8. Be with You

142K 2.2K 42
                                    

Langkahku terasa tergesa saat menyusuri koridor apartemen Francisco. Tadi dia menelpon dengan suara parau. Dan entah kenapa aku jadi khawatir akan hal itu. Membuatku terpaksa harus meninggalkan Joshua sendirian di resto.

Tanpa menunggu lama, segera saja ku masukkan nomor password apartemen yang Francisco berikan. Setelah terkonfirmasi, terbukalah pintu di hadapanku ini. Melangkah masuk, sepasang mataku sibuk mencari keberadaan Francisco.

"Frans, kamu baik-baik saja kan?" Ku hampiri Francisco yang tengah terbaring di sofa panjang.
Duduk di sisi sofa, tepat di ujung kaki Francisco.

Melihat kedatanganku, dengan mata sendu, pria yang tengah terbaring itu mendadak menghambur ke arahku. Memeluk dengan begitu erat.

"Kamu kenapa, Frans?" Ku balas pelukkannya. Mengusap lembut punggung Francisco.

"Maafkan aku Ana, maaf ...," ucapnya terdengar lirih di telingaku.

Mendengarnya mengucap kata maaf berulang kali, membuatku jadi merasa jika ada sesuatu yang telah terjadi. Ku urai lengan yang sesaat tadi memeluk Francisco. Dengan sedikit mendorong tubuhnya, agar dia melepaskan pelukan pada tubuhku.

"Kamu kenapa, Frans? Tiba-tiba saja minta maaf padaku." Dengan kening mengernyit keheranan, ku tatap lekat sepasang mata Francisco yang kali ini terlihat sendu itu. Tak biasanya dia bersikap seperti ini.
Bahkan tanpa memberi jawaban, Francisco justru kembali berbaring di sofa. Dan kali ini meletakkan kepalanya di pangkuanku.

"Kamu mau memaafkan aku kan?" pintanya. Seraut wajah yang kini tengah tengadah, menatap lekat ke arahku.

"Katakan dulu kenapa aku harus memaafkanmu," jawabku. Membalas tatapan Francisco dengan penuh arti. Mencoba untuk tenang, meski sebenarnya aku cukup dibuat penasaran dengan sikap Francisco.

Kumainkan jemariku di helaian rambut Francisco. Begitu halus dan menguarkan aroma wangi dari gel rambut yang dipakainya.
Menunggu jawaban dari pria yang saat ini tengah berada dalam pangkuanku.

"Francisco...," tegurku. Karena dia tak juga membalas pertanyaanku soal kata memaafkan itu. Yang ada dia justru terlihat menikmati belaian jemariku pada rambutnya. Tatkala sepasang mata itu masih bertahan menatap padaku, dan terkadang mengerjap pelan saat ku usap lembut keningnya dengan ibu jari.

"Cium aku," pintanya kemudian. Yang justru membuatku jadi geregetan mendapati ucapannya itu. Padahal sedari tadi aku sudah menunggu dia bicara. Bukannya menjawab, malah balik menggoda.

"Kamu ini ...," Ibu jari dan telunjukku sontak menjepit hidung mancung Francisco. "Belum kasih penjelasan malah minta cium." Aku mendengkus kesal. Membulatkan mata ke arahnya. Seraya jemariku kembali menjepit hidung Francisco dengan gemas. Yang justru dia balas dengan seringaian nakal saat mendapati ulahku.

"Aku merindukanmu, Ana. Karena itu aku ingin kamu menciumku."

"Genit, ah .... Aku tidak mau memberimu ciuman," tolakku. Meski sebenarnya aku pun rindu dengan sentuhan panas bibir sensual ini. "Cium tanganku saja," Sengaja menggodanya ku letakkan telapak tangan di bibir Francisco.

Dan celakanya, keisenganku justru membuat Francisco berulah. Menciumi ujung-ujung jemariku dengan antusias. "Francisco ..., geli tau." Menarik pergelangan tanganku dari genggamannya. Namun sejurus kemudian tanpa terduga, Francisco justru membalas dengan menarik lenganku. Hingga membuatku terjerembab ke arah kepala Francisco yang berada di pangkuan.

Dengan posisi wajah kami yang memang sejajar, bisa dipastikan bibirku pun mendarat tepat di bibir Francisco.

Seperti tak mau melepaskan kesempatan itu, langsung saja dia melumat bibirku. Begitu lembut dan menguarkan aroma cinta.


Love AFFAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang