Impianku
Dua bulan telah berlalu—berjalan begitu cepat, tidak jauh berbeda dengan restoran Nasya yang semakin hari semakin ramai. Juga hubungan Nasya yang semakin harmonis dengan Shakti. Di tambah dua bulan juga Nasya semakin dekat dengan semua karyawannya, termasuk Revan.
Mereka menghabiskan banyak waktu bersama, sudah tidak ada lagi yang namanya canggung di antara mereka.
Kini Revan melihat Nasya yang seperti agak lemas, rasa hawatir pun tidak bisa di hindari oleh hatinya.
"Nas ... lo nggak apa-apa, 'kan?" tanya Revan yang melihat Nasya terlihat seperti tidak enak badan.
"Iya, gue nggak apa-apa, kok," jawab Nasya bohong. Sebenarnya perutnya terasa mual, apalagi mencium bau aneh-aneh di dapur semakin membuatnya ingin muntah. Ia berpikir mungkin salah makan atau asam lambungnya naik.
"Mending lo ke ruangan aja, yuk," ajak Revan mengantar Nasya ke ruangannya.
Bowo yang sedang di ruangan pun langsung menyambut Nasya. "Ibu kenapa?" tanya Bowo hawatir.
"Nggak apa-apa kok, cuma agak pusing aja," jawab Nasya memijat pelipisnya yang entah kenapa ikut terasa pusing.
"Lebih baik telepon pak Shakti aja," usul Revan.
Bowo mengangguk, tetapi wanita itu segera menghentikannya.
"Nggak usah, Shakti lagi keluar kota ... dia pulang nanti sore," ucap Nasya melarang. Bowo dan Revan saling berpandangan, bingung harus melakukan apa.
"Huue hoek."
"Bu ... Ibu nggak apa-apa?" tanya Bowo panik saat melihat bosnya itu seperti hendak muntah.
"Nas, lebih baik kita ke Dokter sekarang. Gue takut lo kenapa-napa. Kalo Shakti tau, dia bakal marah sama kita semua," ucap Revan yang sangat tepat, mengingat sifat Shakti yang begitu possesive.
"Iya Bu, saya nggak mau Ibu kenapa-napa," ujar Bowo berusaha membujuk.
Nasya hanya sanggup mengangguk, rasanya jika mengeluarkan suara dia bisa memuntahkan apa yang ada di perutnya. Ia terus ingin muntah membuat Bowo dan Revan semakin panik.
"Biar saya aja yang antar, Pak Bowo urus para karyawan saja," ujar Revan pada Bowo. Pria itu langsung mengangguk.
"Iya Van, jagain Ibu," ucap Bowo yang langsung dapat balasan anggukan Revan.
Revan pun menuntun Nasya, takut jika wanita itu pingsan. Setelah memasuki mobil, lelaki atletis itu langsung melajukannya agak cepat.
Berulang kali Nasya kembali ingin muntah, tetapi selalu tidak mau keluar, membuatnya merasa tersiksa.
Revan yang melihat wajah Nasya pucat semakin frustasi. Karena dirinya bukan suami wanita itu, dia bingung harus melakukan apa, takut bersikap melewati batas.
"Kok lo bisa berangkat kerja aja ... sedangkan keadaan lo kayak gini? Kalo suami lo tau, baru tau rasa," omel Revan di sela menyetirnya.
Nasya tersenyum tipis sambil melihat wajah Revan dari samping.
"Shakti nggak tau, dia di luar kota sejak kemaren. Gue juga nggak tau kenapa bisa gini, kayaknya gue masuk angin deh," jelas Nasya.
"Lo sih, nggak jaga kesehatan baik-baik, dasar keras kepala!" omel Revan yang sudah mirip Shakti, membuat wanita di sampingnga itu tersenyum geli. Seharusnya Shakti yang mengatakan hal itu.
Setelah sampai rumah sakit, Revan langsung membawa Nasya ke dalam. Berharap wanita itu akan segera pulih.
~~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy Manja Is Mine (END)
Romansa(SEQUEL) Bad Boy Manja Kita masih sama. Tak pernah berubah walau waktu telah berlalu. Namun keadaan banyak yang berubah, seperti cinta yang rumit. Seperti cinta kita yang seperti di permainkan. "Aku masih menjadi putri galak bagimu. Kau masih sepert...