Akhirnya mereka sampai di apartemennya Woojin yang seperti biasa, selalu sepi. Mamanya Woojin biasanya memang sering pulang larut malam, apalagi kalau ada seminar, beliau lebih suka menginap di hotel daripada harus bolak-balik pulang ke rumah.
Woojin meletakkan kunci mobilnya asal di meja ruang tamu dan langsung melesat naik ke kamarnya tanpa mengatakan apapun, meninggalkan Sohye yang mematung menatap punggungnya yang menghilang di balik pintu.
Sohye lelah.
Dia capek dengan kondisi hubungan mereka yang tidak membaik. Dia merasa semakin hari Woojin semakin menjauh. Walaupun mereka berusaha untuk mengerti keadaan masing-masing, nyatanya jarak di antara mereka semakin terasa. Dia merasa Woojin sudah tidak seantusias dulu lagi saat bertemu dengannya. Malahan dia merasa sepertinya pertemuan mereka hanyalah sebuah beban bagi Woojin; bukan karena dia benar-benar ingin bertemu dengannya. Ujung-ujungnya, tiap kali bertemu, kalau ga bertengkar, ya diam-diaman seperti ini.
Siapa juga yang ga capek kalau begini terus?
Sohye menimang-nimang pilihannya. Haruskah dia mengabaikan hal ini seperti biasa seolah semuanya baik-baik saja, atau haruskah dia mengkonfrontasi Woojin dan 'bicara' dengannya?
Diam tampaknya pilihan yang paling mudah, terlebih dengan mood Woojin yang sedang kacau-balau seperti ini. Tapi, mau sampai kapan? Tidak ada jaminan kalau di pertemuan berikutnya mood Woojin akan jadi lebih baik.
Sohye menghempaskan dirinya di sofa ruang tamu, pusing dengan pikirannya sendiri. Dia menatap ke atas ke kamar Woojin cukup lama, berharap cowok itu akan keluar dengan sikap manjanya, lalu memeluknya dan meyakinkannya kalau ini semua hanya perasaannya saja.
Sepuluh menit berlalu, tapi tidak ada tanda-tanda cowok itu akan menunjukkan batang hidungnya.
Sohye menghembuskan napas kasar. Dia memutuskan untuk memberi Woojin waktu untuk sendiri, sekaligus mengumpulkan keberaniannya terlebih dahulu sebelum memutuskan apa yang akan dilakukannya nanti.
***
Setengah jam berlalu, dan Sohye sudah tidak tahan lagi.
Hentakan kakinya bergema ke seisi ruangan ketika ia berjalan menuju kamar Woojin.
Gadis itu bertekad untuk mengambil sikap saat ini juga, jika tidak--
"Woojin."
Begitu masuk, dia mendapati Woojin sedang duduk di atas ranjang sambil menghela napas panjang sebelum menoleh ke arahnya. Kedua manik mata cowok itu terus mengikuti Sohye yang berjalan menghampirinya dan berhenti tepat di hadapannya.
Seolah sudah tahu apa yang akan dikatakan gadis itu selanjutnya, Woojin pun menunggu dalam diam.
"Kita harus bicara," tutur Sohye singkat.
Woojin menghela napas, "Hye, jangan sekarang, ya? Aku lagi capek. Beneran, deh--"
"--kamu pikir cuman kamu aja yang capek, Jin?" Gadis itu menyela, "Aku juga capek, Jin. Capek sama sikap kamu yang seperti ini. Tiap ketemu bukannya senang, tapi kamunya malah bikin kesel begini."
"Aku tahu, Hye. Tapi please ngertiin aku dulu. Aku lagi ga mau berdebat sama kamu--"
"Aku kurang pengertian apa lagi sih, Woojin?" bantah Sohye. Perasaan dia sudah jadi cewek paliiing sabar menghadapi Woojin yang sibuk, yang posesif, yang tukang ngambek, yang ngeselin, pokoknya semua, deh. Sohye sudah ga ngerti lagi.
"Kamu ngambek, aku bujuk. Kamu butuh waktu sendiri, aku kasih. Kamu sibuk, aku maklumin. Kamu mau apa selalu aku turutin. Aku cuman minta satu hal dari kamu, percaya sama aku, tapi kamu tetap aja cemburuan ga jelas kek gini. Mau sampai kapan, Jin?" runut Sohye tanpa jeda. Dia benar-benar ga habis pikir apa maunya Woojin itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Smultronstalle | Woojin x Sohye (COMPLETED)
FanfictionSmultronstalle (n.) a special place discovered, treasured, returned to for solace and relaxation; a personal idyll free from stress and sadness. (Original story written in Bahasa)