Devano membanting pintu kamarnya. Seperti biasa, ia baru saja selesai bertengkar dengan Papanya. Bahkan kali ini Devano sangat marah. Ia malu pada teman-temannya, apalagi Aletta bersama kedua temannya tak mengetahui apa-apa tentang keluarganya disebut layaknya bukan perempuan baik-baik.
Wajah Devano memerah. Dadanya bergemuruh karena menahan emosi yang sebenarnya bisa saja meledak kapanpun.
Belum lagi sebenarnya kepalanya terasa pusing sejak tadi sore. Ia menebak, mungkin ini efek kehujanan tadi.
Namun rasa pusingnya bukan apa-apa dibanding kekesalannya terhadap sang ayah. Devano menggeram dan mengacak-acak rambutnya frustasi.
Sungguh, ia merasa bersalah. Apalagi pada Aletta yang tak tau apa-apa dan ia bentak begitu saja.
"Bodoh! Gue bodoh!" Umpatnya.
Sementara di kediaman Aletta, kini nampak agak ramai. Iya, Pandu dan Bima sama-sama datang ke rumahnya untuk membicarakan perihal taman bacaan yang semakin lama semakin jarang dikunjungi Aletta.
Aletta mengangguk menyadari kelalainnya akhir-akhir ini. Ia terlalu sibuk dengan urusan lain dan lupa bahwa dirinya juga punya tanggung jawab lain diluar sekolah.
"Iya, gue tau gue salah. Tapi beneran, gue gak ada maksud buat ngelepasin tanggung jawab gitu aja. Kalian juga taukan, gue gak bakal terus ada waktu."
"Begitu juga kita, Ta. Kita gak bakal terus ada waktu.Tapi mereka butuh makanan tiap hari. Kita juga punya hal lain yang harus diurusin. Makannya gue mohon kerja samanya, kita bagi waktu." Balas Pandu cepat.
Aletta menghela nafas, "Ok. Sekali lagi maaf."
"Besok sepulang sekolah, Bima bakal jemput lo dan langsung ke taman bacaan. Oke?" Komando Pandu.
Aletta mengangguk, "Iya. Gue kebetulan gak ada acara besok."
"Bagus deh. Gue harap lo bener-bener bisa hadir besok. Anak-anak taman bacaan juga udah kangen banget sama lo." Ujar Bima.
"Ya udah, kita balik dulu." Pandu berdiri, diikuti dengan Bima.
Aletta yang menyadari mereka berdua akan pergi pun ikut berdiri, berniat mengantarkan keduanya ke depan rumahnya.
Selepas mengantarkan keduanya hingga mobil tak terlihat lagi, Aletta berjalan masuk ke rumahnya. Ia menghela nafas, merutuki kecerobohannya selama ini.
Sungguh, ia kini merasa bersalah. Dulu ia sendiri yang ngotot ingin mendirikan taman bacaan, tapi sekarang ia juga yang tak punya waktu.
Sekarang ia hanya memakai waktunya untuk mengistirahatkan kepalanya yang sebenarnya agak sedikit pusing. Untungnya tadi Alula sudah memberinya obat, jadi ia tinggal istirahat saja di kamarnya.
***
Aletta terduduk di kelasnya hanya berdua dengan Adel. Shiren dibawa Aldric dan Adila untuk ke kantin dan beristirahat bersama. Mereka memilih untuk diam di kelas. Adel sedang sakit dibagian perutnya karena sedang masa Premenstrual Syndrome atau yang biasa diketahui banyak orang PMS.
Aletta juga tak berani mengganggu Adel, ia tau seseram apa jika Adel sedang merasakan gejala-gejala sebelum datang bulan. Seperti singa kelaparan. Kira-kira begitu gambaran Aletta.
Sebenarnya bukan hanya untuk menjaga Adel saja ia tak pergi ke kantin. Entahlah, ia merasakan suhu kelasnya ini sudah cukup dingin sekarang, apalagi saat ia keluar nanti.
"Aduh..." Ringis Adel.
Aletta menoleh, "Lo mau ke UKS aja gak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Eres mía, Aletta [END]
Подростковая литератураAkibat suatu kejadian yang membuat satu batang coklat gepeng, Devano yang dingin dan cuek harus berurusan dengan Aletta, junior yang sifatnya bertolak belakang dengannya. Aletta yang bawel, Aletta yang selalu melihat sikap dingin Devano, Namun Alett...