36. Bantuan

191 14 0
                                    

Aku memarkirkan mobil ku tepat di bawah sebuah pohon yang ada di parkiran sekolah. Kemudian menelusuri halaman parkir untuk bergegas ke kelas. Jam pertama adalah pelajaran olahraga. Agak mager juga sih. Tapikan emang udah takdir nya, cewek rada males olahraga. Panas plus keringet itu lohh...

Selang beberapa menit, seluruh anggota kelas sudah berbaris rapi di lapangan. Tentu saja untuk memulai pemanasan.

Emang pada dasar nya gue nggak bisa olahraga jadi udah sepantes nya kan paling ogah kalo olahraga? Apalagi materi hari ini tuh futsal. Duh ribet deh serius.

Giliran anak cewek yang bermain pertama. Siswa putri yang berjumlah delapan belas orang di bagi menjadi dua tim. Tim pertama yang badan nya lumayan gede. Mana disana ada Tiara, cewek futsal yang terkenal se-antero sekolah karena memiliki tendangnan yang aselole. Lah tim gue? Parah cuy, anggota nya mungil-mungil.

Alhasil pertandingan pertama pun di mulai.

"Sal oper sal" teriak Kiki agar aku mengumpankan bola kepada nya.

Lantas saja ku tendang. Eh bukan nya tuh bola ke arah Kiki, malah nyasar ke Tiara. Tentu saja hal itu membuat anggota tim ku mendumel nggak jelas.

"Ish gimana sih, malah di kasih ke Tiara" omel Marsya dari pojok lapangan. Sementara tim lawan sedang bersorak bahagia karena Tiara berhasil memasukkan bola ke dalam gawang.

"Ya mana gue tau, tuh bola punya kaki kalik, makanya bisa jalan sendiri" gerutu ku sebal. Salahin aja gue, salahin

Pertandingan masih di lanjutkan. Kini, giliran Marsya yang sedang menggiring bola. Kemudian di hadang oleh anggota tim lawan bernamakan Siti. Fyi, Siti sama Marsya emang enggak oernah akur sejak dulu.

"Apa lo liat-liat?" Hardik Marsya dengan aksen benci. Kalo dari sumber gosip terpecaya nih ya, mereka berdua enggak akur karena sewaktu SMP bernah rebutan satu cowok. Bucin emang.

"Dih apaan sih lo" balas Siti tak terima kemudian mendorong bahu Marsya sedikit kasar. Dan merambas bola itu.

"Sialan kembaliin bola gue woy" balas Marsya dan mencekal bahu Siti. Alhasil, tuh mereka berdua dorong-dorongan bahkan sampe sejambak-jambakan. Dasar tukang drama.

Sementara bola kini sudah di kuasai oleh Kiki, cewek itu giring bola nya lumayan lah, alhasil masuk juga ke gawang tim lawan. Lah Marsya sama Siti masih aja berantem di tengah lapangan. Sampai-sampai anak cowok pada ngakak, cewek kalo main bola emang mentingin fisik daripada taktik. Sampai akhirnya tuh pak Bambang guru olahraga yang misahin tuh anak dua.

*************

Kini giliran anak cowok yang bermain futsal. Cuma kasus nya beda. Karena besok tanggal merah, dan kemarin hari Minggu, jadilah hari ini hari keramat yang disebut para pelajar sebagai 'hari kejepit'. Alhasil anak cowok yang sekolah cuma 7 biji. Pak Bambang meminta anak kelas sebalas 3 ekor buat main futsal bareng. Alhasil jadi 10 orang. Dan yang dateng ternyata kak Vano sama 2 orang temen nya. Dan kebetulan atau emang sengaja, tim kak Vano berhadapan sama tim nya Gibran.

Anak-anak cewek cuma teriak heboh dari pinggir lapangan, ketika Gibran, cowok jangkung idola kelas sepuluh sedang berlari dengan jambul super hits di kepala nya. Ditambah ada kak Vano, ketua osis yang di idolakan hampir se-antero sekolah sedang menggiring bola. Pemandangan itu sukses membuat semua cewek histeris. Gue sama Kiki ikutan juga sih.

Setelah 15 menit, gue sama Kiki memutuskan untuk mengganti pakaian dan beli minum di kantin. Tapi gue sendiri sih yang beli, Kiki deluan ke lapangan. Dengan alasan; masih mau mantengin cogan.

Dan emang bener sih, itu cewek lagi senyum-senyum gaje natap cowok-cowok yang lagi sibuk menggiring bola di lapangan.

Pertandingan itu selesai. Aku berjalan menuju tepi lapangan, hanya untuk menghampiri Kiki. Namun, dua buah suara membuatku menoleh.

"Salsa" panggil kak Vano dan Gibran bersamaan. Aku menoleh. Dua manusia itu sedang berjalan ke arahku.

Pemandangan mereka hampir terlihat sama. Keringat mengucur deras. Belum lagi napas yang tdak teratur. Pertanda bahwa mereka sedang kelelahan.

"Buat gue ya?" Tunjuk mereka bersamaan ketika melihat dua botol minum di genggamanku.

"Ya kalo satu enggak papa, tapi satu nya lagi punya Kiki. Jadi buat siapa dong?" Tanyaku bingung. Bukan nya aku nggak mau ngasih, cuma kalo minum nya Kiki enggak sampe ke orang nya, itu anak bisa ngomel-ngomel gaje deh sepanjang jalan.

"Ya udah buat gue aja" tarik Gibran hendak mengambil botol minuman di genggamanku.

Seketika kak vano menepis tangan itu." Dih apaan sih lo. Buat gue ajalah itu" ucapnya

"Heh, lo kan udah tua, ngalah lah sama yang masih muda" ucap Gibran sewot.

"Anjir,cuma beda satu tahun juga. Well berhubung lo adek, jadi lo harus nurut sama abang" ucap kak Vano dengan senyum kemenangan.

"Dih sejak kapan emak gue brojolin lo deluan baru gue? Abang-abang, sembarangan"

"Udah nih ambil, debat mulu perasaan!" Ucap ku sewot. Dan menyerahkan dua botol minum itu kepada mereka. "Gue deluan" pamitku.

Aku berjalan menuju Kiki. Dimana itu anak masih anteng di pinggir lapangan.

"Loh minum gue mana?" Tanya Kiki. Dan dengan helaan nafas ku ceritakan kronologis yang terjadi.

Telingaku sudah bersiap untu menerima ceramahan serta amukan dari cewek penuh drama ini.

Tapi, sudah berapa menit ini cewek enggak komen apa-apa, diem aja.

"Lo engga marah?"

"Marah kenapa"? Tanya Kiki bingung. Alis nya naik sebelah.

"Minum lo di rampas"

Kiki tersenyum manis."Enggak, kalo di rampas sama cogan mah lain cerita" ucap nya malu-malu kampret!

******************

"Sal" teriak sebuah suara. Saat ini, aku berada di lorong sekolah yang sedang ramai-ramai nya. Dikarenakan sekaeang jam pulang sekolah, jadi seluruh siswa berebut untuk sampai di parkiran lebih dulu.

"Iya kak?" Tanyaku pada si pemilik suara, kak Vano.

"Ntar malem ada acara?"

"Enggak sih kayak nya, ada apa emang?"

"Gue butuh bantuan lo" ucap nya dengan nada lirih. Pasti ada sesuatu.

"Bantuan apa kak?" Tanyaku bingung.

"Ntar malem keluarga Tasya mau ke ketemu sama keluarga gue, mau ngelanjutin rencana gila mereka. Dan gue butuh lo"

Aku kaget campur bingung. Agak de javu juga nih sama kasus kayak gini. Mirip sama kasus Deni dulu.

"Lah terus gue harus gimana?" Tanyaku bingung

"Lo enggak harus jadi pacar pura-pura gue kok, tapi lo cuma harus ada di sebelah gue ,sebagai temen gue, sahabat gue, karena kalo ada lo, ntah kenapa semua lebih mudah" ucap kak Vano lembut.

Tiba-tiba pipiku terasa panas.

"Bisa kan?"

"I..iya kak" balasku.

"Oke, ntar malem gue jemput ya di rumah lo"

Aku mengangguk. Dan menatap kepergian kak Vano. Punggung itu perlahan menjauh.

Aku terkadang bingung dengan alur hidupku sendiri. Terlalu aneh. Dan teramat sering untuk mengulang kejadian di masa lalu.

Hello MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang