CHAPTER 01

5.6K 624 33
                                    

"Oh, ayolah ma! Mama tak perlu kesini. Tidak. Tidak perlu. Aku yakin barang mama akan berton-ton lagi. Iya, aku sehat. Tak usah khawatir."

"Kimchi mama enak, kok. Aku sudah menghabiskannya. Tidak usah ma. Mama akan kerepotan membuatnya lagi."

"Ya, ma. Jangan khawarir. Ehem... Keuno!" tutup Yoojung lantas menghela nafas panjang. Ia menatap ponselnya sebentar dan memasukkan kembali ke dalam tasnya.

Mama selalu saja begitu. Ingat, bulan lalu bahkan mama melukai punggungnya sendiri karena datang ke Seoul membawa banyak barang bawaan.

Bukan tak ingin mamanya datang. Ia hanya tak ingin mama kelelahan. Lagipula ia selalu pulang ke Busan setiap akhir bulan.

Kelasnya baru saja selesai. Mendadak Minseon tak bisa pulang bersamanya lantaran sebuah urusan-rahasia, katanya. Yoojung curiga jangan-jangan Hyunbin menggoyahkan hati Minseon lagi.

Jika begitu, ia harus siap-siap jadi obat nyamuk lagi.

Yoojung turun dari bis dan langsung mendongak menatap langit yang mendung. Padahal tadi pagi langit begitu cerah.

Apakah ada seorang malaikat yang sedang bersedih?

Konyol.

Biarkan saja. Toh, itu adalah suatu hal yang sering ia dengar dalam buku-buku fantasi.

Yoojung memutuskan untuk mempercepat langkah begitu rintik-rintik kecil mulai menghiasi kacamatanya. Ia tak ingin kembali ke apartemen dengan tubuh basah meski hanya rambutnya.

Ia berhenti sebentar di gang buntu tempat Taengie tinggal. Tampannya tak akan kenapa-napa, kan?

Yoojung mengangguk mantap. Ya, pasti Taengie akan baik-baik saja. Lantas ia segera berlari kecil memasuki gedung apartemen.

Ia menekan password dan membuka pintu.

Begitu Yoojung masuk ke dalam apartemennya, hujan turun dengan lebat. Ia menggerutu pada Dewa, Tuhan, atau siapapun yang mengatur di atas.

Bisa tidak sih, sehari saja langit cerah seharian penuh? Oh God, forgive me for complaining!

Yoojung merebahkan tubuhnta di sofa, mengamati keluar jendela dimana hujan turun dengan lebat.

Merasa haus, Yoojung bangkit dan menuju meja makan untuk mengambil segelas air minum. Ia menuangkan air dalam ke dalam gelas dan meminumnya.

Baru setengah ia meminum air putih, tiba-tiba petir menyambar dengan suara guntur menggelegar memekakkan telinga.

Yoojung menjatuhkan gelasnya, menumpahkan isinya. Ia mengumpat dengan latah dan sejurus kemudian memejamkan mata sambil memegangi dadanya. Untung itu gelas plastik. Jika kaca, ia akan repot membersihkannya.

Oh gosh, im almost dead!

Ia menatap ke arah jendela memandangi hujan dengan jengkel. Inilah salah satu alasan ia benci hujan.

Namun sejurus kemudian air mukanya berubah. Melihat betapa lebatnya hujan di luar dengan angin berhembus kencang, ia mengkhawatirlan Taengie. Bahkan ini lebih lebat dari kemarin.

Tanpa berpikir panjang, Yoojung meraih mantel hujan dan memakainya. Tak lupa ia membawa payung berwarna pink miliknya.

Yoojung memakai sandal dengan cepat dan segara berlari keluar apartemen. Guntur dan kilat menyambutnya begitu ia keluar.

Menerobos hujan seperti ini membuat Yoojung jengkel. Terlebih jinsnya kini sudah basah.

Tapi masa bodoh dengan hal itu sekarang. Taengie nya harus ia selamatkan dulu.

Mad Dog✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang