Semenjak pemandangan yang kulihat beberapa jam yang lalu, otak ku memikirkan siapa visualisasi yang kulihat berjalan bersama Deni tadi. Pemikiran ku sih, gebetan baru mungkin? Untuk kasus ku yang sudah dengan Arsel, cowok itu punya tipe yang berbeda-beda. Ada Arsel yang ternyata baik di awal brengsek di akhir. Ada Okta, begajulan yang ternyata sangat perhatian abis! Sumpah, kadang diriku merasa iri pada Friska. Itu anak asliii pacaran nya sweet abis sama si Okta. Lah gue? Boro-boro sweet, ketemu aja jarang-jarang. Chat juga palingan udah makan belom.
Aku melakukan aktivitas video call dengan Friska sejak beberapa menit yang lalu. Tentu saja dengan maksud mengadu tentang kejadian yang kulihat beberapa jam yang lalu.
"Pokoknya ya, awas aja kalo si Deni bener-bener main di belakang!" Ucapku sebal.
Di seberang sana Friska menggeleng-gelengkan kepalanya. "Lo negative thingking mulu si. Siapa tau sepupu nya kan?" Ucap Friska berusaha menghibur.
Aku mendengus sebal."Kalo emang sepupu, apa iya harus gandengan mesra depan umum? Panas tau gue liat nya!"
Friska berdecak diseberang sana."Eh mending lo selidikin dulu deh tuh cewek siapa. Gue takut nya, ntar lo salah asumsi"
"Lo ngerasa nggak sih kalo Deni agak aneh sama gue belakangan ini?" Tanyaku was-was
"Aneh gimana?" Tanya Friska dengan alis yang menyatu. Antara bingung dan heran dengan kelakuan ku.
"Dia hampir tiap saat slalu sibuk. Trus baru aja gue gep jalan sama cewek lain. Jangan jangan-" ucapku menggantung.
"Jangan-jangan apa?" Tanya Friska penuh selidik.
"Gue mau di putusin lagi! Oh no! Sebelum gue di putusin, gue harus mutusin lebih dulu!" Ucapku lantang.
"Dasar dodol! Pusing gue sama lo. Gue mau tidur dan jangan coba-coba ngajak gue video call lagi! Gue ngantuk!" Ucap Friska sebal. Mungkin kesal karna sedari tadi aku terus-menerus negative thingking tentang Deni.
Friska mematikan sambungan video call itu. Dan aku mematikan benda pipih yabg sedari tadi ada di genggaman ku, menaruh nya di nakas, lalu tidur menyusul alam mimpi.
***********
pulang sekolah gue jemput, temenin gue ngambil kue! isi pesan itu masuk begitu saja ke dalam ponsel ku. Baru saja bokong ku mendarat pada kursi kayu, yang secara tidak langsung adalah singgasana ku. Aku memutar bola mataku malas, menuruti permintaan Iqbal Anggara, padahal, dalam benakku sudah terbesit bahwa aku akan mengajak Deni jalan-jalan.
Tak kunjung ku balas isi pesan itu, kak Iqbal menelfonku. Dengan jengah, ku angkat sambungan itu.
"Ha-" belum sempat salam pembuka tercetus dari bibirku, kak Iqbal sudah lebih dulu memotong nya.
"Kenapa SMS gue nggak di bales?" tanya nya ketus. Seolah ingin mendesak ku agar menuruti kemauan nya.
"Gue gabisa, mau jalan sama Deni pulang sekolah" jawabku mantap. Padahal, jalan aja belum pasti Deni mau.
"Jadi sekarang lo lebih milih cowok lo daripada gue?!" pertanyaan yang di akhiri dengan tanda seru itu sukses membuat ku terdiam seketika. Tapi,bukan Salsa namanya kalau bukan ahli dalam jurus tipu muslihat.
"Nggak usah sok dramatis,lo udah gedek, udah kuliah. Jalan ke Mall sendiri masak nggak berani?" sindirku dan langsung mematikan sambungan ku putus. Dapat ku bayangkan, di ujung sana manusia itu sedang mencak-mencak atau bahkan siap menerkam.
Sementara itu, aku berjalan ke meja Deni. Dalam hati bergumam, bahwa bila Deni berkata jujur, maka akan ku maafkan. Namun, apabila sebaliknya, maka akan ku cari siapa gadis yang semalam ku lihat tengah berjalan dengan Deni.
**************
Civic hitam itu berjalan membelah padatnya lalu lintas siang itu. Berjalan mengiringi jalan demi jalan hanya untuk singgah ke sebuah cafe langgananku. Setelah, meminta -lebih tepatnya memaksa- Deni untuk menemani ku makan di Cafe. Awalnya sih dia menolah dengan cara sedikit halus. Tapi, setelah paksaan yang kukeluarkan, dengan berat hati pria itu mau untuk diajak ke cafe.
Sesuai dengan paksaan siang tadi, kini Deni pasrah ku seret-seret masuk ke dalam cafe. Di dalam cafe, aku mendengus kesal, melihat Deni yang dari tadi sibuk bermain ponsel dengan senyum yang kian mengembang. Kalo lo diposisi gue, lo bakal ngapain sis?
"ehem" dehaman itu akhirnya muncul juga dari tenggorokanku. Awalnya aku sedikit ragu, tapi ya sudahlah ya, cowok emang susah peka.
"Kenapa Sal?" tanyanya. Kepala pria itu terangkat. Manik hitam itu menatap manik coklat milikku.
"Semalem kemana?" tanyaku ingin meminta penjelasan. Sekedar juga untuk memberikan basa-basi.
Sebelah alis Deni terangkat."Tumben nanya kayak gitu. Nggak kayak biasanya" tanya Deni balik.
Aku mendengus kuat-kuat."Itu lebih bak daripada nanya udah makan atau belom tiap malem bukan?" sindirku sekaligus memberikan protes!
Deni terkekeh. Namun kekehan itu berlangsung singkat. Suara notip dari benda pipih yang terletak diatas meja kembali menyita perhatin pria itu. Dan sedetik kemudian, fokus nya kembali pada benda itu lagi.Senyum juga tercetak jelas dalam figura wajah itu.
"Den" panggilku berusaha mengembalikan Deni pada alam nyata, bukan dunia maya yang kini sedang digelutinya.
"Deni" panggilku sekali lagi dengan menahan sabar. Takut-takut, sewaktu-waktu emosi ku naik begitu saja.
"Iya?" Namun tatapannya tak terlepas dari benda pipih itu.
Kesabaranku sudah habis. Aku bangkit dari kursi. Sebelum kesabaranku berakibat fatal, aku meraih tasku dan beranjak bangun dari kursi. Sayang nya, suara decitan kursi yang beradu dengan lantai, mengalihkan perhatian Deni.
"Sal, mau kemana?" tanya nya bingung.
Aku tak menggubris pertanyaan itu. Dengan langkah seribu aku berjalan meninggalkan ruangan cafe itu. Bersama Deni yang mengejar di belakangku.
************************
"Neng itu kayaknya temen nya ngikutin deh" ucap supir taxi yang ku tumpangi. Kulirik ke arah belakang. Tampak lah civic hitam milik Deni. Bersama dengan itu sebuah sambungan telfon masuk ke dalam ponselku.
Tanpa niat sedikitpun, sama sekali tak ingin ku angkat. Ku abaikan panggilan itu. Lalu berakhir dengan ponsel ku yang ku non aktifkan. Sampai pada akhirnya, aku sampai di depan rumah.
Aku turun dari taxi. Bersamaan dengan Deni yang turun dari civic hitam nya. Aku tak berniat untuk menyapa nya. Aku memilih masuk.
"Sal" panggil Deni. Aku tak menoleh. Kaki ku terus saja berjalan masuk ke dalam. Membiarkan tubuhku hilang di balik pintu, meninggalkan Deni sendiri di depan.
Vote gak dosa kok, klik aja eaaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Memory
Teen FictionIni adalah kisahku, Salsalia Amara Putri. Kisah cinta ku yang dimulai sejak aku duduk di bangku kelas 6 SD. Dan kini, aku sudah duduk di bangku SMA favorit di kotaku. Disini, aku bercerita tentang kisahku yang kumulai dari orang pertama hingga yang...