Apa Aku yang Harus Mundur?
Shakti masih di depan pintu kamarnya sejak pagi, menunggu Nasya keluar sampai dirinya ketiduran dengan bersender pada tembok. Ia tidak sadar kalau ternyata Nasya telah membuka pintu tanpa keluar, hanya membuka pintu agar cowok itu bisa masuk.
Hingga dirinya menggeliat, mengerjapkan matanya, dan sadar ternyata dirinya tidur sampai jam 3 sore.
"Nasya?" Nama itu yang langsung dia ingat saat terbangun.
Shakti langsung berdiri, membuka pintu perlahan. Matanya langsung membulat saat pintu ternyata tidak di kunci. Seketika dia langsung masuk, melihat tubuh mungil Nasya yang terbaring di kasur tanpa selimut. Sekeita dia mendekatinya, duduk di ranjang pelan agar Nasya tidak terbangun. Shakti mengelus rambut istri kesayangannya dengan lembut, tentu rasa bersalah itu menyakiti hatinya juga. Merasa bersalah atas situasi rumit yang terjadi, apalagi semua terjadi saat wanita itu mengandung. Seharusnya ini waktu yang tepat untuk menikmati proses kehamilan pertama. Saat yang paling bahagia bagi setiap pasangan.
"Maafin aku Sa, aku nggak akan biarin kamu menderita," ucap Shakti, lalu mengecup kening Nasya.
"Ya ampun, sejak pagi Asa belum makan, gimana sama bayinya?" panik Shakti menepuk jidatnya karena merasa bodoh.
"Aku harus bikin makan buat Asa, kasian dia ... pasti Asa laper, apalagi bayi ini," ucap Shakti mengelus perut Nasya.
Shakti melihat mata Nasya yang agak sembab, sudah bisa di pastikan gadis itu habis menangis. Tangannya langsung mengepal mengetahui itu, merasa bahwa dirinya tidak bejus sebagai suami, membiarkan istrinya menangis. Ia juga merasa bersalah pada bayinya, karena kehadirannya seharusnya tengah di rayakan dengan suka cita.
Harusnya ini nggak terjadi di saat gue sama Asa lagi bahagia. Ini nggak adil buat gue, gue nggak salah apa-apa. Batin Shakti jengkel.
Shakti menyelimuti Nasya, lalu keluar untuk membuat makanan. Saat keluar kamar, dan menemukan Luna yang sudah menunggunya di depan kamar miliknya.
"Ada apa?" tanya Shakti dingin.
Jika saja Luna tidak membuat masalah, Shakti tidak mungkin bersikap seperti sekarang.
"Maafin saya Pak, maaf," ucap Luna merasa begitu bersalah."Buat apa? Kebohongan lo itu?" tanya Shakti berdecih.
Luna terdiam, memang benar Shakti tidak pernah menyentuhnya, wajar jika lelaki itu bersikap seperti sekarang karena merasa hidupnya telah di usik. Namun, Luna tidak punya pilihan, meski Shakti telah jujur pada semua orang, dia harus meyakinkan Yudi agar dia tetap tinggal dan tidak di permalukan, meski dia harus mengorbankan hidup orang lain.
Shakti bergeleng, tidak mau berbicara dengan Luna. Lagi pula Yudi sudah bilang agar dia fokus mengurus Nasya saja. Yudi juga percaya kalau Shakti tidak mungkin berbuat seperti itu, tetapi demi anak Shakti dan Nasya, Yudi mensetujui Luna tinggal di rumahnya untuk sementara.
Jika tidak, Shakti akan terus dituduh, lebih parahnya bisa di penjara karena tidak memiliki bukti, dan Nasya akan melahirkan sendiri. Yudi tidak mau itu terjadi. Yudi juga terpaksa melakukan ini, mengingat Ibu Luna begitu nekat.
~~~~
"Kok Nasya nggak dateng, ya?" tanya Adi yang sudah menunggu Nasya dari pagi.
"Mungkin Nasya sibuk, Yah, kasian juga kalo sampe kecapekan. Usia kehamilannya 'kan masih muda," jawab Talita yang sedang menggendong putranya, Erik.
"Iya juga, sih." Pria itu lemas, sedikit kecewa.
"Nanti biar Arka telepon Shakti deh, suruh bawa Nasya ke sini," ucap Arka.
"Iya, Yah. Jangan hawatir, Shakti tuh anaknya jagain Nasya banget," ucap Talita menenangkan Adi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy Manja Is Mine (END)
Романтика(SEQUEL) Bad Boy Manja Kita masih sama. Tak pernah berubah walau waktu telah berlalu. Namun keadaan banyak yang berubah, seperti cinta yang rumit. Seperti cinta kita yang seperti di permainkan. "Aku masih menjadi putri galak bagimu. Kau masih sepert...