DPP 6 - Diary Harold ' kak Arka harus tahu '

59 7 0
                                    

Selepas kejadian itu, kak Arka-pun jatuh pingsan. Namun sebelum ibu dan ayah masuk, kami para kucing akhirnya bersepakat untuk bekerja sama merapikan ruang tengah yang lebih mirip kapal pecah ini. Banyak jajanan yang berantakan, ada yang tumpah ruah di karpet, dan aneka sampah yang berserakan-pun harus segera kami rapikan seperti sedia kala.

Agar tidak memancing kecurigaan penduduk setempat.

Mereka semua langsung berlarian ke luar rumah. Berniat kabur cantik, akhirnya mereka memutuskan untuk melewati jendela.

Aish!

Bahkan, saking terburu-burunya sampai ada emak-emak yang kebingungan dengan baju barunya yang nyangkut di serpihan kayu jendela lalu meronta penuh kehebohan. Dan anak-anak yang tetep keukeuh mempertahankan posisi mereka disamping gue karena belum dapat jatah thr pula.

Bruuh..

Sekarang, gue sedang duduk di lantai kamar kak Arka. Memandanginya penuh harap agar dia lekas bangun dan kembali ceria seperti sedia kala.

" bagaimana pak ustadz, keadaan anak saya? "
Tanya ibu sambil memandang pak ustadz penuh harap. Tangan kanan ibu tak lepas dari dahi lebar kak Arka yang penuh jerawat. Rambut keritingnya sampai tergerai asal mengelilingi kepalanya. Jadilah rambut itu semakin kasar, kusut dan kusam saja. Wajahnya yang coklat-pun pucat pasi. Matanya terpejam sempurna.

Pak ustadz menghela nafas. lalu menundukkan kepala dalam-dalam dan mulai membaca sebuah doa yang ditiupkan pada air dalam gelas yang tengah digenggamnya. Lalu menyerahkan gelas itu pada ibu, dan memintanya untuk diminumkan ke kak Arka jika gadis itu sudah siuman.

" nak Arkania tidak ada masalah kok, bu. Mungkin hanya syok saja. "
Balas pak ustadz sambil menolehkan pandangannya padaku dengan mata teduhnya. Menatapku lamat-lamat lalu melebarkan pandangan. Setelah beberapa saat aksi kami saling pandang, akhirnya beliau menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan. Senyum tipis terukir indah diwajahnya yang berkharisma.

" saya tidak tahu apa yang terjadi padanya, pak kyai. Setahu saya, anak saya ini sudah terkapar di depan pintu. Bahkan hampir membuat saya tersandung.

Karena pikiran saya saat itu semrawut, jadilah saya kira kalau anak saya ini terkena gangguan jin dan sihir. Maka dari itu saya memanggil panjenengan kemari. "
Jelas ibu sambil bangun dari duduknya, lantas membenahi posisi selimut kak Arka dengan benar dan memberinya kecupan di dahi. Kemudian mempersilahkan pak ustadz untuk menikmati hidangan yang telah disediakan oleh ayah di meja makan.

" setahu saya, juga tidak ada sihir ataupun jin yang mengganggu nak Arkania, bu. "
Jawab pak ustadz dengan tenang.

" yang saya takutkan sebenarnya itu. Alhamdulillah kalau ternyata tidak ada gangguan. "
Balas ibu sambil mempersilahkan pak ustadz duduk di kursi makan, bersebelahan dengan ayah yang sedari tadi mengukir senyum dan ikut mempersilahkan dengan ramah.

_____________

" Ngong, ngak ngakka ngahih hinghang ha? "
Tanya Libra dengan mulut penuh bandeng gemuk matang bumbu air sungai. Gue yakin, itu bandeng sebenarnya bumbu pedas. Kelihatan dari ekspresinya mukanya Libra yang memerah. Terus karena Libra gak suka pedas, jadinya dicelupin deh ke sungai. Pengennya sih, biar gak kepedesan banget. Eh malah lepek.

" kalau ngomong itu yang jelas dong! Dimakan bareng-bareng dulu kek, itu bandengnya. "
Balas Polo dari kejauhan. Tangannya memainkan ujung kemejanya yang kusut. Belum disetrika. Gue yakin, ini bik Gea pasti udah males banget ngurusin ni kucing gemuk.

Ngurusin badannya sendiri aja kesulitan, apalagi ngurusin badan kucing.

Libra hanya cengengesan dan kalang kabut mencari dedaunan kering yang utuh untuk alas makanannya ini. Setelah menemukannya, ikan bandengnya itu langsung diletakkan ke atasnya dengan hati-hati. Dia memperlakukan bandeng itu layaknya benda pusaka.

The Diary Of 'Kucing Satu Komplek' -kucing juga butuh diary-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang