang terpaksa meninggalkan peringatan lain sebagai korban yang terlupakan.
.
Enam belas april dua ribu empat belas, tepat hari dimana kapal sewol tenggelam dua anak manusia itu saling bertemu sebagai dua orang asing yang saling tertarik. Satu tahun berlalu keduanya mengatakan jika akan bersama, tepat dua tahun kemudian di tanggal yang sama keduanya melangsungkan pernikahan yang cukup megah dan cukup menggemparkan dengan berakhir cukup tragis.
.
Sang mempelai tak hadir dalam acara yang dihadiri begitu banyak keluarga serta kerabat, Min Suga─ calon pendamping hidup Abang Namjoon- pemuda itu memilih tak hadir tanpa ada satupun pemberitahuan. Kasak-kusuk terdengar, tawa mencemooh hanyalah awal, dan semua hal indah itu berakhir rumit kemudian.
.
Abang Namjoon mengingat semua hal itu secara rinci, bahkan saat Min Suga datang bersama dengan uang dalam dua koper besar. Itu hanyalah kesalahan─kata Min Suga. Dia beralibi jika Namjoon tidak akan bisa bahagia bersamanya. Tapi, tahu apa? Apa yang Min Suga ketahui tentang hatinya yang sampai detik ini masih menginginkannya.
.
.
.
.
.
Abang mematikan televisi rumah sakit yang coba menampilkan berita tenggelamnya kapal Sewol secara latah. Oke, kejadian itu sudah berlalu, kenapa harus kembali dikenang? Tidak tahukah mereka hati Namjoon juga ikutan sakit melihat tanggal itu.
.
Mengabaikan Jungkook yang sepertinya heboh menerima telepon, Namjoon bangkit dari ranjang. Menghela nafas dengan enggan dan hal itu sukses membuatnya kembali teringat pada sang mantan calon pengantin nya. Min Suga.
.
Abang Namjoon memutuskan untuk berjalan-jalan, setidaknya di jalan dia tidak akan melihat sederet angka-angka sialan yang coba kembali mengusiknya.
.
"Dokter, Min Suga pasien kamar 123 mengalami kejang!"
.
Lalu, suara seorang perawat membuat Namjoon diam ditempat. Lorong yang pajang itu kini penuh dengan derap kaki kebingungan.
.
Min Suga,
.
Min Suga-nya,
.
Dia ada disini, di rumah sakit ini bersamanya. Mereka begitu dekat dan Namjoon seolah menjadi batu ditempat. Ia hanya melihat tanpa melakukan apapun saat gerombolan petugas medis itu masuk ke dalam satu ruang.
.
Dia, dan semua cerita yang hadir dalam kenang di setiap malam. Mimpi yang tak pernah bisa Namjoon wujudkan.
.
Pemuda cantik yang membuatnya kokoh serta rapuh dalam waktu bersamaan,
.
Pemuda cantik itu diam, Namjoon tahu dia sungguh kesakitan. Semua kabel itu dan semua peralatan medis yang membuatnya terlihat amat menyedihkan. Dalam kerubung tangan-tangan yang coba menyelamatkan. Detak itu berdenyut namun nyaris menghilang. Lantas, dari balik pintu ruang yang terbuka, tetes air mata itu turut andil. Hadir bersama kenang yang menyeruak dalam satu harapan.
.
Bangunlah, Bangunlah, setidaknya cukup buat aku menggantikan sakit untukmu sendirian. Cukup aku dan hiduplah bahagia dengan kesakitan yang kau berikan. Bangunlah, jangan pergi... jangan menyakiti dirimu sendiri dalam diam.─Namjoon
.
.
.
.
.
[a/n : saya tuh sedih lihat Abang, bang... I love you!!! Oke, sekedar mengenang empat tahun tragedy tenggelamnya kapal sewol. Sekian. Terimakasih. Salam Go Green! TianLian]
