16. Friendship

1.4K 74 6
                                    

Setidaknya aku pernah merasa sedekat ini denganmu, sebelum hal buruk terjadi ke depannya.

☁☁☁

Angin pagi yang sejuk menyapu wajahku dengan lembut, mengibas rambutku yang masih tergerai hingga ke bahu.

Jendela kamar yang sengaja kubuka membuat mataku dapat dengan bebas menelanjangi langit mendung dengan awan yang menggumpal tebal.

Jam masih menununjukkan pukul 05.40 saat aku selesai berpakaian beberapa menit lalu, jadi sepertinya akan ada waktu bersantai menikmati suasana pagi sebelum bergegas ke sekolah.

Kulirik lagi arloji berwarna pink pucat yang melilit pergelangan tangan kiriku, setelahnya dengusan meluncur sempurna, karena cukup lama ternyata aku berdiam diri di depan jendela.

Akhirnya, kuputuskan untuk menuju ruang makan, sarapan bersama dengan keluarga kecilku.

Pemandangan Ayah yang sedang memakan makanannya khidmat dan Atthar yang sibuk berkomat-kamit pada Mama yang hanya menatap sabar Atthar menyapu pandanganku.

"Good morning, everyone!" sapaku begitu bersemangat, seraya menarik kursi tepat di samping Atthar.

"Ma, Yah, ish, Atthar penting banget itu," rengek Atthar membuatku menghentikan kegiatan menyendok makanan untuk menatapnya heran terlebih dulu.

"Kenapa sih?" tanyaku dengan tangan yang mulai kembali menyendok makanan.

Atthar melirik sekilas ke arahku sebelum memalingkannya lagi. "Gak usah kepo"

"Dih! Ini bocah, gue nanya baik-baik juga"

"Bodo!"

"Sumpah, Ta! Lo kalau begini minta gue masukkin lagi ke paud rasanya"

Atthar tak menggubris, ia kembali menatap Mama memelas. "Maa... ya please, ya"

"Seberapa penting, Ta?" Ayah menghentikan acara makannya hanya untuk menanggapi rengekan Atthar.

"Gini loh, ya, Atta kan lagi nyoba ikutan lomba nih, jadi biar hasilnya memuaskan kan harus ditunjang sama sarana dan prasarana yang mumpuni, kal—"

"—To the point aja kek, berbelit banget."

Atthar mendengus, delikkannya tepat menghunus mataku. "Ikut campur aja sih" keluhnya "Ya gitu, kalau kameranya aja rusak gimana bisa ngambil view yang keren."

Aku memutar bola mataku jengah, hanya karena kamera yang rusak? Dasar bocah tengik.

"Bisa pake hp, kan?"

"Ish! Lo bisa gak sih gak usah ikut-ikutan?!" sungutnya sambil menghempaskan sendoknya kasar, aku menatapnya sok kaget.

"Aduh, dedek ngambek? Emesh anet deh," godaku membuat wajah Atthar semakin memerah.

"Lea ya, digodain terus adenya, dia lagi unmood tau dari kemaren," ucap Mama membuatku tertawa.

"Banyak gaya."

"Hush, udah, mending Ayah suruh temen Ayah benerin kamera kamu, jadi gak perlu pakai beli yang baru segala, Ayah rasa itu cuma kerusakan kecil," tukas Ayah.

Aku mengangguk setuju dengan lirikkan mata ke arah Atthar yang masih menekuk wajahnya. "Makanya jangan nakal jadi anak."

"Ihhh! Lea! Lo bisa diem gak sih!" omelnya, dengan panggilan yang sudah menandakan bahwa ia sangat murka saat ini.

Pura-pura suci, aku mencoba memfokuskan diriku pada sarapan yang baru kusentuh beberapa kali.

☁☁☁

Hilang.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang