Aku Pergi
"Sa, please … jangan pergi dari sini. Aku butuh kamu, Sa." Shakti menahan koper saat Nasya terus berjalan menggeret koper besarnya.
"Pa, Nasya pamit," ucapnya mengabaikan Shakti.
"Nasya, kamu mau kemana? Tinggal di mana?" tanya Yudi bingung. Adi tengah sakit, di tambah masalah putrinya yang semakin kacau. Ia harus bisa memutuskan dan menyelesaikan segala sesuatu sendiri.
"Dimana pun ,asal bukan di sini, Pa," jawab Nasya melangkah pergi.
"Non, jangan pergi, Non," isak Inem merasa sedih dan tidak mau Nasya pergi.
"Maaf, Bi, Nasya harus pergi." Wanita itu tetap kembali melangkah pergi. Namun, Shakti langsung mencegahnya, menghadang di pintu.
"Kenapa kamu nggak dengerin aku sama sekali, Sa? Kamu tanggung jawab aku. Ayah lagi sakit, jangan gini, Sa." Shakti tak habis pikir jika orang yang dia cintai bisa memutuskan pergi. Mengabaikan dirinya yang tak salah.
"Minggir Shak!" pinta Nasya.
"Nasya, kalo kamu emang mau pindah dari sini. Pindahlah ke apartemen Shakti, bagaimanapun kamu istrinya … dan Shakti harus bertanggung jawab dengan bayi yang kamu kandung," ujar Yudi agar Nasya tidak benar-benar pergi, setidaknya ini satu-satunya cara untuk menenangkan pikiran wanita itu.
"Iya, Sa, kamu boleh pindah tapi ke apartemen aku?" ujar Shakti setuju dengan Yudi.
"Dengan satu syarat … nggak ada yang boleh kesana, termasuk kamu Shakti," tuntutnya tegas.
"Aku, 'kan--"
"Baik, Nas, kalo itu mau kamu," potong Yudi agar Shakti tidak menuntut Nasya terus seperti kemauannya, meski ini berat. Yudi tau Shakti tidak bisa jauh dari Nasya, sampai kapanpun tidak mungkin. Cinta SMA nya itu telah di perjuangkan sampai saat ini.
Kini Yudi memberi kode agar Shakti menuruti kemauan Nasya, mengerti resiko yang harus di tanggung jika tidak di turuti. Karena saat ini, emosi gadis itu tengah labil. Kehamilannya juga tidak luput dari emosinya saat ini.
"Maman, tolong antar Nasya ke apartemen," titah Yudi pada Maman yang tengah membersihkan mobil.
"Baik Tuan." Maman meraih koper Nasya, dan memasukan ke dalam bagasi.
"Nggak usah nganter. Aku nggak mau kamu ke sana," ucap Nasya bahkan tidak memberi Shakti kesempatan untuk bicara. Nasya berlalu pergi, menaiki mobil mewah keluarga Basupati itu, dengan perasaan yang sangat hancur. Meninggalkan Ayah dari bayinya memang bukan solusi, tapi posisinya sangatlah tersudut, tidak di beri pilihan.
"Inget Shak, apa yang jadi tujuan kita? Seenggaknya Nasya nggak pergi jauh, dia cuma butuh waktu. Pikirkan perasaannya juga," ucap Yudi meremas pundak Shakti yang sangat terpukul.
"Shakti nggak bisa hidup tanpa Nasya, Pa. Shakti udah bilang ngggak mau nerima pernikahan ini, karena resikonya Shakti akan kehilangan Nasya. Papa liat ... Nasya ninggalin Shakti sekarang. Dan dia minta cerai, Papa puas?" tuturnya, lalu pergi dengan motornya. Padahal tidak biasanya Shakti membawa motor, kini dia mengendarai motornya dengan kencang.
~~~~
"Apa? Cika kabur? Maksud tante apa?" bentak Riko pada Mama Cika yang sedang menangis.
"Maksudnya apa ini? Pernikahan tinggal menunggu hari, dan calon pengantin wanita kabur dengan pria lain? Saya kecewa Jeng!" ucap Ibu Riko kesal, menyesal dengan perjodohan yang dia buat ini.
"Maafin saya Riko. Maafin saya Jeng, saya nggak tau ini akan terjadi. Saya minta maaf," ucap Mama Cika menangis menyesal.
"Liat Bu, cewek pilihan Ibu kelakuannya gimana? Ibu puas jodohin Riko dengan cewek pujaan Ibu? Puas mempermalukan diri Ibu?" Setelah mengatakan itu, Riko langsung mengendarai motornya kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy Manja Is Mine (END)
Romance(SEQUEL) Bad Boy Manja Kita masih sama. Tak pernah berubah walau waktu telah berlalu. Namun keadaan banyak yang berubah, seperti cinta yang rumit. Seperti cinta kita yang seperti di permainkan. "Aku masih menjadi putri galak bagimu. Kau masih sepert...