Hari-hari yang sama. Hidup penuh luka, penuh perjuangan, penuh air mata.
Sebenarnya, hidup gue ini termasuk dalam kategori terbuang, tertendang dan ternistakan. Tak jarang, manusia yang hendak memberi makan ke gue, eh malah balik lagi. Terlanjur takut dulu sama tampang gue atau malah jijik.
Padahal gue ini kagak jelek-jelek amat. Cuma, bulu gue kayak hangus gitu. Dan banyak yang mengelupas. Telinga gue juga sobek, jadi kayak angker gitu jadinya. Perih? Jangan ditanya. Banget broh!
Pernah gue liat ada kucing jalanan pahanya sobek. Sampai dagingnya kelihatan. Yang tentu aja ketutup sama darah. Gue gak habis pikir sama tu kucing. Gimana ceritanya, dia bisa berupa kayak begitu?
Ya kagak jadi gue wawancarai deh. Keburu mrinding gue liatnya.
Tapi yakinlah pembaca, gue dan kucing jalanan tetep ganteng. Karena kami adalah kucing yang tangguh.
Jadilah, gue yang udah bahagia malah harus kembali menelan pil pahit karena tidak jadi makan lagi. ah, padahal anak kecil tadi membawa ikan bandeng. Pasti lezat.
Setiap sore hari selama ramadlan, gue bakalan keliling pasar komplek yang menawarkan aneka ta'jil dan makanan berbuka. Semuanya terpajang indah di etalase dan wadah-wadah bersih nan cerah.
Pasti enak, pasti lezat.
Tapi, ada satu makanan yang paling pengen gue makan dan cicipi. Gue selalu duduk di depan kedainya dengan mata memelas, berharap satu atau dua ceker ayam terlempar ke arah gue.
Tapi, hingga ramadlan ke sepuluh ini, boro-boro dua, satu cekerpun tidak pernah mampir di lidah.
Tentu saja, karena ceker ayam itu selalu laris. Hingga keberadaan gue yang mungil dan imut tak lagi diidahkan si penjual.
Dulu, ketika gue masih hidup di jaman kegelapan. Gue selalu langsung sosor tu makanan. Kagak kayak sekarang,yang lebih banyak lemesnya. Sabar, begitu kata pak ustadz.
Beralih ke pedagang lain. Gue melihat jajaran ikan bakar yang ditata rapi di wadah bersih dan terbuka. Sepi pembeli, hanya ada dua atau tiga yang sibuk memilih. Bukan ikan bakarnya, tapi sayurannya.
Terkenal mahal memang, tapi kelezatannya? Jangan ditanya.
Gue duduk bersimpuh, jauh di depan kedainya. Memandang nanar berbagai makanan lezat untuk manusia berbuka puasa.
Karena manusia itu mendapatkan rezeki dari Allah, maka dari itu gue selalu sabar dan berusaha. Tak peduli seberapa menyakitkan diguyur air panas dan dingin, ataupun ditendang dan dipukul. Itu bukan masalah.
Kepala gue menoleh ke kanan dan kekiri. Lagi dan lagi gue harus selalu waspada. Bisa jadi ada satpam yang suka memukul dan menangkap itu datang lagi. Membawa karung besar dan memakai sarung tangan tebal ketika menyentuh tubuh kami. Seolah kami adalah makhluk paling menjijikkan yang pernah tercipta.
Mereka tak pernah tahu, bagaimana rasanya dipukul dan merasakan pengap di dalam karung. Jika kami berganti posisi, maukan kau merasakan hal yang sama pak satpam? Banyak dari temanku yang hampir mati dan terkadang harus mati kelaparan karena pelit yang selalu mengiringi para manusia itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Diary Of 'Kucing Satu Komplek' -kucing juga butuh diary-
UmorismoApa jadinya, jika semua kucing yang berkeliaran di sekitar kita, memiliki kehidupan yang serupa dengan manusia. Memiliki band musik, pengadilan, ruang meeting, pelakor, penjahat dan semuanya. Dan kucing kalian ikut andil dalam banyak hal di sana. **...