31. Malam Minggu

235 18 2
                                    

Aku menggosok gosok rambut ku dengan handuk. Badan ku terasa lengket. Jadi, ku putuskan untuk mandi. Aku mengeringkan rambutku di balkon kamar. Menikmati suasana sore yang menurutku indah. Ntah kenapa, aku suka senja. Menurutku, senja adalah cara terbaik untuk mengenang. Menikmati keindahan, dan menaruh pada sebuah harapan.

Ntah kenapa, saat melihat senja yang memanjakan mata itu, terlintas wajah kak Vano di antara awan-awan itu. Wait,Salsa otak lo kayak nya udah geser deh

Aku masih stay, menikmati senja itu. Dan ntah kenapa, wajah kak Vano kembali terlintas.

Azan berkumandang. Aku segera masuk dan mengambil wudhu. Menjalankan kewajiban ku.

Selepas itu, aku turun untuk makan malam. Karena memang kebetulan perut ku sudah lapar.

"Hai" sapa sebuah suara yang familiar di telingaku.

Dan benar saja, pria jangkung yang melintas di otak ku berdiri tepat sejauh 2 meter dari ku.

"Lo ngapain disini?" Tanya ku kaget. Untuk kedua kali nya, Gibran muncul di rumah ku dengan tiba-tiba.

"Nah ini dia Salsa nya, oh iya Gibran makan malem bareng yuk, pasti belum makan kan?" Paksa mama. Bahkan, mama sudah menarik Gibran ke meja makan.

Ini sebenernya yang anak kandung nya siapa sih?!

Aku berjalan ke arah meja makan. Gibran masih duduk sendiri disana. Pasti mama sedang di dapur.

Gibran memakai kaos berwarna navy dan jeans hitam panjang. Rambut yang biasa berjambul itu kini terlihat acak-acakan. Terlihat, tampan.

Wait, jangan-jangan emang udah geser deh. Tadi di langit liat wajah kak Vano. Sekarang Gibran dibilang ganteng.

"Lo ngapain?" Tanyaku pelan. Mengambil posisi duduk tepat di samping pria jangkung itu. Kemudian mengambil segelas air putih untuk menetralisirkan kerongkongan.

"Mau balikin buku lo. Sekalian ngajak lo malem mingguan" ucap nya santai.

Uhuk

"Nggak usah shock gitu geh. Gue udah izin sama nyokap lo, dan diizinin kok" ucap nya dengan alis di naik-naik kan.

Aku mendengus kesal. Dan tak lama, mama datang dengan membawa sepiring ayam goreng.

"Nih, kalian makan berdua aja ya, mama udah makan tadi. Papa sama Iqbal belum pulang" ucap mama dan pergi ke ruang tv untuk menonton sinetron favorit nya.

Dan aku dan Gibran akhirnya makan dalam diam. Sebenernya dia sih banyak ngomong rencana malem minggu, gue mah banyak diem. Maklum anak kalem.

**********
Dan alhasil, setelah berdebat dengan Gibran, agenda malem minggu ini muterin mall doang. Itupun gue pilih karena gue males. Awal nya sih, Gibran pengen dinner gitu. Tapi gue ogah. Tadi juga itu anak ngotot ngajak nonton. Dan gue juga nggak mau. Alhasil ya, muterin mall doang.

"Sal"

"Kenapa?" Tanyaku bingung.

Gibran menggaruk tengkuk nya. Kemudian menggaruk kepala nya." Tangan lo udah berdebu tuh"

"Masak?"

Dan dalam hitungan satu detik, Gibran menggenggam tangan ku. Jemari nya yang besar itu terasa pas di genggaman tanganku.

Aku ingin memberontak. Namun perkataan Gibran berhasil membuatku salah tingkah." Biar berasa kayak orang pacaran"

Pret

"Jangan berontak ya, kalo lo lepas tangan gue, lo bakal gue cium" ancam nya diiringi senyum menyebalkan itu.

"Tai" umpatku kesal. Apalagi ketika melihat senyum menyebalkan pria ini, membuat ku mendengus kesal.

Hello MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang