CHAPTER 30

2.6K 337 19
                                    

"Aku ingin putus."

Jimin mengerjap pelan. Menarik nafas panjang dan mencondongkan tubuhnya ke depan, meletakkan tangannya ke atas meja dan menatap Yoojung lekat. "Kenapa tiba-tiba? Kita bahkan belum genap seminggu berkencan."

Jantung Yoojung berdetak kencang. Ia gugup juga takut. Meski Jimin menanggapinya dengan tenang dan tersenyum tipis, namun itu nampak menakutkan di mata Yoojung. "Hanya saja.." Yoojung menarik nafas panjang. Pandangan matanya menunduk menatap cangkir di genggamannya. "Aku merasa tak nyaman."

Berada di sisi Jimin membuatnya terus merasa tertekan. Memang benar ia menyukai Jimin dulu. Namun perasaan sukanya memudar sejak malam itu. Malam dimana mereka mengadakan rapat membahas festival kampus bersama panitia lainnya. Yoojung pulang terakhir dan hanya tingga berdua bersama Jimin.

Yoojung menggigit bibirnya mengingat kejadian malam itu.

Di ruangan tempat seluruh peralatan untuk panggung festival, di malam hari dengan cahaya temaran lantaran. Entah bagaimana, Jimin datang dan menciumnnya dengan paksa. Itu adalah kali pertama ia berciuman. Meski ia mendorong tubuh Jimin dengan kuat, ia tetap tak mampu menghentikan Jimin.

Malam dimana Yoojung menangis di dalam kamar sementara Jungkook tak dapat melakukan apapun di luar kamar.

"Aku tak bisa menerima alasanmu." Jimin menyesap kopinya pelan. Ia meletakkan cangkir di meja lantas eraih tangan Yoojung dan menggenggamnya erat. Menguapnya perlahan dan mengangkat tangan Yoojung mencium aroma vanilla di tangan mungil gadisnya. "Apakah aku membuatmu takut?"

"Ne?" Yoojung mengangkat kedua alisnya. Takut? Tenru saja Yoojung merasa takut setiap berhadapan dengan Jimin. Ia bahkan tak bisa melakukan apapun yang ia inginkan. Jimin yang selalu memaksanya dan membenci penolakan. Namun Yoojung tak menjawabnya. Ia memilih diam dan menatap Jimin yang terus mencium tangannya.

"Jangan tinggalkan aku." Lirihnya.

---

Yoojung melempar tas sampirnya ke atas ranjang. Lelah. Jungkook masuk ke dalam kamarnya kemudian memeluk bantal donat lantas duduk di samping Yoojung.

"Bukankah aku sudah mengatakan padamu. Kau dilarang masuk kesini."

Jungkook cemberut. Gadis itu tak tahu apa, dia sudah menunggu berjam-jam kebosanan dan kelaparan. Dan Yoojung pulang dengan wajah ditekuk. "Apa sesuatu terjadi?" tanyanya menyelidik. Firasatnya mengatakan ini ada hubungannya dengan Jimin. Namun Yoojung menggeleng membuat Jungkook mendesis sebal.

Dasar pembohong!

Wajahnya jelas-jelas menunjukkan sesuatu. Namun Jungkook memilih membiarkannya. Banyak bertanya pun ia akan berakhir dimarahi Yoojung. "Apakah kau sudah memutuskan si bantet itu?"

"Hei, berhentilah memanggilnya bantet. Dia tidak sependek itu."

"Ah.. sekarang kau membelanya!"

Yoojung berdecak. "Bukan begitu. Kau selalu saja menghina orang. Apa kau merasa setampan itu untuk menghina orang lain?"

Jungkook kesal. Padahal ia hanya mengejek Jimin seumur hidupnya. Ya, mungkin. Entahlah ia tak yakin. Tapi tetap saja, ia kan mengejeknya karena memang Jimin menyebalkan.

"Aku memang tampan, kok! Ah.. dwaesso! Aku lapar!" Jungkook merengek. Menekuk mulutnya menatap Yoojung bak anjing kelaparan. Ah, dia memang anjing. Anjing mesum menyebalkan yang senang merepotkan Yoojung.

"Aku lelah. Masaklah sendiri." Jungkook semakin cemberut. "Aku tak bisa memasak. Hei, kan sudah tugasmu memberiku makan!"

Yoojung melotot. Si sialan satu ini selalu saja pandai bicara. Coba saja saat ini ia memegang gunting atau pisau. Ia pasti akan mengebirinya sekarang. Yoojung bahkan tak habis pikir mengapa ia berhasrat sekali mengebiri Jungkook padahal ada pilihan lain seperti menyate anjing mesum ini.

"Atau aku memakanmu saja, ya." Celetuk Jungkook tiba-tiba mmebawat Yoojung melengos tak percaya. Memang ya, sekali mesum memang akan mesum selamanya.

---

Jimin melempar jaketnya ke atas sofa sembari mnejatuhkan bokongnya disana. Ia meletakkan lengannya di dahi dengan mata terpejam. Pikirannya melayang kejadian di cafe. Wajah Yoojung, aroma vanilla, dan tangan yang lembut.

Gadis itu benar-benar sempurna. Ia menyukainya.

Senyuman miring tersungging di wajahnya. Tangan yang awalnya menutup matanya turun ke hidung, ia mencium aroma tangannya. Tangan yang ia gunakan untuk menggenggam tangan Yoojung. Aroma vanilla masih menempel disana. Ia senang.

Sejurus kemudian ia tertawa. Semakin keras hingga sudut matanya berair.

"Benar-benar menyenangkan." Gumamnya kemudian di akhir tawanya. "Aku semakin menginginkannya."








To be continued.

Mad Dog✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang