Demi apa yang sekarang kau sebut cinta, kau rela menghancurkan cerita kita. Padahal kau yang mengatur alurnya, dan mengatakan kalau akhir dari cerita ini adalah bahagia bersama.
Awalnya kau seperti pujangga, yang menyalurkan jutaan sajak-sajak merdu kala aku rindu. Tapi kini kau layaknya tak kenal lagi, dirundung nestapa pun kau tak menoleh. Dengarlah wahai lelaki, kami terlalu kuat untuk disebut lemah. Walau kadang air mata menjadi pelarian, setidaknya kami tak pernah ingkar akan janji dan rayuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Rasa
Poetry#5 poetry 25/1/2019 #16 poetry 4/1/2019 #45 Poetry 22/12/2018 Ini bukan cerita. Hanya rangkaian kata yang menyimpan jutaan makna, namun tak kunjung tersampaikan oleh suara.