34. Ujian

1.1K 55 4
                                    

Aku rindu, kala legammu menatap hangat mataku, tapi kenapa sekarang seolah kaku?

☁☁☁

Mataku memejam dengan mulut berkomat-kamit membentuk sebuah nada. "Min lebih kecil ketutup, plus lebih kecil kebuka, min lebih besar ketutup, plus lebih besar ke-"

"Ngapain sih, Kak?" pertanyaan itu terlontar dari bibir tipis Atthar membuat pelafalan 'mantra'-ku tertunda.

"Ngapalin kunci log," balasku.

Atthar memelankan motornya ketika lampu lalu lintas berubah merah. "Emang digembok?"

Aku memutar bola mataku malas, malas menanggapi lebih tepatnya.

Mood baikku untuk menghafal sudah lenyap begitu Atthar mengintrupsinya, pemandangan kepadatan jalan yang sudah biasa kunikmati seolah lebih menarik dibandingkan dengan persamaan dan pertidaksamaan logaritma yang akan menjadi sarapanku di sekolah nanti.

Deru motor memecah keheningan yang sudah kuciptakan, dan kembali, beragam aktivitas menyapa lensaku.

"Kak, Ayah udah dua hari gak balik ya? Dia ke mana?"

Pertanyaan Atthar layaknya jarum runcing yang menghunjam jantungku, menusuknya hingga tertancap sempurna. "Gu-Gue gak tau." Susah payah kunetralkan suaraku, agar Atthar tidak menyadari sesuatu yang sudah kusembunyikan hampir sebulan lamanya.

Entah apa yang Ayah kerjakan di sana, benarkah tuntutan pekerjaan atau justru ... ah, aku tak sanggup memikirkannya.

"Belakangan ini gue liat lo jarang ngumpul kayak biasa di ruang keluarga, kenapa?" Atthar kembali mengajukan pertanyaan yang semakin membuatku tersudutkan.

"Emang masih berlaku ya?" pertanyaan retoris nan sinis itu meluncur dengan sempurna dari bibirku.

Merasa kelepasan, aku menghela napas panjang, mencari sebuah ketenangan.

Atthar memelankan laju motornya. "Maksudnya?"

Aku mengembuskan napas lega, beruntung Atthar tidak mendengar, atau tidak mengerti, itu lebih baik. "Gue banyak tugas."

Atthar mengangguk menerima jawabanku, kuharap ia tidak lagi mengulik sebuah misteri lewat pertanyaannya. Aku masih ragu untuk menyimpulkan.

"Gue ngerasa lo berubah, Kak."

Dadaku mendesir sesak, mendengar kalimat itu diucapkan adikku.

"Gak manja lagi."

Ucapan-ucapan Atthar semakin menghimpit dadaku, menyulitkan celah untuk bernapas.

"Gak ngerengek-rengek ke Ayah lagi."

Cukup, Ta!

"Gak ngaduin gue ke Ayah lagi," katanya lagi, terdengar samar helaan napas Atthar berat. "Gue harap itu cuma proses pendewasaan diri lo, bukan ada hal lain yang lo sembunyiin dari gue," tutupnya.

Gue gak akan kayak gini, kalau Ayah gak berubah, Ta.

☁☁☁

Seratus tiga puluh soal sudah kuselesaikan dengan susah payah, mencari jawaban dari hasil yang kupelajari.

Empat puluh soal Matematika Peminatan sudah kuhabiskan layaknya sarapan, meski sedikit mual akibat dari jawaban dari hitunganku yang tidak terdapat pada lima pilihan, akhirnya aku dapat menyelesaikannya juga.

Lagi, jumlah soal yang sama untuk materi Sejarah Indonesia yang membuatku susah payah untuk mengingat tokoh-tokoh kolonial, tanggal lahir, tempat kematian, dan lain sebagainya yang membuatku berkeinginan besar untuk melemparkan diriku ke mesin waktu, bukan mesin pencari alias mbah google.

Hilang.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang