Aku mengabaikan jika di samping pintu yang tengah kupukul-pukul ini terletak sebuah Bel yang dapat mempermudah seseorang di dalam untuk membuka pintu. Aku terlalu kesal, aku terlalu kecewa dan saat ini yang aku inginkan adalah bertemu dengannya bagaimanapun caranya. Dia sudah sangat keterlaluan dan aku tidak akan tahan untuk duduk diam lalu menanti dirinya datang membawa penjelasan. Aku tak ingin semuanya terlambat, hingga rasa benciku padanya kian membengkak. Aku tak ingin hubungan yang bertahun-tahun kami miliki hancur berkeping-keping tanpa bisa diperbaiki.
Aku tidak tahu dan sama sekali tak memiliki tuduhan yang pasti soal menghilangnya Jungkook, ia seolah-olah lenyap dan tak meninggalkan jejak. Berpuluh-puluh panggilanku tak pernah sampai, ratusan pesan pun tak pernah terkirim, ia sama sekali tak memberi kabar pada siapa pun bahkan pada orangtuanya. Ia tak datang ke sekolah, ia tak ada di rumahnya atau bahkan di studio tempatnya berlatih menyanyi. Aku mencarinya kemana pun tapi tak juga menemukan hasil.
Hingga pada akhirnya ini menjadi terakhir kalinya untukku mencarinya, kuharap ia ada di apartemen miliknya.
"JEON JUNGKOOK!!!" teriakku untuk yang sekian kali. "Kau di dalam kan? Cepat buka pintunya, temui aku sekarang juga!!"
"Jeon Jungkook.. MR. Jeon..."
Aku sudah terserah dengan pandangan orang-orang yang melintas atau beberapa bibi-bibi dengan rambut keriting yang membawa centong di tangannya menghampiriku dan menegur. Aku pantang pulang sebelum bertemu dengan sahabatku. Bahkan aku tidak peduli jika nanti security yang turun tangan untuk menyeretku. Aku harus bertemu dengan Jungkook, titik.
"Jungkook-ah, Jungkook-ah.."
Sesaat pintu besi itu terbuka secara perlahan, kemudian sosok tinggi yang berantakan itu menyambutku dingin.
Ia hanya berdiri tak bergeming dan tak juga mempersilahkanku masuk. Tetapi yang menyakitkan adalah bagaimana dia bisa setenang ini setelah mengetahui jika ayahku telah meninggal. Sosoknya jauh berbeda dari yang ku kenal selama ini. Jungkook bukanlah orang yang sabar ketika mengetahui jika diriku tengah terluka. Ia yang akan paling pertama murka, ia yang paling pertama merasa menderita. Tetapi lagi kenapa? Kenapa dengannya saat ini?
"Kau ke mana saja?"
"Kau tidak perlu tahu." Jawabnya dingin
"Huh.. jadi begini akhirnya?"
"Aku lelah Joohyun-ah." Lirih Jungkook
"Lelah? Lelah kau bilang? Huh.. bagaimana bisa kau mengatakan ini kepadaku? Kau tahu.. aku sedang berduka dan kau pasti tahu bahwa aku hanya menunggumu untuk menemaniku. Tapi kau bahkan tak menanyakan bagaimana keadaanku? Kau menghilang begitu lama dan ini yang ingin kau katakan padaku?"
"Lalu, memangnya pernah kau tanyakan keadaanku juga? Tiap kali kau sedih aku yang selalu menjadi sandaran untukmu, aku yang menjadi perisaimu. Tapi kau hanya egois, kau hanya menuntut diriku. Joohyun-ah aku memiliki kehidupanku sekarang, masalahku tak hanya dirimu saja. Bukankah kau yang juga mengatakan itu?"
Ah, apa yang harus kulakukan? Niatku adalah meminta penjelasan, niatku adalah untuk memahami keadaan dirinya. Tapi ini sulit, ini sungguh sulit. Aku tengah berduka, yah aku masih kehilangan sosok Ayahku. Aku masih berharap banyak soal kehidupan yang damai bersama Ayahku, memperbaiki segelanya dari awal. Namun, aku baru saja kehilangan semua harapan itu. Harapan yang sejak kecil pun tak pernah sanggup untuk kubayangkah. Lalu? Apa aku itu terlalu egois meminta sahabatku sendiri untuk ikut berduka? Untuk ikut merasakan kesedihan milikku? Mengapa selalu diriku yang tak diperbolehkan untuk egois.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Friend "I LOVE YOU" - JJK [END]
Fiksi Penggemar"Selalu ada kata yang tak akan pernah dapat disampaikan pada siapa pun, sebuah kalimat yang hanya tertulis dalam nisan hati. Bagiku cinta untuk Jungkook tidak akan pernah sampai kepada dirinya, kepada hatinya." Bae Joohyun Lihat trailernya di youtub...