BAB 8 "Between Secret and lies is no different"

274 46 2
                                    

Keheningan membuatku terpulas di pundak Jungkook, ia pun enggan membangunkan. Ia tahu, tidur adalah yang terbaik untukku beristirahat. 

Sebelum kembali ke Seoul aku dan Jungkook terlebih dahulu mampir ke salah satu restoran untuk menyantap makan malam. Kami akan menempuh perjalanan selama satu jam, karena itu harus dipastikan tidak akan kelaparan nantinya.

Jungkook terus menatap dan memperhatikanku yang tengah makan dengan lahapnya. Ia sebentar-sebentar tersenyum, entah apa yang sedang dipikirkan. Aku merasa tindakannya itu sedikit mencemoohku. Memangnya kenapa dengan cara makanku.

"Aku ingin selalu ada di sampingmu, setiap kau makan," katanya tiba-tiba yang berhasil membuat makanan yang hendak kutelan berhenti ditenggorokan.

"Okhok ... okhok."

"Hati-hati kalau makan, jangan buru-buru pelan saja. Lagi pula aku tidak akan mengambil punyamu," katanya yang malah meledek.

"Bodoh, itu ulahmu," omelku. Kemudian Jungkook hanya tertawa puas.

"Oh ya, Minggu depan sudah ujian akhir semester, artinya satu semester lagi sampai kita lulus. Kau mau ke universitas mana, aku akan berusaha sebaik mungkin agar bisa masuk di kampus yang sama denganmu."

Aku terbahak, pasti otaknya terbentur oleh sesuatu. Bukan meremehkan, tapi ini adalah fakta sesungguhnya. Aku lebih tahu daripada guru-guru yang mengajarnya, bahkan kemungkinan lebih baik ketimbang orangtuanya. Mengejarku dengan level belajarnya seperti itu, aku ragu untuk menghormati semangatnya.

Tahu dengan maksud pandanganku yang meremehkan, ia lantas memukul kepalaku dengan sendok. Luar biasa, bahkan sendok itu bekas dari mulutnya. Tahu akan kelakuan itu aku hanya dapat memegangi rambutku jijik, bekas air liurnya saja menempel.

"Oh, Ny. Bae itu adalah conditioner terbaik untuk rambutmu." Ledeknya lagi.

"Aish, Kau ini! nanti kalau orang lain melihatku bagaimana? Ini menjijikan tahu."

Aku melempar selada tepat ke wajahnya sebagai balasan. Namun, ia malah tak acuh dan memasukan selada itu ke dalam mulutnya.

"Dih, memang siapa yang mau melirikmu."

Aku mengehela napas. Memangnya dia tidak sadar kalau sahabatnya ini selalu disebutkan sebagai yang tercantik di sekolah, bahkan selalu dikagumi akan kepintaran dan kecantikannya. Dia benar-benar meremehkanku. Baiklah aku tahu, pamorku jauh dari miliknya. Itu karena aku selalu mengurung diri, menghindar dari banyak orang. Berbeda dengannya yang malah mencari mangsa tiap harinya. Ini semua juga salahnya sampai aku tidak punya pacar, dialah gangguan terbesarku.

Kami bagai anak kecil yang saling merebutkan makanan, membuat kekacauan dan saling mengejek, heboh dan begitu ribut. Karena itu pun si pemilik restoran yang berambut kribo datang menghampiri, menanam tangannya di antara pinggang. Saat menatap matanya, aku dan Jungkook hanya dapat tertunduk.

Memalukan, karena itu aku dan Jungkook di tendang keluar.

"Wah, pasti dia selalu ditolak cintanya, tidak tahu bagaimana bercanda," gerutu Jungkook yang masih tidak terima, terlebih ia harus membayar ganti rugi dari gelas yang pecah,

"Kau itu malah menyalahkan orang lain, jelas ini semua salahmu."

Aku kembali memukul-mukul Jungkook, masih merasa kesal dengan liur yang berbekas di atas poniku.

"Kau belum menjawab pertanyaanku?" Ia pun merangkul pundakku.

"Aku tidak mau satu universitas denganmu."

Dear Friend "I LOVE YOU" - JJK [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang