CHAPTER 29

2.6K 338 20
                                        

"Hei, Yoo! Kenapa kau tak putus saja dengan si bantet Jimin itu?" tanya Jungkook sembari memakai sepatu ketsnya. Yoojung merapikan anak rambutnya ke belakang telinga lantas mengerutkan kening. "Darimana kau tahu aku berkencan dengan Jimin?"

Jungkook mendesis. "Cepat putus dengannya." Jungkook tak menjawab pertanyaan Yoojung. "Aku tak suka melihatmu dengannya." Lanjutnya lantas berdiri. Namun Yoojung hanya terdiam tak menanggapi.

"Ayo berangkat!"

Jungkook mengantar Yoojung kuliah sebelum berangkat kerja. Kerja? Wah, sampai kapan ia harus membohongi Yoojung dan berpura-pura terus menjadi officeboy?

Mereka tak banyak bicara selama di bis. Yoojung memandang keluar jendela sementara Jungkook memandang wajah Yoojung. Pikirannya terus melayang tentang bagaimana caranya agar ia bisa menjauhkan Jimin dari Yoojung. Jimin bukanlah seseorang yang semudah ia pikirkan. Pemuda brengsek itu pasti sudah mengetahui segalanya sebelum Namjoon melaporkan ke polisi.

Sial! Brengsek!

Bis berhenti. Jungkook dan Yoojung berjalan beriringan menuju kampus yang berada tak jauh dari halte tempat pemberhentian mereka tadi. Sembari membenarkan posisi tas di pundaknya, Yoojung berbalik sembari tersenyum simpul. Eye smilenya nampak ketika ia tersenyum dan Jungkook suka ketika melihatnya.

"Oke. Cukup sampai sini kau mengantarku. Sana pergi!"

Jungkook mempoutkan mulutnya. Padahal ia ingin ikut masuk ke area kampus dan berlagak seolah pacar Yoojung. Lantas Jimin akan melihat mereka dan marah. Lalu putus dengan Yoojung dan Yoojung kembali kepadanya.

Ah, pikiran yang pendek sekali. Tentu ia lupa memikirkan apa dampaknya bagi Yoojung. Dasar bodoh! Jimin kan sinting. Bisa-bisa bukannya marah, si sinting itu akan membahayakan gadisnya.

"Jangan bertingkah sok imut! Aku tak akan tersentuh sama sekali!" Yoojung mengacungkan jari telunjuknya. Mata Jungkook berbinar. "Aku tidak sedang bertingkah sok imut, tuh! Apa aku benar-benar imut di matamu sekarang?"

Yoojung menyesali ucapannya, mendesis dengan tangan terangkat seolah hendak memukul Jungkook. Namun ia menahan emosinya. Ia tak ingin membuang emosinya pagi-pagi. "Sudahlah. Aku harus masuk kelas sekarang. Bye!"

Yoojung melangkah menjauh, melambaikan tangannya dan menyuruh Jungkook segera pergi dengan isyarat tangan. Jungkook mengangguk dan membalas lambaian tangan Yoojung. Sepeninggal Yoojung, pemuda bermarga Jeon itu menghela nafas panjang menatap lalu lalang para mahasiswa.

Lantas irisnya menatap presensi Jimin yang berjalan menenteng tas ranselnya. Pemuda itu memang tampak seperti pemuda biasa yang baik-baik. Jelas tak ada yang mengira jika dia adalah seorang penguntit sinting.

"Aish.. sial! Kenapa Namjoon tak menfoto ruangan si brengsek itu saja dulu?" omel Jungkook menyesali kegagalannya menangkap Jimin. Dasar si Kim Namjoon itu!

Sial!

---

"Apa rencana anda selanjutnya, tuan?" tanya Namjoon berdiri di depan meja Jungkook. Di atas kursi kerjanya sembari mengusap dagunya, Jungkook berpikir keras.

"Pertama, kita lihat saja dulu. Kau teruslah mengawasi si Jimin sialan itu. Carilah bukti yang bisa membuatnya kembali ditangkap."

Namjoon mengangguk mengerti lantas setelah membungkuk hormat ia permisi keluar dari ruangan. Sepeninggal Namjoon, Jungkook menghela nafas panjang. Menatap langit ruang kerjanya dan memutar kursinya menghadap jendela di balik meja kerjanya.

Gedung-gedung pencakar langit dan gedung-gedung apartemen nampak di luar sana. Langit nampak cerah di musim semi ini. Jungkook bangkit dari duduknya selepas puas menatap kota di luar jendela. Ia segera meraih jaketnya di gantungan karena ia memang tak pernah memakai jas kerja saat berangkat kerja.

Ingat, seluruh karyawan disini tak ada yang tahu wajah presdir. Hanya Namjoon lah yang tahu serta Nenek Choi juga dua asisten perempuan yang berjaga di luar ruangannya. Ada dua bodyguard juga yang berjaga di depan lorong. Ah tambah juga si adik perempuan Yoojung, Kim Yoora.

Rencana Nenek Choi dan dirinya adalah, ketika kutukannya telah lepas, barulah Jungkook akan memperkenalkan diri ke publik.

Tapi entah kapan ia bisa melepas kutukannya.

Dulu, bahkan ayah dan juga kakeknya gagal dan terus hidup sebagai manusia yang bisa kapan saja berubah menjadi anjing. Jungkook tak ingin. Ia ingin hidup normal. Bukan menjadi anjing yang ia takutkan, toh, tak ada masalah juga sesekali berubah menjadi anjing karena ia juga bisa kembali menjadi manusia lagi.

Namun, semakin lama ia terus berselimut kutukannya, emosinya akan semakin tidak stabil dan bahayanya ia akan dapat dengan tiba-tiba berubah wujud tanpa kehendaknya.

Jungkook mendesah berat. Lantas melangkahkan kakinya keluar ruangan. Kedua asisten wanita yang duduk berjaga di luar berdiri, membungkuk hormat begitu Jungkook keluar. Pemuda bermarga Jeon itu mulai bersenandung. Apa yang harus ia lakukan hari ini?

Ia teringat kembali jadwal penting yang harus ia hadiri. Saat kemarin ia pergi meninggalkan makan malam penting bersama presdir UQ Group, maka rencana tersebut diganti besok. Ia tak perlu lagi meninggalkan Korea karena Tuan Yama akan datang sendiri ke Seoul. Kali ini tak boleh pergi meninggalkan makan malam itu karena ini terkait dengan kerja sama penting.

Nenek akan marah jika kali ini ia menggagalkannya lagi.

---

Yoojung duduk berdua di sebuah cafe bersama Jimin. Tangannya mencengkeram cangkir erat, gusar.

"Sunbae..."

Jimin yang sedang menatap keluar jendela menoleh dengan senyum manisnya. "Kenapa?"

Melihat senyum tersebut Yoojung semakin ragu untuk mengatakannya. Namun ia harus melakukannya sekarang sebelum hubungan mereka semakin jauh.



"Aku ingin putus."











To be continued.

Mad Dog✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang