6. Kabar

396 14 0
                                    

Ketika aku sakit, apa kamu siap untuk jadi penawar?

**************

Terhitung sudah dua minggu lebih sehari aku dan Arsel resmi menyandang status mantan. Dan selama itu pula, perasaan pada lelaki brengsek itu musnah. Ku kubur dalam-dalam perasaan itu, dalam hati aku bertekad untuk membenci nya seumur hidup. Dan tentu, aku berharap karma akan segera datang. Kalau kata sebagian orang, karma itu pasti ada. Kita hanya harus  me unggu dan sabar, hingga karma itu datang.

Siang ini, berita tentang Arsel dan Bella menjadi topik yang heboh. Bukan karena hubungan mereka yang terkesan mesra atau apalah itu. Melainkan beredarnya foto Arsel yang sedang mencium bibir milik Bella. Aku cukup syok dengan adanya kejadian itu. Bukan hanya aku saja, melainkan semua siswa di sekolahku sudah heboh dengan berita itu. Banyak siswa yang berfikiran itu memang Bella. Ada juga sebagian yang berasumsi bahwa itu bukan Bella.

"Gila ya, ganyangka gue. Tuh cewek  mikir apaan ya?" ucap Friska sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Untung deh lo udah diputusin" tambahnya.

Aku mengangguk. Memang benar apa yang dikatakan oleh Friska. Mungkin bila aku tidak diputuskan oleh Arsel hari itu, bukan Bella yang ada di foto itu. Melainkan aku."Gak abis pikir deh gue sama tuh anak. Dulu pas SD tuh keliatan polos, eh pas SMP udah berani nyosor anak orang aja" ucap Friska menggebu-gebu. Wajahnya tampak syok.

Aku bangkit dari tempat duduk ku."Kita mending ke kelas Bella aja, pastiin" ajak ku pada Friska. Dibalas anggukan oleh Friska. Kini aku dan Friska berjalan menuju kelas 7-C. Bersama dengan Friska. Ntah mengapa, rasanya jantungku yang deg-deg an. Padahal kan kasusnya Bella tapi kenapa gue yang serasa tersangka sih.

Dan disinilah aku dan Friska sekarang berdiri. Dihadapan pintu kelas 7-C. Terlihat, Bella berada di pojok belakang kelas. Gadis itu terlihat sendiri. Raut wajahnya murung, tatapannya kosong. Apa bener foto itu lo Bel?

Aku dan Friska berjalan mendekat. Terlihat bahu Bella bergetar, sesekali pula terdengar isak dari gadis itu.

"Bel" panggilku. Hanya satu kata, tapi berhasil mengusik sedikit detak jantungku.

Gadis itu menoleh. Menatapku dengan sorot mata terluka dan butuh pertolongan. Jujur, sebenarnya aku ingin menenangkan Bella, tapi mengingat bagaimana Bella dan Arsel dulu, niat ku jadi sedikit tertunda.

"Lo puas sekarang?" tanya Bella datar. Isakan itu kembali terdengarm. Setetes, dua tetes, sampai akhirnya sungai itu mengalir deras.

"Gue mungkin emang pernah sakit hati sama lo. Tapi gue gak pernah mikir buat lo nambah ancur" ucapku jujur.

"Mendingan lo sana pergi deh! Balik sana ke kelas lo!" usir Bella terang-terangan.

Dih, ini orang mau di tolongin aja sok gengsi!

"Bella, di panggil sama kepala sekolah ke ruangannya. Sekarang" ucap seorang pria yang kuyakini adalah anak kelas Bella.

Tangis Bella kembali pecah. Tangan nya bergetar. Ntah setan apa yang merasuki diriku, tiba-tiba saja tanganku menggenggam tangan Bella erat.

"Tenang aja, gue sama Friska temenin. Lo jangan takut. Kita selesain sama-sama" ucap ku menenangkan.

Bella Menatapku tajam. "Gak usah sok baik deh lo! Gue gak butuh bantuan lo sama sekali!" ucapnya sedikit berteriak.

"Gak usah sok jual mahal deh! Udah buruan kita temenin!"  ucapku menarik tangan Bella dan Friska menuju ruang kepala sekolah.

*******************************

Atmosfer ruangan ini terasa begitu kelam. Sorot mata kepala sekolah, tajam. Setajam silet. Tak ada yang dapat kami lakukan selain menunduk, tak berani menatap manik mata itu.

"Apa benar yang ada di dalam foto itu kamu Bella?" tanya kepala sekolah pada Bella. Ku lihat, tubuh gadis itu sudah bergetar.

"Jawab!" bentak kepala sekolah dengan nada tinggi. Sontak saja kulihat air mata Bella sudah jatuh.

"I..iya..pak" jawab Bella ragu-ragu.

"Bagaimana bisa kamu melakukan itu! Apa kamu sudah gila?  Bagaimana dengan masa depan kamu!"

Bella terus menunduk. Ntah refleks atau apa, aku menggenggam tangan Bella erat. Seolah memberi isyarat semua akan baik-baik saja.

"Dia..dia yang maksa saya pak, saya...saya tidak tau apa-apa" ucap Bella dengan nada bergetar.

"Bisa kamu jelaskan pada saya, bagaimana kronologis yang sebenarnya?"

"Waktu itu, dia ngajak saya ketemu di taman pak. Ntah apa-apa tiba-tiba dia mencium saya. Ternyata, saya dijebak pak oleh mereka. Ada temannya yang bersembunyi dan memfoto adegan itu" ucap Bella dengan suara serak, nyaris tak terdengar.

"Lalu mereka menyebar luaskan?" tanya kepala sekolah lagi.

Bella hanya mengangguk.

"Pak" tiba-tiba aku membuka suara. Bukan mau jadi sok pahlawan atau apa, cuma kan dari ceritanya, Bella dijebak. Yah, walaupun ntah harus ku percayai atau tidak. Tapi setidaknya kini ia harus aman dari kepala sekolah.

"Ada apa Salsalia?" tanya kepala sekolah padaku. Nada bicara nya santai, namun penuh dengan penekanan. Pertanda sarat akan bahaya.

"Kalo menurut saya, ini bukan salah Bella pak. Pria itu memang brengsek pak" ucapku ragu-ragu.

Kepala sekolah seketika melirik ku. Tatapan tajam nya seolah siap menerkam, ketika aku mengatakan sesuatu yang salah.

"Apa maksud kamu?"

"Lelaki itu memang lelaki kurang ajar pak. Dia memang tidak pernah menghargai wanita. Jadi ini bukan salah Bella. Bapak tidak bisa menghukum Bella"

"Baiklah akan saya pertimbangkan. Sekarang kalian bisa kembali ke kelas kalian"

******************
Kami bertiga kembali ke kelas. Terlihat, Bella masih gelisah. Berkali-kali gadis itu tetap saja menunduk menatap ke arah tanah.

Cih dikira ayam kalik, nunduk ke tanah muluk!

Keheningan terjadi diantara kami bertiga. Tak ada satupun dari kami yang membuka pembicaraan. Sebenarnya, banyak hal yang ingin aku tanyakan pada Bella. Tapi, ntah mengapa bibir ku terasa sulit untuk dibuka. Sampai pada akhirnya, Bella yang memulai pembicaraan.

"Jadi, apa yang mau lo tanyain ke gue?"  tanya Bella."Kalo lo mau nanya soal Arsel, gue males bahas dia sekarang"

"Gue cu-"

"Gue mau sendiri sekarang. mendingan lo pergi dari sini" ucap Bella dingin.

"Kurang ajar banget sih lo! Udah untung gue sama Salsa mau bantu! Dan ini balasan lo sekarang? Cih, benar-benar manusia yang gatau diri!" umpat Friska.

"Fris, udah. Ya udah kita pergi dulu ya Bel. Kalo lo udah siap, gue bakal tanya sesuatu sama lo" ucapku menarik lengan Friska agar berjalan menjauh dari Bella.

Mencari kebenaran memang sulit, tapi lebih baik berjuang untuk benar, daripada diam dalam kesalahan

Hello MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang