Diary bab X : Ini Dia Rw Kami!

81 27 9
                                    

pagi ini adalah pagi ke dua semenjak insiden sidang kampret itu. Kalian semua nanya gimana satu hari berlalu? Hahaha...rahasia.

Selepas ruang pengadilan yang dibakar habir sama jejeran DAON KELOR, maka kami pun berbondong-bondong nyelamatin barang-barang berharga di dalamnya. Kue dan ikan misalnya.

Upacara pembakaran pengadilan karena kasus kampret gue itu dipimpin sama si Darless. Dengan penuh amarah, dia berniat nenggelemin aja ke lautan. Tapi karena harus nyeret tu pengadilan dan berat banget, makanya dibakar aja akhirnya.

Dan korban dari pembakaran itu adalah Darless sendiri, karena kumis sebelah kanannya hangus dan buku kepalanya kebakar sedikit.

Gue mengusap wajah yang kaku dan kebas. Menatap sekeliling yang sepi dengan mata sayu dan tanpa semangat, gue berniat memejamkan mata.

Semangat gue luntur seketika seperti buih di lautan yang keterjang badai. Hilang, tak berbekas. Padahal busa dilautan itu banyak banget, tapi bagi gue itu udah gak ada apa-apanya. Tetep aja gue lemes banget.

Tiba-tiba, gue mendengar suara Yoanan yang terdengar dari jauhan dan serak-seraknya mengikuti suara khasnya itu.

" woi Tom! Si pak RT nyariin elu noh! "
Teriak Yoanan sambil berkacak pinggang.

Luka memar di sekitar wajahnya semakin banyak. Darah kering di ujung bibir masih belum hilang.

Mengerutkan kening, gue bangun dari tidur singkat gue dan lekas duduk.

" ngapain dia nanyain gue? "

Meraup wajahnya dengan rumput panjang dihadapannya dan berniat memakannya, Yoanan menatap sekilas wajah gue dengan memicingkan sebelah mata.

Seolah memandang gue dengan tatapan sebagai kucing cabe-cabean yang biasa mangkal sama dia di tepi lautan.

Masih untung kagak gue ceburin aja ni kucing ke lautan bareng hiu dan penyu.

" kagak tahu gue. Mau dijadiin satpam kali lo. Gantiin si tua bangka, "

Gue terperanggah. Alih-alih bahagia, gue malah merinding disko dibuatnya.

Menghadapi malam-malam ditemani tiga kuntilanak yang gak berenti tertawa adalah sesuatu yang sangat sesuatu buat gue.

" emang si tua bangka udah minta pensiun ya? "
Tanya gue sambil berdiri. Langkah pertama untuk tekhnik lari cepat. Lari dari kenyataan.

Kalau aja ni kehidupan bisa gonta-ganti raga, gue bakalan milih jadi si Polo.

" udah budek dia. Bukan dia yang mau keluar, tapi tiga kuntilanak itu udah kagak mau curhat sama si tua bangka. Udah budek, ember lagi. "
Keluh Yoanan sambil membenahi kalung lonceng barunya. Pemberian dari pak rw.

" lonceng baru ni? "
Tanya gue.

" iya, kemarin si pak rw yang kasih. Bagus kagak? Emas asli lo, "
Balas Yoanan sombong.

Menggoyang-goyangkan loncengnya dengan sok anggun. Padahal tu lonceng mirip banget sama lonceng sapi.

Bahkan dilihat-lihat, ukurannya juga hampir sama.

Ni kucing emang sombong banget. Kemarin aja ni ya, dia kan di kasih pindang ama si penjual pecel lele, pindangnya digantungin di luar rumah kardusnya.

Berniat pamer.

Ujung-ujungnya, seminggu kak Arka kagak ngasih dia makan. Karena kak Arka ngira si Yoanan udah punya pemilik.

Padahal, siapa yang mau ngadopsi si Yoanan?

" emasiapa yang tanya kali. Udah ah, gue cabut dulu. "
Ucap gue memberi salam perpisahan.

" yaudah, sono yang jauh! Jatah makan lo buat gue aja, "
Teriak Yoanan.

The Diary Of 'Kucing Satu Komplek' -kucing juga butuh diary-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang