Memori
Pagi-pagi sekali Nasya langsung berangkat ke rumah sakit di antar sopirnya. Shakti tidak bisa mengantar karena ada pekerjaan. Ia sudah mengabari Arka sebelumnya, bahwa dirinya yang akan menjaga Adi hari ini.
Nasya melangkahkan kakinya masuk ke ruangan yang kemarin dia kujungi. Dia tersenyum lebar melihat Adi yang sedang sarapan, tetapi senyumnya tidak di balas oleh Adi, membuatnya mengernyit heran.
"Nasya tau Ayah di sini? Nasya tau dari mana?" tanya Adi membuat Nasya mengernyit tidak mengerti.
"Maksud Ayah apa? Kemarinkan Nasya udah kesini, Yah," jelas Nasya kebingungan.
"Maaf, Ibu, Pak Adi mengalami infeksi pada otak, meski belum jelas … bisa saja ini karena pengaruh stres atau depresi, kemungkinan ada memori yang hilang," jelas sang Suster yang merawat Adi membuat Nasya mematung menatap sang Ayah. Wanita hamil itu melihat wajah Adi yang juga terlihat bingung.
Kehilangan memori? Ayah nggak boleh lupa sama Nasya, Yah, nggak boleh!. Batin Nasya.
Nasya memalingkan wajahnya, lebih tepatnya agar Adi tak melihat air bening yang mengalir lewat sudut matanya. Seketika Nasya langsung memeluk Adi erat, menangis tanpa suara.
"Ayah harus sehat, Ayah harus sembuh!" ucap Nasya meremas baju Adi.
"Maafin Ayah. Ayah lupa kemarin kamu kesini, ya?" tanya Adi serak, masih tidak memherti situasi ini.
"Nggak apa-apa kok, Yah. Nggak usah minta maaf," ujar Nasya bergetar.
Nasya menahan isakkannya, buru-buru menghapus air matanya dan melepas pelukan. Dia tidak boleh selemah itu di hadapan Adi, yang bisa memperparah keadaannya.
"Ayah lanjut aja makannya. Nasya mau keluar sebentar, Yah," pamit Nasya langsung keluar dari ruangan rawat Adi, setelah sempat memberi satu kecupan pada pipi pria itu.
Nasya langung menutup mulutnya, menangis sejadinya. Ia benar-benar tidak tau kenapa bisa begini. Otak Adi infeksi? Memori bisa hilang? Bagaimana dengan kenangan yang sudah mereka lewati selama ini.
Adi bisa saja lupa dengan Nasya ataupun Arka. Tidak! Nasya tidak mau itu terjadi, dia membutuhkan ayahnya untuk mengeluarkan segala isi hatinya, siapa yang akan mendengar kesakitannya lagi nanti.
Nasya terduduk di lantai, lemas. Dia pikir Adi hanya sakit biasa, tapi kenapa sekarang malah seperti ini. Kenapa semua terasa sulit dan menyesakkan.~~~~
Shakti masih di rumah, bahkan dia kebingungan di mana dia menaruh berkasnya kemarin. Padahal lelaki itu sudah berdandan rapi dan hendak berangkat, sialnya malah dirinya lupa menaruh berkas yang harus dia bawa.
"Cari apa, Pak?" tanya Luna yang datang melihat kegelisahan Shakti.
"Berkas gue semalem," jawab Shakti tanpa menoleh.
Luna berjalan mendekat. "Biar saya bantu cari, Pak?" ujar Luna. Kali ini Shakti baru menoleh, dahinya mengkerut melihat penampilan Luna yang tak lazim itu. Hari ini wanita itu hanya memakai kemeja putih sampai atas lututnya.
Apa lo mencoba menggoda gue? Sayangnya gue lebih tergoda melihat Nasya yang pakai baju tertutup sopan, dan gue lebih tergoda ketika Nasya manja sama gue, dari pada liat lo yang sengaja menggoda. Batin Shakti keheranan.
Shakti kembali mencari berkasnya, mengabaikan Luna yang dengan sengaja ingin menggodanya. Ia malah merasa jijik melihat wanita seperti itu.
Luna berdecak saat Shakti sama sekali tidak meliriknya, seolah dirinya benar-benar tidak menarik di mata pria tampan itu."Ah, akhirnya ketemu juga!" seru Shakti lega.
"Ya, udah … gue mau berangkat. Tolong bereskan ini semua, ya," titah Shakti lalu benar-benar pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy Manja Is Mine (END)
Romansa(SEQUEL) Bad Boy Manja Kita masih sama. Tak pernah berubah walau waktu telah berlalu. Namun keadaan banyak yang berubah, seperti cinta yang rumit. Seperti cinta kita yang seperti di permainkan. "Aku masih menjadi putri galak bagimu. Kau masih sepert...