Jalanan lengang saat Seokjin dengan kecepatan penuh mengemudikan Mercedes-Benz hitam mewah miliknya. Aku duduk membisu di sampingnya. Mata berkantung dan hidung merah membuat penampilanku urakan. Jika harus kukatakan, tampilan ini pun tiada bedanya ketika diriku berada di samping ayahku. Artinya, meski itu aku pergi menjauh dari kehidupan si brengsek itu nyatanya derita yang ia berikan tak pernah usai. Aku masih tetap menangis seperti biasanya.
Aku memang mendengar penjelasan dari Seokjin soal keberadaan ayahku. Entah apa yang sebenarnya lelaki tua itu rencanakan? Ia pergi ke bandara Incheon dengan tujuan keberangkatan menuju Perancis. Lalu dengan menyedihkan terkapar tak sadarkan diri saat pesawat akan berangkat dalam waktu 5 menit.
Seharusnya aku tertawa, bukan? Tentu saja pada akhirnya lelaki biadab yang telah menjualku itu menerima balasan. Yah, penyakit yang tidak dapat disembuhkan itu adalah jalan Tuhan yang merasa kasihan terhadapku. Tetapi mengapa? Mengapa aku malah menangis begini? Tak pantas dirinya untuk kutangisi, tak berhak dirinya atas rasa iba dariku.
TUHAN? Kenapa kau ciptakan aku dengan hati yang terlalu rapuh. Dengan segala rencana dan takdirmu yang kejam seharusnya kau ciptakan hatiku sekuat baja. Mengapa kau tidak adil begini.
"Sekarang ayahmu sedang dirawat itensif di rumah sakit keluargaku, kau tidak perlu khawatir kami memiliki dokter terbaik."
Aku terkekeh.
"Khawatir? Aku? Heh, kau mencemoohku?"
"Kau tidak bisa berbohong kepadaku, Joohyun. Seharusnya kau belajar dari semua rasa sakitmu itu. Memang mengapa jika mengakui dirimu terluka? Memang mengapa mengakui jika kau menderita di depan orang lain?"
"Aku.. aku tidak tahu bagaimana diriku sebenarnya? Aku seakan-akan tak mengenali diriku sendiri, aku ketakutan setengah mati. Aku.. aku.."
Percuma menahan tangis, percuma berusaha tetap tegar. Hatiku kacau sekacau-kacaunya, remuk seremuk-remuknya. Aku patah, sungguh patah. Hanya isak tangis yang kini mampu menggantikan kata yang tak mau lagi terucap.
"Seberapa jauh kau tahu soal penyakit ayahku?"
"Semenjak 2 tahun yang lalu."
"Du.. dua tahun yang lalu? Sudah selama itu?"
"Justru terlalu terlambat saat tahu. Sebelum bertemu ayahmu, kita akan bertemu dengan Dr. Moon Hae Young. Dia akan lebih rinci menjelaskannya padamu."
Itu artinya ayahku telah mengidap penyakit kanker hati itu lebih dari 2 tahun? Aku sama sekali tak dapat membedakan jika lelaki itu dalam keadaan sekarat. Ia tak pernah memberiku kesempatan untuk bersikap sebagai seorang anak perempuan semata wayangnya, ia malah perlakukan aku bagai sampah. Jadi aku tak bisa disalahkan sebagai anak yang durhaka, benarkan? Sifatnya memang tak jauh berbeda denganku. Aku dengannya memang terlampau egois, senangnya memendam perasaan sendiri.
***
Seorang perempuan cantik yang memiliki usia tak jauh berbeda dengan Seokjin tengah asyik menggeser-geser kursor komputernya. Mata bulatnya yang dihiasi bingkai kacamata berwarna emas dari merek Dior itu nampak cekatan menatap layar, menangkap tiap baris kata dari diagnose yang telah ditemukannya. Sesekali helaan napas panjang darinya membuatku risau, sebelum mulut tipisnya yang dilapisi gincu merah berbicara, aku sudah tahu jawabannya.
Ia kemudian mengasongkan beberapa berkas di hadapanku dan Seokjin, sekilas itu merupakan kumpulan artikel yang mengupas tuntas perihal penyakit kanker. Ia memang seorang Dokter yang ahli meski di usia mudanya, bahkan ia memang tengah melakukan riset untuk menemukan cara penyembuhan tercepat untuk kanker yang kini menjadi penyakit yang paling banyak merenggut nyawa di dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Friend "I LOVE YOU" - JJK [END]
Fanfiction"Selalu ada kata yang tak akan pernah dapat disampaikan pada siapa pun, sebuah kalimat yang hanya tertulis dalam nisan hati. Bagiku cinta untuk Jungkook tidak akan pernah sampai kepada dirinya, kepada hatinya." Bae Joohyun Lihat trailernya di youtub...