Devano, Aldric, dan Alan sedang berkumpul di kelasnya. Menikmati istirahat jam pertama ini, yang setelahnya guru Biologi mereka tak bisa masuk ke kelas karena sakit.
Aaron tadi mengikuti Bu Retha. Senyumannya mengembang tak tau bahwa dirinya akan diberikan hukuman. Entah itu hukuman apa, tapi sepertinya guru seperti Bu Retha tak pernah memberikan hukuman yang tanggung-tanggung.
Alan tak melepaskan pandangannya dari Devano sejak tadi. Devano sendiri sepertinya tak sadar bahwa dirinya ditatap sedemikian rupa oleh Alan, berbeda dengan Aldric yang bingung dengan tatapan Alan.
"Lo kenapa sih? Jangan homo lo." Ucap Aldric.
Alan nampak menghela nafas, "Dev."
"Hm?" Balas lelaki itu tanpa melepas pandangannya.
"Lo nelpon Aletta malem-malem ada apa? Atau lo emang suka kontakan sama Aletta?" Tanya Alan.
Devano menoleh menatap datar Alan, "Enggak, waktu itu kepencet."
"Setau gue lo gak seteledor itu loh." Alan menyipitkan matanya, mencari kebohongan di mata lelaki itu. Namun ia lupa, mau securiga apapun Alan pada Devano, kebohongan itu tak akan terlihat. Karena memang tatapan lelaki itu tak pernah berubah, datar.
"So tau."
Alan akhirnya menghela nafas, biar ia nanti tanyakan pada Aletta saja.
TAP! TAP! TAP!
Langkah kaki Aaron yang masuk ke dalam kelas membuat ketiganya menoleh dan melihat betapa kusutnya wajah Aaron.
Aldric menahan tawanya. Ia yakin setelah ini pasti Aaron akan menyesal karena telah menganggap tugas istimewa itu memang benar-benar istimewa.
"Gimana tugas istimewanya?" Aldric bertanya lalu terkekeh karena sudah tau jawaban lelaki itu.
"Istimewa apanya?! Nyesel gue, bukannya kabur aja tadi." Ucapan Aaron barusan membuat Alan dan Aldric tertawa lepas.
"Jahat lu pada! Emang Devano yang pengertian, gak ngetawain gue. Makasih, Dev." Aaron berkata dengan mendramatisir setiap katanya.
"Gue bukan pengertian. Lo-nya aja yang bego." Balasan Devano makin menambah gelak tawa Aldric dan Alan.
"Sama aja lo pada!"
"Emang tugas lo apa sih? Aduh sesek nafas gue." Ucap Alan di tengah tawanya.
"Gue disuruh buat puisi sebanyak 6 lembar dan temanya harus beda-beda. Lo tau dikumpulinnya kapan?!"
Alan dan Aldric menggeleng sambil menahan nafas bersiap menertawai lagi Aaron.
"Harus dikumpulin besok! Mana gak boleh nyari di internet!"
Ledakan tawa dari keduanya lagi-lagi terdengar di kedua telinganya Aaron. Lelaki itu mendengus sebal, memang tak ada yang mengerti dirinya.
***
Sejak kemarin Aletta ingin es krim yang dijual di kantin sekolahnya. Entahlah, menurutnya es krim disana enak, apalagi es krim greentea-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eres mía, Aletta [END]
Teen FictionAkibat suatu kejadian yang membuat satu batang coklat gepeng, Devano yang dingin dan cuek harus berurusan dengan Aletta, junior yang sifatnya bertolak belakang dengannya. Aletta yang bawel, Aletta yang selalu melihat sikap dingin Devano, Namun Alett...