20

5.4K 274 17
                                    

Lapangan basket yang sangat luas seketika penuh dan sangat dipadati para siswi Nusantara Bangsa.

Pagi-pagi seperti ini, para siswi dihebohkan karena para pentolan sekolah mereka ada di lapangan basket dan tentunya sedang bermain basket.

Devano, Alan, beserta Aldric, dan Aaron membuat gempar para siswi. Termasuk Adel, Aletta, dan Shiren yang melihat pertandingan itu dari tribun penonton.

"SEMANGATT!!" Teriak Adel.

Aletta mengernyit, menutup sebelah kupingnya yang terasa sangat menyakitkan.

Shiren memutar bola mata jengah, "Ya, lo biasa aja. Telinga kita berdua sakit, nih."

Adel terkekeh, "Iya maaf. Lagian-kan Adel excited, apalagi ada Kak Alan disana. Makin keren aja deh, tuh cowok kalau keringetan."

Aletta menggelengkan kepalanya pelan. Jika boleh Aletta berpendapat, oke, Aletta akui memang semua laki-laki yang ada di lapangan itu nampak lebih keren dari biasanya.

Bahkan Aaron sekalipun yang biasanya ceplas-ceplos dengan mukanya yang tak pernah dikontrol, sekarang terlihat lebih serius.

Dan sepertinya Shiren juga mengakui hal yang sama dengan apa yang dipikirkan Aletta.

"Ren! Anterin gue beli minum ayo!" Pekik Adel.

Shiren berdecak, "Males."

"Ih! Buruan, buat Kak Alan. Kasian itu pasti tenggorokannya kering abis panas-panasan!"

"Gak mau Adel." Shiren tetap bersikukuh menolak ajakan Adel.

Adel mendengus, "Tanpa penolakan!" Dan tiga detik kemudian, Adel sudah membawa Shiren turun dari tribun penonton.

Aletta terkekeh geli melihat wajah Shiren yang sangat kesal pada perempuan yang menarik tangannya tanpa mendengar teriakannya.

Kebetulan Nusantara Bangsa membebaskan anak-anak dari pelajaran untuk hari ini. Jadi kemungkinan besar, lapangan ini akan ramai terus sampai Devano, Alan, dan di kembar keluar dari lapangan.

"Aletta!" Teriakan panggilan namanya itu membuat Aletta celingak-celinguk, bingung siapa yang memanggilnya.

Sampai ia melihat Adila berjalan dari desakan-desakan penonton ke arahnya lalu duduk di sebelahnya.

"Eh, Kak Adila. Tumben, Kak Revo gak ikut main kan?"

Adila terkekeh, "Emang gue ke lapangan cuman karena ada Revo?"

"Ya, enggak, sih." Aletta menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Emang ada apa, Kak, kesini?"

"Itu, nemenin fans-nya Alan." Aletta mengangguk.

"UDAHAN DULU! GUE CAPE!" Teriakan Alan membuat semua orang menoleh ke arah lapangan, dan saat itu juga banyak para siswi yang turun hanya untuk sekedar memberikan minum.

Bahkan ada juga yang tak segan mencoba untuk mengelap keringat salah satunya. Tapi tentu saja, mereka menolak. Apalagi Devano.

Aletta menyisir lapangan yang nampak lebih penuh sekarang, namun tak sengaja, iris matanya menangkap sepasang iris mata berwarna biru tengah menatapnya juga.

Menyadari di tatap balik, sepasang iris mata milik Devano memutuskan kontak matanya.

"Devano tadi natap lo kan, Ta?" Tanya Adila membuat Aletta terlonjak kaget.

***

Aletta dan Adila memutuskan untuk pergi ke kantin sebelum kantin dipenuhi para siswi yang masih antusias berkumpul di lapangan.

Eres mía, Aletta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang