Aku inginnya seperti langit, ia tetap indah walau bagaimanapun keadaannya. Aku ingin seperti langit yang tetap pada pendiriannya, ia tidak pernah takut untuk tunjukkan bagaimana perasaannya. Ia mendung kala hujan akan turun. Ia biru muda yang luas saat terang cakrawala menghantar pagi. Ia gelap tatkala temannya rembulan dan bintang tak menemani. Ia adalah hal terjujur yang nampak di muka bumi.
Tapi bagaimana denganku? Aku ingin menangis, tetapi malah menyembunyikannya. Hatiku merintih sakit hati, tetapi tawa yang kuhantarkan. Bagaimalah aku akan bahagia jika jujur pada perasaan sendiri pun tak pernah mampu. Bahkan dengan bodohnya mengulangi kesalahan yang sama terus menerus.
Kini langkahku bagai tak berpijak pada tanah. Namun, beling-beling tajam seakan menusuk-nusuk. Ini adalah rasa di mana kupegang belati lalu menancapkannya pada jantung sendiri. Kehampaan yang menikam jantung, perlahan ia hentikan detakan untukku mampu melangkah maju.
Seokjin hanya mampu menatapku dalam diam saat melihat sosokku kuyup. Ia bukan Tuhan yang serba tahu, tetapi ia paham apa yang kini kulalui sungguhlah sulit. Air mata ataupun air hujan tak dapat lagi dibedakan, mereka bercampur rata di atas pipiku yang pucat. Bibirku membiru karena dingin, tetapi hatiku lebih membeku daripada itu.
"Kau membutuhkanku, kan?" lirihku yang gemetaran, entahlah apa yang sebenarnya kupertanyakan. Seokjin tetap diam beribu bahasa. "Katakan padaku jika kau membutuhkanku! Setidaknya ... setidaknya berikan alasan untukku hidup."
Luluh aku terjatuh, rasa sakit yang menekan dada tak dapat lagi kutahan. Jika Jungkook memilih perempuan lain dibanding diriku, maka sama saja aku tak memiliki arti untuk bertahan hidup. Lalu begitu mengapa nadiku tetap saja berdenyut? Mengapa jantungku tetap saja berdetak? Namun, rasanya sakit sekali. Namun, rasanya tak berarti.
Aku tak dapat menyalahkan siapa pun, karena perasaanku ini sebenarnya adalah pilihan hati. Bukan salah Jungkook jika aku mencintainya, bukan salah Jungkook jika ia tak dapat membalas perasaanku. Ini perihal aku dengan Tuhan, benarkan? Ini soal diriku dan juga takdir.
"Aku membutuhkanmu, sangat. Karena itu aku datang mencarimu meskipun sungguh terlambat. Aku membutuhkanmu, jadi bertahanlah untukku."
Seokjin kemudian mendekapku erat, ia bahkan mengabaikan setelan seharga miliaran miliknya ikut basah oleh guyuran hujan. Mungkin tanpa kusadari kini Seokjin telah menjadi tempatku untuk sejenak berteduh. Ia hanya pelarian semata dari dunia Jungkook yang kini sudah hancur di depan mata. Namun, aku sangat nyaman ketika dia ada di sampingku.
***
Dengan alasan konyol aku tetap melangkah menuju Sekolah—tepatnya neraka. Meski pada akhirnya aku akan menjadi istri seorang pembisnis muda, setidaknya aku harus merampungkan pendidikan. Yah, begitulah alasan yang selalu kugumamkan. Padahal di sana, di dalam hatiku yang kucari adalah sosok lelaki yang teramat kurindukan. Meski kupanggil tempat ini neraka, tetapi sosok itu adalah malaikat penyelamatku.
Entah seberapa jauh rumor tentangku dan Seokjin menyebar, yang kutahu dari wajah-wajah para munafik ini sudah mengatakan bagaimana buruknya kabar itu tersiar. Ah, aku kini sudah sangat sensitive, mereka mencari masalah di saat yang tidak tepat. Mungkin yang ada dalam benak orang-orang itu adalah aku seorang perempuan pendiam yang ternyata hina, menyembunyikan dosa dibalik bisunya kata.
"Kau sungguh tidak punya malu Bae Joohyun? Kau itu menjual tubuhmu pada pria-pria tua, seharusnya kau sudah kaya, kan? Kenapa masih pergi ke sekolah? Memangnya orang tak berbudi sepertimu masih perlu pendidikan?"
"Heh, kalau mau cari pendidikan seks, sepertinya kau salah tempat. Dasar menjijikkan!!"
"Kau harusnya bergabung dengan hal-hal menjijikkan seperti ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Friend "I LOVE YOU" - JJK [END]
Fanfiction"Selalu ada kata yang tak akan pernah dapat disampaikan pada siapa pun, sebuah kalimat yang hanya tertulis dalam nisan hati. Bagiku cinta untuk Jungkook tidak akan pernah sampai kepada dirinya, kepada hatinya." Bae Joohyun Lihat trailernya di youtub...