Author POV.
Pukul 01.00 dini hari.
Malam ketika tuyul dan babi ngepet bekerja. Disanalah gue sadar jikalau kucing gue bukan makhluk sembarangan. Semua kejadian aneh yang gue alami selama ini bukanlah sekedar imajinasi, ilusi apalagi musisi. Gue melihat, sesuatu yang tak seharusnya gue lihat. Dan gue mendengar, apa yang tak seharusnya gue dengar.
Malam ini gue diserang rasa lapar yang teramat sangat (kebiasaan lama yang bersemi kembali). Setelah memesan nasi goreng kepada salah seorang penjual online, akhirnya kita memutuskan COD di depan kantor kelurahan setelah 2jam bernegosiasi.
Eh, ketika melewati pelataran lebar mak Ijah, tiba-tiba gue dikejutkan dengan suara kembang api yang menerangi langit.
Gue menernyitkan dahi. Tengah malam, kembang api? Setelah mengorek memori, ini tanggal 30 Oktober deh. Satu januari kan kurang dua bulan lagi?
Atau jangan-jangan, ini ritual terlarang!
Setelah gue selidiki, ternyata yang gue lihat hanya sekumpulan rongsokan yang ditata. Entah itu ditata atau sekedar ditumpuk, itu bukanlah hal yang gak berguna menurut gue. Gue berfikir demikian hingga sepasang mata indah milik gue meneliti lebih detail lagi.
Tenggorokan gue tercekat. Gue melihat sesuatu nampak berjalan bergerombolan. Bukan troll atu kurcaci yang memakai kostum itu. Tetapi kucing! Mereka berdiri dengan sepasang tangan membawa baki air dan ada yang menggenggam tas dan secangkir kopi.
Dan, mereka tampak bahagia. Tertawa bersama bahkan sayup-sayup kudengar ada yang berbicara bahasa manusia. Ada yang menggunakan bahasa Inggris, China, Korea dan beberapa bahasa lain yang tidak kumengerti.
Tak percaya, gue kembali mengucek mata yang dipenuhi belek.
Ini hanya ilusi
Gue meyakinkan diri sendiri. Memantabkan hati.Tapi, pandangan gue terpusat kepada kucing yang duduk di bangku panjang depan panggung. Dari tempurung kepalanya mirip Tom, kucing gue.
Langkah gue semakin mendekat. Masih tidak percaya jika itu kucing gue.
Sedetik kemudian, kepalanya melongok ke belakang. Setengah tertawa, kucing gue berdiri lantas menepuk bahu kucing lainnya.Owh! Pantesan tiap malem ilang. Gue pikir dia cari bini. Eh, ternyata. Ikut ritual.
Belum sempat tubuh ini gue tarik ke belakang untuk kabur, tiba-tiba muncul lah seekor kucing kurus kering dengan tulang yang sedikit menonjol pada bagian bokong nampak menaiki panggung dengan koprol dan jungkir balik. Bulunya hitam legam, namun pada bagian kepala sedikit beruban.
Itu bukan uban, dodol. Itu disemir!
Gue tertawa. Ini ritual lebih mirip akrobat. Kenapa nggak ngundang wartawan terus masuk tv? Ah iya, Ponsel!
Mendapat kesempatan langka, gue merogoh saku kanan jaket gue dan menemukan benda kotak kuno kesayangan gue disana. Hendak mengarahkan kamera, suara kucing kurus itu terdengar menggema. Kaget bukan kepalang, ponsel malang gue jatuh tersungkur mencium tanah.
Jujur, gue merinding mendengar suara si kucing kuring itu. Suaranya mirip Spongeboob rasa Man Ray.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh,"
Senyumnya merekah. Seperti gambar sakura mekar di sachet pemutih wajah."Waalaikumussalaam warahmatullahi wararakaatuh!"
Padahal heran dan masih ketakutan, entah kenapa mulut gue pelan ikut-ikutan menjawab salam. Kan salam wajib dijawab.
"Saya mengucapkan terima kasih banyak kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah menganugerahkan keselamatan kepada kita semua sehingga kita dapat menghadiri acara ini dalam keadaan sehat wal afiat. Terima kasih pula kepada kalian selaku sahabat dan rekan kerja kami. Terima kasih juga kepada panitia yang merelakan banyak waktunya untuk acara semewah ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Diary Of 'Kucing Satu Komplek' -kucing juga butuh diary-
HumorApa jadinya, jika semua kucing yang berkeliaran di sekitar kita, memiliki kehidupan yang serupa dengan manusia. Memiliki band musik, pengadilan, ruang meeting, pelakor, penjahat dan semuanya. Dan kucing kalian ikut andil dalam banyak hal di sana. **...